Semakin tua semakin bijak dan semakin tentram hatinya. BUT, this is not the case for the (never) emerging metropolitan city, Jakarta. Di ulang tahunnya yang ke 482, Jakarta malah terkesan semakin tidak ramah bagi penghuninya.
Salah satu indikator nyaman atau tidaknya sebuah kota (besar) adalah tersedianya ruang terbuka hijau (RTH) yang mencukupi bagi pemenuhan aspek kesehatan lingkungan (paru-paru kota dan daerah resapan air), rekreasi, dan estetika. Apa saja komponen RTH?
Ruang terbuka hijau sebagai "paru-paru kota" bisa berupa taman kota, hutan kota, lapangan olahraga, kuburan, jalur hijau (jalan, bantaran rel kereta api, dan jalur tegangan tinggi), dan jalur biru (bantaran sungai, danau, waduk, situ, rawa-rawa, empang, pantai), yang bisa membuat lingkungan kota sehat (Kompas Media Cetak).
Kutipan dari kantor berita Antara menyebutkan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menargetkan memiliki Ruang Terbuka Hijau (RTH) seluas 13,9 persen wilayah Jakarta, sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2010 (Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI, Ery Basworo, Jakarta, Senin 14 Juni 2009).
Dari target itu, Dinas Pertamanan dan Pemakaman baru memenuhi sebesar 9,6 persen RTH di kota Jakarta atau seluas 665 kilometer persegi. Sisanya sekitar empat persen lagi.
Namun, untuk memenuhi yang empat persen itu memang diakui tidak mudah. Jika empat persen yang belum terpenuhi berarti luasnya sama dengan 24 kali luas Monumen Nasional (Monas).
Kekurangan atas ruang RTH tersebut rencananya (dan sedang dilaksanakan) akan disiasati dengan pembuatan taman di sekitar perumahan. Tahun 2007 Jakarta Selatan berencana menambah empat RTH seluas 3500 meter persegi dan akan dibangun di pemukiman padat penduduk (Kutipan dari Tempointeraktif).
Tapi cukupkah dengan tindakan ini saja Pemda Jakarta berusaha membuat rumah tinggalnya semakin nyaman dan beradab?
Mari sedikit bicara statistik. Penyebab dari pencemaran udara di Jakarta sekitar 80 persen berasal dari sektor transportasi dan 20 persen dari industri serta limbah domestik.
Sementara, emisi karbon akibat deforestasi dan degradasi hutan sebesar 20 persen. Berdasarkan data yang ada, total estimasi polutan CO2 yang diestimasikan dari seluruh aktivitas di Kota Jakarta adalah 686,864 ton per tahun atau 48,6 persen dari jumlah emisi lima polutan.