Saya pernah 'nyuwun wucal / nyuwun pirso' (BUKAN 'tanglet', yaa) Â ke Penghajeng Paguyuban Jemparingan GANDHEWA MATARAM, karaton Yogyakarta : KRT. H. Jatiningrat, SH. :Â
KENAPA kita memanah dalam posisi duduk bersila (baik kakung maupun putri) ?
Apakah seperti pemahaman di luar karaton : untuk menunjukkan kesetaraan bagi semua penjemparing? Tidak pandang orang biasa atau pejabat / penguasa? TERNYATA BUKAN !
Memanah sambil duduk bersila diajarkan di keraton Yogyakarta sejak Ngarso Dalem ka-1 (sepisan, bukan setunggal) untuk MENUNJUKKAN / MENGAJARKAN tata-krama (sopan santun).
Dengan duduk bersila, apalagi menggunakan jarit panjang & berpakaian yang sopan tanpa asesoris yang berlebihan (prasojo), kita diajarkan sebagai orang Mataram untuk memiliki watak yg santun, 'meninggikan' orang lain dan merendahkan hati (manah) kita ... TERMASUK (kemudian) dalam cara berbicara dengan yang lebih tua, maupun sesama.
JEMPARINGAN is ALWAYSÂ berbicara tentang PEMBENTUKAN KARAKTER KSATRIA - SEMUA ada maksud & flosofinya.
Itu juga alasan kita MENCANTUMKAN 'contoh-contoh' ungkapan yang dipakai d kraton seperti di awal postingan ini.
Sikap duduk bersila selain menunjukkan kita tidak dalam posisi 'menyerang' / bermusuhan, juga untuk menunjukkan tata-krama. Baca selengkapnya disini...
 ... Kembali ke AWAL >>