Mohon tunggu...
Jemi Kudiai
Jemi Kudiai Mohon Tunggu... -

veni, vedi,veci

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Papua Sebagai Pintu Masuk Imperialisme di Indonesia

20 Maret 2019   21:27 Diperbarui: 20 Maret 2019   21:47 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cita-cita Bangsa Indonesia merdeka, adalah masyarakat adil dan makmur. Semangat tersebut harus terbendung,  pasca rezim orde baru Suharto memberi hadiah freeport kepada Kapitalisme Amerika.

Hadiah tersebut membuka kran investasi dan penetrasi kapital, yang bercokol dalam skema ekonomi kapitalisme yang berwatak imperialisme

Bedil kapitalisme kemudian mengubur filosofi ekonomi Pancasila hingga kini. Demi menggapai cita-cita tersebut, berbagai cara yang diterapkan dalam menjalankan sistem ekonomi kebangsaan Indonesia, terus dilakukan.

Papua dan Imperialisme

Penetrasi kapitalisme di Indonesia,  terealisasi pada proses integrasi Papua kedalam Indonesia itu sendiri. Sejarah mencatatkan praktik tersebut, sejak era tahun 1960-hingga tahun 1967, ditandai dengan kontrak pertama freeport, dan lahirnya UUPMA.

Ekonomi yang produksinya atas permintaan pasar, berlaku. Menggantikan corak ekonomi subsistem orang Papua, dan menggusur ekonomi feodalisme belanda yang terakumulasi pasca integrasi. Lalu mengesampingkan ekonomi Pancasila, yang menjadi fondasi bangunan ekonomi masyarakat adil dan makmur.

Papua sebagai ikon penetrasi kapitalisme yang meluas di Indonesia tersebut, justru menjadi tolok ukur, sejauh mana kebijakan yang pro pada sistem ekonomi kebangsaan. Pemerintah seharusnya mengubah paradigma ekonomi kebangsaan dari Tanah Papua.

Hapuskan Provokasi Imperialisme dari Papua

Mengembalikan ruh ekonomi kebersamaan, atau ekonomi yang produksinya diperuntukkan kepada kesejahteraan rakyat, seharusnya, digubah dalam kebijakan progresif, dimulai dari negri di ufuk timur Indonesia.

Terobosan negara dengan skema bisnis menguasai saham freeport, seharusnya di galakkan ke berbagai cabang-cabang produksi vital lainnya. Tidak hanya freeport, tapi, kapitalisme pangan, mineral minyak dan lainnya, sudah saatnya dikuasai, baik dengan cara menguasai sahamnya, menjalankan produksinya juga harus tuntas.

Tentunya, tujuan-tujuan mulia tersebut, harus berhadapan dengan provokasi kaum pemodal dalam berbagai varian aksi dan isu serta tragedi. Bagaimanapun, Papua sebagai konsensi bisnis global, dan harus diakui bahwa hal tersebut tidak mudah diatasi, apalagi hanya dengan mentalitas jongos, inlander dan propaganda semata. Tapi, diwujudkan melalui kebijakan dan kontrol yang massif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun