Mohon tunggu...
Jeniffer Gracellia
Jeniffer Gracellia Mohon Tunggu... Lainnya - A lifelong learner

Menulis dari Kota Khatulistiwa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Harimau Lepas dari Kandang, Bukti Buruknya Pengelolaan Kebun Binatang di Indonesia?

6 Februari 2021   16:21 Diperbarui: 6 Februari 2021   16:55 867
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi harimau | Foto diambil dari Kompas/Indianexpress

Hari ini (6/10/2020) masyarakat Kalimantan Barat dikejutkan dengan berita dua ekor harimau bernama Toto dan Eka yang lepas dari kebun binatang yang dibuka di Singkawang.  Lepasnya dua ekor harimau ini memakan satu korban, yaitu seorang pegawai yang bertugas menjaga kuda yang mencoba mencegah harimau tersebut kabur di malam hari.

Dikutip dari Kompas, kronologi lepasnya kedua ekor binatang buas tersebut disebabkan oleh tanah sekitar kolam renang yang longsor dikarenakan oleh hujan deras yang akhir-akhir ini membasahi Singkawang dan sekitarnya. Longsor tersebut meninggalkan lubang besar di sekitar kolam yang kemudian digunakan harimau tersebut untuk kabur. 

Sebelum lepas, Toto dan Eko dibawa bermain di kolom renang kemudian ditinggalkan oleh penjaganya untuk keperluan lain. Ia pun meminta bantuan temannya untuk menjaga dua ekor harimau tersebut. Tanpa memastikan teman yang dimintai tolong tersebut, ketika pegawai yang seharusnya menjaga harimau kembali ia justru menemukan Toto dan Eko sudah keluar dari kandang dan pegawai yang menjaga kuda dalam keadaan sudah meninggal. 

Sedangkan berdasarkan berita terkini dari Detik, satu dari dua ekor harimau yang kabur telah mati dilumpuhkan oleh petugas. Entah Toto atau Eka yang ditembak mati oleh tim gabungan BKSDA Kalimantan Barat, Kodim 1202 Singkawang dan Polres Singkawang. Satu ekor lagi masih dicari keberadaannya.

Kebun binatang yang menjadi rumah bagi dua ekor harimau yang lepas tersebut merupakan satu-satunya kebun binatang yang beroperasi dan menampung hewan jinak hingga hewan buas di Kalimantan Barat. Tidak heran, berita tentang lepasnya hewan buas sekaligus dilindungi ini tentu menjadi berita yang mengejutkan.

Penulis sendiri tidak pernah mengunjungi kebun binatang ini walaupun jarak Singkawang dari Pontianak tidaklah terlalu jauh. Selain karena tidak tertarik, penulis kerap merasa tidak nyaman ketika melihat binatang yang dikurung. Jangankan hewan buas seperti harimau, melihat ayam di kurungan bambu pun membuat penulis merasa terganggu.

Walaupun begitu, penulis sadar pentingnya peran kebun binatang sebagai salah satu sarana belajar masyarakat untuk melihat langsung hingga mengenal binatang yang tidak dapat ditemukan di lingkungan biasa. Tidak hanya itu, kebun binatang juga menjadi tempat perlindungan bagi spesies yang terancam punah sekaligus untuk meneliti dan menghasilkan informasi penting yang dapat melindungi spesies tersebut.  

Tidak selalu didasari dengan tujuan yang mulia, penulis dapat menemukan kebun binatang di Indonesia yang justru dibangun seadanya untuk kepentingan ekonomi tanpa memperdulikan lingkungan yang menjadi tempat tinggal hewan tersebut. Buruknya pengelolaan kebun binatang di Indonesia sudah kerap diprotes oleh aktivis pelindung hewan hingga masyarakat Internasional. Kasus yang sempat heboh beberapa tahun terakhir adalah salah satu kebun binatang di Surabaya yang bahkan disebut oleh media internasional sebagai "zoo of death" atau kebun binatang kematian.

Tidak jarang juga penulis mendengar pernyataan binatang tidak memiliki akal budi seperti manusia, jadi sah-sah saja diperlakukan "seadanya". Perlu diperhatikan bahwa pernyataan ini tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 yang mengakui kesejahteraan fisik dan mental binatang sekaligus mengakui secara implisit bahwa binatang memiliki perasaan sekaligus dapat merasakan rasa sakit dan ketakutan. Sangat disayangkan bahwa mekanisme penegakan hukum ini justru masih sangat kurang, padahal sanksi berupa denda hingga hukuman penjara sudah dinyatakan dalam UU ini dan dapat diberikan kepada mereka yang menganiyaya hingga menyebabkan kematian kepada binatang.

Penulis juga menemukan peraturan dari Menteri Kehutanan Indonesia yang membahas mengenai lembaga konservasi (termasuk kebun binatang). Tidak banyak peraturan yang dibahas mengenai bagaimana kebun binatang seharusnya melindungi binatang didalamnya, hanya tertulis pada pasal ke-31 bahwa lembaga konservasi dilarang untuk "memperagakan satwa yang tidak sesuai dengan etika dan kesejahteraan satwa". Jika belajar dari kasus salah satu kebun binatang di Surabaya, sanksi yang diberikan berupa pencabutan izin pengelolaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun