Mohon tunggu...
Rut Sri Wahyuningsih
Rut Sri Wahyuningsih Mohon Tunggu... Penulis - Editor. Redpel Lensamedianews. Admin Fanpage Muslimahtimes

Belajar sepanjang hayat. Kesempurnaan hanya milik Allah swt

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Bukan Siapa yang Memimpin, tapi dengan Apa Memimpin?

28 Februari 2021   22:11 Diperbarui: 28 Februari 2021   22:34 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bupati baru Kendal Dico Mahtado Ganinduto. Foto: desain pribadi


Viral di media sosial, Kendal memiliki bupati muda, lulusan Amerika dan memiliki harta hingga Rp7,71 miliar. Adalah Dico Ganinduto, bernama lengkap Dico Mahtado Ganinduto, politisi muda Partai Golkar itu lahir di Jakarta 19 Februari 1990. Selain dikenal sebagai politisi, Dico juga merupakan seorang pengusaha sukses yang bergerak di bidang pertambangan. Suami dari artis Caca Frederika (republika.co.id, 27/2/2021).

Media mengumbar deretan daftar prestasi yang ia miliki dalam berpolitik. Sekaligus kekayaan yang ia miliki berupa barang tak bergerak yang tentu membuat siapapun berdecak kagum. Namun sebenarnya apa hubungan kekayaan yang ia miliki dengan amanah kekuasaan yang ada padanya? Mengapa media begitu mengekspos, seakan ia adalah harapan baru.

Apakah kekayaannya akan ia hibahkan semua ke negara sebagaimana Abu Bakar? Ketika Abu Bakar diangkat menjadi khalifah, kekayaannya mencapai 40 ribu dirham jika dikurskan dengan rupiah saat ini, 1 Dirham Uni Emirat Arab sama dengan 3.902,99 Rupiah Indonesia. Atau sebesar 156. 120. 000 rupiah, nilai yang sangat besar saat itu.

Kekayaan itu seluruhnya didedikasikan bagi perjuangan Islam. Soal ini, sejarawan Kristen Mesir, Jurji Zeidan, punya komentar menarik. Katanya, "Zaman khalifah-khalifah yang alim adalah merupakan keemasan Islam. Khalifah-khalifah itu terkenal karena kesederhanaan, kejujuran, kealiman, dan keadilannya. Ketika Abu Bakar masuk Islam, ia memiliki 40.000 dirham, jumlah yang sangat besar waktu itu, akan tetapi ia habiskan semua, termasuk uang yang diperolehnya dari perdagangan demi memajukan agama Islam.

Ketika wafat, tidaklah ia mempunyai apa-apa kecuali uang satu dinar. Ia biasa jalan kaki ke rumahnya maupun kantornya. Jarang terlihat dia menunggang kuda..." Keikhlasannya yang luar biasa demi kemakmuran rakyat dan agamanya itu.

Masih menurut Jurji, sampai-sampai menjelang wafatnya, Abu Bakar memerintahkan keluarganya untuk menjual sebidang tanah miliknya dan hasilnya dikembalikan ke masyarakat sebesar jumlah uang yang telah ia ambil dari rakyatnya itu sebagai honorarium, dan selebihnya agar diberikan kepada baitul maal wat Tamwil, lembaga keuangan negara (republika.co.id).

Narasi yang digencarkan media memang akhirnya menjebak, akhirnya pendapat masyarakat akan beralih pada materi yang dimiliki oleh seorang pemimpin , bukan dengan apa ia memimpin. Terutama lulusan Amerika, apakah itu menjamin akan lebih baik dari bupati sebelumnya?

Dalam Islam bupati adalah hierarki kekuasaan terendah, yang disebut Amil, wilayah kekuasaannya disebut Umalah. Maka ia tak boleh dijabat oleh perempuan. Sebagaimana sabda Rasulullah "Tatkala ada berita sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa bangsa Persia mengangkat putri Kisro (gelar raja Persia dahulu) menjadi raja, beliau shallallahu 'alaihi wa sallam lantas bersabda, " Suatu kaum itu tidak akan bahagia apabila mereka menyerahkan kepemimpinan mereka kepada wanita".(HR. Bukhari no. 4425).

Demikian pula syariat menetapkan bagi seorang pemimpin wajib memimpin rakyatnya sebagaimana an-Nisa:59 yang artinya:

"Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian".

Ada pemahaman jika beda pendapat maka kembalikan kepada Alquran dan As-sunnah. Sementara hari ini perbedaan itu kian nampak sebab pemimpin baru ini tidak akan keluar dari pakem demokrasi sebagai sistem politik. Lantas, jika ia tak sesuai dengan kriteria syariat, bisakah disebut pemimpin yang dirindukan rakyat?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun