Mohon tunggu...
aris moza
aris moza Mohon Tunggu... Guru - menekuni dunia pendidikan sebab aku percaya dari sanalah mulanya segala keberhasilan itu bermula

seorang yang lantang lantung mencari arti dan makna dalam setiap langkah kecilnya. lalu bermimpi menjadi orang yang dikenal melalui karya-karyanya, bukan rupa, bukan harta, bukan panggkat atau jabatan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menawar Dagangan

24 November 2020   07:51 Diperbarui: 24 November 2020   07:55 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam dunia transaksi jual beli. Tawar menawar adalah hal yang biasa terjadi. Apalagi transaksi di pasar tradisional gaung suara saling tawar menawar berdengung bagaikan suara koloni lebah.

Tidak ada yang salah tentang proses tawar menawar. Selama hal itu saling menguntungkan dan tidak ada pemaksaan, semua itu sah-sah saja.

Terkadang kita merasa terpuaskan. Ketika berhasil melakukan tawaran dengan nilai transaksi serendah-rendahnya. Lalu pernahkah kita berpikir, kenapa kita musti menawar serendah-rendahnya?

Sepintas kita telah menuduh pedagang telah melakukan kecurangan dengan mengambil keuntungan yang berlipat-lipat. Sehingga kita perlu meneken dengan tawaran semurah-murahnya. Lalu ketika kita berhasil menawarnya, kita merasaenang mengalahkan pedangang.

Padahal barang-barang yang dibelipun bukanlah barang-barang istimewa atau mahal atau hanya seiket sayuran. Keuntungannya yang tidak seberapa itu harus ditawar dengan harga serendah-rendahnya. 

Okelah pedagang itu masih mendapatkan keuntungan, tapi berapa sih keuntungannya? ah harusnya untung 3Rb jadi untung 1Rb karena kerewelan pembeli.

Saya pernah mengalami menjadi pembeli yang terlalu gegabah, menawar harga. Seolah tidak peduli dengan penjualnya.

Waktu saya ditugasi bekerja di wilayah Kuningan Jakarta Selatan sekitar tahun 2015. Saat pulang kerja dan melintasi JPO ada seorang Nenek sedang berjualan peyek.

Karena kebutulan sudah lama tidak menikmati renyahnya peyek, Saya pun membelinya. "ini berapaan" kataku. Lalu nenek pedagang menjawab "2 Bungkus 15rb Nak" sambil tersenyum menyodorkan 2 bungkus peyek. singkatnya Saya menawar peyek itu jadi 10rb dan Nenek menerimanya, dan kuserahkan uang lembaran 10rb.

Sesampainya di Kost, ada perasaan mengganjal dihati. Kenapa saya harus menawar dagangan Nenek-nenek itu, termenung memikirkannya. Menyadari sebuah prilaku aroganisme dalam diri, merasa superior ketika menjadi seorang pembeli. Mungkin karena saking melekatnya konsep pembeli adalah raja. Padhal dengan kasat mata saja sudah bisa dilihat keuntungan dari penjualan peyek.

Aku begitu mudah menawar harga, kepada orang tua, pedangang keliling yang bisa jadi  sangat mengharapkan dibeli.  Padahal ketika, Aku membeli makanan di cafe atau Mall. Tidak terbesit pikiran untuk menawar. Terima saja, bayar cash tanpa berpikir makanan itu terasa lebih mahal.

Perilaku seperti ini bisa jadi bukan hanya saya yang pernah melakukannnya. Mereka yang sedang berusaha dengan menjalankan dagangannya dengan berkeliling, kadang mengalah hanya karena ingin dagangannya laku di beli, karena di belakanhnya ada yang harus di nafkahi.

Semoga kita bisa lebih berempati kepada para pedagang asongan, sayur keliling, pedangang kaki lima. Dengan tidak menawar harga secara berlebihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun