Mohon tunggu...
aris moza
aris moza Mohon Tunggu... Guru - menekuni dunia pendidikan sebab aku percaya dari sanalah mulanya segala keberhasilan itu bermula

seorang yang lantang lantung mencari arti dan makna dalam setiap langkah kecilnya. lalu bermimpi menjadi orang yang dikenal melalui karya-karyanya, bukan rupa, bukan harta, bukan panggkat atau jabatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dari Keduanya Tidak Patut Dijadikan Tokoh Kebinekaan

17 Mei 2017   08:02 Diperbarui: 17 Mei 2017   08:44 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

dari keduanya baik yang berada di sel tahanan ataupun yang berada di luar negri, tidak patut dijadikan simbol kebinekaan, bagaimana mungkin kebinekaan bisa disimbolkan oleh kedua tokoh yang sama-sama tidak mampu menjaga ucapannya. padahal dari sanalah segala pertikaian muncul. 

berahirnya pilgub DKI Jakarta yang menguras energi di seluruh elemen bangsa ini, ternyata membawa dampak lanjutan. pertentangan dua kubu pasca jatuhnya vonis Ahok pun semakin mengakar, Indonesia menjadi terus panas oleh ujaran kebencian dan keberpihakan pada kelompok masing-masing.

kejadian pilgub DKI dan kasus penistaan Agama yang dilakukan oleh Ahok tidak bisa dipisahkan ini, karena toh mau diakui atau tidak nyatanya kasus tersebut menyeret dalam ranah kampanye. dari hasil pilgub dan penistaan agama maka munculah aksi yang berjilid-jilid serta kampanye yang bernuansa sara. padahal unusr sara tidak boleh diawa ke pusaran politik, tetapi apa boleh buat hal itu telah terjadi, maka tugas kita selanjutnya untuk mengambil pelajaran ini, agar dikemudian hari masyarakat semakin dewasa dalam menyikapi demokrasi.

dari kejadian diatas pulalah jargon merawat kebinekaan muncul, seolah satu pihak tidak berbineka dan sepihak lagi pembela kebinekaan, menjadi lucu sebenarnya, masalah kebinekaan disangkutkan dengan kasus-kasus di atas, toh kasus diatas meskipun sudah mewabah secara nasional sebenarnya tidak ada sangkutpautnya dengan kebinekaan, pilkada dan hukum dari keduanya telah ada undang-undangnya. maka mengklaim diri sebagai orang yang paling berbineka menurut hemat saya sangat tidak etis, hal itu justru akan semakin memisahkan jurang perbedaan. sebab seolah yang satu tidak berbineka. dampaknya tentu akan selalu mendapatkan sikap sinis.

lalu persteruan dua kelompok yang saling mengklaim paling benar, inilah justru biang perpecahan meskipun muncul dari hasil pilkada dan pilkada sudah usai nyatanya perseteruan ini tidak selesai begitu saja. saya merasa dari tokoh-tokoh yang sedang menjadi simbol perjuangan mereka masing-masing tidak ada yang pantas menjdi figur kebinekaan, baik yang sedang dipenjara ataupun yang sedang jalan-jalan di luar negri. 

meskipun kubu mereka masing- masking mengklaim sedang berjuang untuk NKRI menerut saya itu yang justru memperpecah NKRI, 

triak Islam damai, tapi masih menghujat, teriak merawat kebinekaan tapi menghadiri acara RT saja tidak pernah, lalu dimana damainya dan merawatnya.

seharusnya mereka yang bertikai belajar bagaimana hidup dalam sebuah perbedaan, belajar dari sejarah leluhur kita, tidak usah melihat yang di sebrang barat atau timur, kita belajar dari tanah air kita sendiri.

semoga kejadian ini, adalah bagian pendewasaan bernegara bagi warga republik ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun