Mohon tunggu...
Rut Sri Wahyuningsih
Rut Sri Wahyuningsih Mohon Tunggu... Penulis - Editor. Redpel Lensamedianews. Admin Fanpage Muslimahtimes

Belajar sepanjang hayat. Kesempurnaan hanya milik Allah swt

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Debt Kolektor Pencabut Utang atau Nyawa?

18 September 2021   23:46 Diperbarui: 18 September 2021   23:54 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: desain pribadi/pixellab

Dilansir dari inews.id, 17 September 2021, Kelompok debt collector terlibat bentrok dengan anggota ormas di Jalan Raya Sukabumi-Bogor, Simpang Jalur, Desa Cibolang Kaler Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, pada Kamis ,16 September 2021, sekitar pukul 14.30 WIB. Kedua belah pihak telah sepakat damai di Mapolres Sukabumi Kota. 

Berawal pada Selasa 14 September 2021, debt collector dari PT PCB menyita satu unit motor Yamaha Aerox milik anggota ormas Garis di Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Pada Kamis 16 September 2021 sekitar 30 orang dari ormas Garis mendatangi tempat nongkrong para debt collector di Jalan Raya Sukabumi-Bogor, Simpang Jalur, Desa Cibolang Kaler Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, tepatnya di warung Bah Bayun. 

Bentrokan pun terjadi. Dua kelompok saling serang menggunakan batu dan balok kayu. Dua orang dari kedua belah pihak terluka. Satu korban luka di kepala belakang, sedangkan korban lain luka di pelipis kiri. Selain itu, bentrokan menyebabkan etalase milik pedagang rusak, kaca-kacanya pecah. Bentrokan itu membuat warga sekitar ketakutan. 

Satreskrim Polres Sukabumi Kota melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan meminta keterangan saksi. Petugas juga memanggil kedua belah pihak untuk bertemu di Mapolres Sukabumi Kota. Dengan difasilitasi oleh Kapolres Sukabumi Kota AKBP Sy Zainal Abidin, akhirnya kedua belah pihak sepakat menyelesaikan masalah secara damai.

Debt kolektor adalah istilah yang digunakan untuk memberi nama bagi petugas penagih utang dari sebuah perusahaan utang. Bukan sembarang utang, tapi utang berbasis riba. Sudah masyhur di Indonesia cerita tentang tagih menagih utang ini, hingga muncul cerita novel yang difilmkan yaitu Siti Nurbaya, seorang gadis Minang nan cantik dan sudah memiliki kekasih, Syamsul Bahri namun harus rela dinikahkan kepada seorang saudagar kaya, tua renta bernama Datuk Maringgih yang diperankan apik oleh aktor senior HIM Damsyik. Demi pelunasan utang kedua orangtuanya. 

Kisahnya memilukan, berhasil memeras airmata jutaan wanita di Indonesia, sehingga benar-benar tak mau punya kisah bertemu jodoh yang mirip dengan kisah Siti Nurbaya. Kemudian kisah-kisah centeng-centeng di Betawi yang jago silat, tugasnya menagih utang, begitu yang punya utang tak bisa membayar atau paling tidak minta pengunduran waktu lagi, apapun yang ada habis, dibakar, di rusak bahkan para wanita diperkosa. 

Mungkin fakta itu memang ada di film, namun sejatinya menunjukkan bahwa kehidupan manusia tak pernah lepas dari jeratan utang. Itulah mengapa Islam memerintahkan ada pengaturan dalam sistem ekonomi, agar harta tak hanya berputar pada satu orang saja. Allah SWT berfirman yang artinya,"Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya" (QS. Al-Hasyr 59 :7).

Atau ayat, " orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)" (QS. Al-Ma'arij70: 24-25). Memang ayat di atas berkaitan dengan harta fa'i, namun, karena Rasulullah pada saat itu adalah kepala negara maka bisa dimaknakan bahwa ini adalah kebijakan bagi negara dan rakyatnya. 

Dalam pandangan Islam, kalaulah harus berutang maka tidak boleh ada tambahannya, sebab sifatnya menolong sehingga haram jika menggantinya dengan akad yang lain. Terlebih lagi utang bukan komoditas, atau bagian dari jual beli. Allahpun menegaskan jika jual beli itu berbeda dengan riba, Allah berfirman yang artinya:" ...Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan  riba..."(Q.S. al-Baqarah: 275).

Maka, ada negara yang berkewajiban memenuhi seluruh kebutuhan rakyat sehingga rakyat bisa produktif tanpa harus berutang, mekanismenya bisa dengan langsung maupun tak langsung. Baik dengan pelayanan melalui pemanfaatan hasil pengelolaan SDA, pengelolaan kepemilikan negara dan umum, maupun dengan i' taul daualah ( pemberian negara). 

Yang hari ini sangatlah sulit diwujudkan. Rakyatlah yang paling banyak mengeluh, karena mereka ditekan dari berbagai sisi, biaya hidup sangat tinggi namun tak berkorelasi dengan peningkatan kesejahteraan, bagaimana tidak, rezim ini doyan utang, bukan sekedar debt kolektor tingkat kabupaten, tapi dunia, atas nama lembaga keuangan dunia. 

Bagian pembayaran bukan dari kantong mereka, tapi dari pajak. Segala rupa kena pajak, semakin hari rakyat terus diedukasi tentang pentingnya membayar pajak, bagian dari bakti kepada negara, cinta tanah air bahkan hingga warga yang baik adalah yang taat pajak. 

Kapitalisme memang meniadakan hukum kepemilikan, selama bisa diupayakan sejumlah modal untuk meraihnya maka jika nyawa bisa dimiliki akan dibeli. Maka bisa dibayangkan, ratusan hektar hutan, bermil-mil luas lautan, kandungan kekayaan mineral, di atasnya kekayaan hayati tak satupun bisa dinikmati oleh rakyat Indonesia, semua dibeli atas nama investasi. 

Sedangkan dalam Islam mengenal adanya hak kepemilikan individu, negara dan umum, yang masing-masing tidak boleh dilanggar sebab urusannya dengan halal haram yang ditetapkan syariat. Hal ini untuk menghindari dominasi, karena sejatinya negaralah yang punya kewajiban mengurusi urusan rakyat, tanpa ada perkecualian. Jika dikatakan sesuatu itu milik umum, maka haram menjadikannya kepemilikan individu sekalipun hartanya sebanyak air di lautan. 

Berutang juga sangat dipengaruhi oleh pola pikir, jika landasannya sekuler, memisahkan agama dari kehidupan , maka otomatis perilakunya akan berkiblat pada gaya hidup hedonis, liberalis yang tak mau dibatasi oleh aturan, hingga makna kebahagiaan adalah sebanyak mungkin memenuhi kepuasan jasadiyahnya. Lupa bahwa tumpukan harta tak mampu menebus diri ketika terkatagori menentang syariat baik lisan maupun dzahir lainnya. 

Utang hari ini lebih kepada gaya hidup, menggeser sikap qonaah ( cukup). Kalau gak kredit ( utang yang berbunga) gak punya rumah, gak punya mobil, gak punya kendaraan, gak sama dengan tetangga, nanti dibully kalau di sebuah komunitas berbeda sendiri dan lainnya. Padahal setiap utang harus dibayar dan utang dengan tambahan riba seringkali nilainya jadi fantastis dibanding saat awal mengambilnya. 

Dan faktanya memang beda tipis antara mereka yang berutang karena kebutuhan atau gaya hidup, semua menuju pada akar persoalan yang satu yaitu tidak ada periayaan negara, sehingga sejahtera tak terwujud sedang ketidakadilan justru merajalela, bagaimana seorang anggota dewan bisa bergelimang harta, seorang pemusik bisa menjadi komisaris utama, seorang youtuber bisa monetisasi konten-kontennya meski seringnya malah meracuni pemikiran umat karena asal konten tanpa batasan syariat, korupsi menggurita, pelaku seks bebas berkeliaran dan tetap berkibar namanya di jagad medsos. 

Di saat yang sama rakyat mati karena lapar, bunuh diri karena putus asa, kehilangan nyawa karena tak mampu bayar utang , menjual istri untuk menafkahi keluarga dan lainnya. Tak inginkan keluar dari kubangan penderitaan dan kenistaan ini? Bukankah rezeki, ajal dan jodoh ada di tangan Allah, namun kausalitas sebab akibat tetap harus kita perhatikan, jika kita terus menerus jauh dari syariat bahkan menolaknya, bukannya itu penghianatan yang nyata, naudzubillah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun