Mohon tunggu...
Wiranto
Wiranto Mohon Tunggu... Guru - Wiranto adalah Guru di SMAN 1 Wonosegoro, Boyolali, Jawa Tengah. Penulis pernah menjadi Pengajar Praktik PGP Angkatan 4. Kini sedang menjadi Fasilitator PGP Angkatan 13. Penulis pernah mengikuti Program Short Course ke University of Southern Queensland, Toowoomba, Australia. Pemenang dan finalis beberapa lomba tingkat nasional, serta menulis beberapa artikel di surat kabar.

Hobi membaca dan menulis terutama cerita anak.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Berbasis Subyek

20 Maret 2019   04:50 Diperbarui: 20 Maret 2019   05:40 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Akankah sekolah memunculkan generasi yang gagap sejarah, gagu nilai, gegar identitas, dan parau dalam menyuarakan kebenaran? Jawabannya adalah ya, jika sekolah memperlakukan anak didik sebagai obyek.

Seperti apa? Eksistensi anak didik hanya berhenti pada satuan nilai, data statistik, atau besaran nilai rupiah. Mereka dianggap tak lebih komoditas dan obyek eksploitasi sekolah melalui berbagai macam pungutan atau program-program palsu. Isu  pemberdayaan dan pencerahan untuk memihak anak didik pada akhirnya hanya sekedar wacana kosong. Terbentur kepala-kepala batu.

Kebijakan kurikulum setengah matang, tidak jelas dan bersifat coba-coba turut jelas menempatkan anak didik sebagai obyek kelinci percobaan. Anak didik juga menjadi obyek kekerasan epistemologis yang berupa dominasi kepentingan dan horizon harapan orang dewasa saat transfer nilai-nilai dan pengetahuan di sekolah.

Sekolah tanpa subyek menjadi lokus pengasingan anak terhadap dirinya sendiri dan juga lingkungan sosio-kultural di sekitarnya. Tembok sekolah begitu kuat menghalangi proses subyektifikasi yang diharapkan mampu membawa angin segar pada masa depan kemanusiaan anak didik. Kemanakah falsafah pendidikan learning to know, learning to do, dan learning to be yang dicanangkan oleh UNESCO?

Melihat Anak Didik Sebagai Subyek

Pendidikan berbasis subyek menempatkan sekolah menjadi lingkungan dinamis tempat berlangsungnya proses pendidikan dan pengajaran terhadap anak didik. Nilai-nilai, pengetahuan, dan ketrampilan diteruskan kepada anak didik secara sistematis dan terencana.

Guru-guru menempatkan dirinya sebagai medium organik yang menjadi penterjemah materi-materi abstrak dalam kurikulum dengan dunia kehidupan nyata anak didik. Masa depan kemanusiaan anak didik menjadi orientasi utama pembelajaran di sekolah. 

Anak didik menjadi individu yang dihargai haknya dan dianggap sebagai manusia yang unik serta berkemampuan khusus. Anak didik menjadi dirinya sendiri dan bukan menjadi jiplakan guru. Anak didik dipahamkan bahwa mereka adalah sepenggal narasi dalam sebuah kisah sosial yang lebih besar. Intinya, anak didik benar-benar dilihat sebagai subyek.

Lingkungan sekolah menjadi masyarakat mini yang mencerminkan interaksi sosial yang sehat, saling menghargai, toleran, partisipatif, humanis, dan demokratis. Tak heran jika Hadari Nawawi (1989) jauh-jauh hari menyampaikan  bahwa anak-anak yang bersekolah adalah individu yang merupakan totalitas kepribadian yang dinamis, sehingga harus diperlakukan sebagai subyek.

Pendidikan kebersamaan (togetherness education) penting untuk diselenggarakan guna meningkatkan kesediaan dan kemampuan anak-anak memahami dan menyadari kehadiran orang lain. Orang-orang di luar diri yang juga mempunyai hak dan harus diperlakukan sebagai subyek.

Dalam relasi subyek-subyek ini guru harus mempunyai kompetensi dalam mendidik anak agar mereka bersedia saling menghargai dan saling menghormati. Guru berkewajiban memelihara dan membina hubungan manusiawi atau hubungan sosial yang efektif di kalangan murid-muridnya sehingga kekerasan dan pelecehan terhadap anak didik bisa dikurangi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun