Mohon tunggu...
Jefry Go
Jefry Go Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Learning by Reading & Learning by Writing

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Meracik Bisnis Warkop ala Wahyu Triatmojo

14 Maret 2016   10:42 Diperbarui: 14 Maret 2016   16:08 985
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Tampak depan Warkop Tekape"][/caption]Kegemaran Wahyu Triatmojo mencicipi beragam cita rasa kopi ternyata membawanya masuk lebih jauh ke dunia usaha. Berbekal pengalaman dan referensi itulah, dia akhirnya memutuskan membuka warung kopi (warkop) Tekape yang mulai beroperasi pada 31 Desember 2015.

Dijumpai di sela-sela kesibukannya, Wahyu bersedia berbagi cerita perihal bisnis yang digelutinya. Hingga kini, ayah satu anak itu masih aktif tercatat sebagai karyawan Bagian Humas Pemkot Surabaya. Suatu saat, Wahyu bertugas meliput kegiatan Penjabat Wali Kota Surabaya Nurwiyatno di Jakarta. Selama perjalanan dalam pesawat, dia menyaksikan film Filosofi Kopi. Film yang dibintangi Chicco Jerikho, Rio Dewanto serta Julie Estelle itu tampaknya mampu menggugah semangat suami Cindy Tyas Paramita untuk memulai usaha berbasis kopi.

Setelah mendapat rumah kontrakan di daerah Tambak Rejo, Waru, Sidoarjo (perbatasan dengan Surabaya), Wahyu ‘menyulapnya’ menjadi warkop. Rumah tersebut berukuran 7x20 meter. Bagian depan rumah seluas 7x10 meter difungsikan sebagai warkop. Sedangkan bagian belakang menjadi tempat tinggal Wahyu bersama keluarganya. Dengan menempati lahan di rumah sendiri, setidaknya Wahyu tak perlu khawatir bakal digusur Satpol PP.

Penghobi renang dan hiking ini memberi nama warkopnya: Tekape. Dikatakan Wahyu, nama tersebut tidak mengandung filosofi apa pun. “Saya hanya mengambil istilah yang sudah sering diucapkan orang. Biasanya kalau orang janjian itu bilangnya saya sudah di Tekape. Makanya, saya pakai nama itu,” terangnya.

[caption caption="Wahyu Triatmojo saat melayani pengunjung warkop Tekape miliknya"]

[/caption]Selanjutnya, alumnus Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Surabaya (Stikosa) AWS ini ‘berburu’ kopi yang paling pas untuk warungnya. Dalam menentukan jenis kopi, Wahyu tak ingin sembarangan. Sejak awal, dia bertekad ingin menyajikan kopi yang enak dan berkualitas, namun tetap berstandar warkop. Akhirnya, pilihan Wahyu jatuh pada jenis kopi robusta. Untuk jenis kopi ini, Wahyu punya dua pilihan, yakni berupa biji kopi dan kopi racikan. Biji kopi robusta didatangkan dari wilayah Malang, tepatnya Dampit. Sementara, untuk kopi racikan berasal dari Gresik. Tentunya, Tekape  juga menyediakan kopi dalam bentuk sachet. Tak ketinggalan, nasi bungkus, aneka gorengan, ketan berbagai rasa serta mie instan selalu setia ‘menyapa’ pengunjung Tekape.

Dalam hal penyajian kopi, Tekape menawarkan dua pilihan. Pertama, kopi dan gula diletakkan dalam gelas kemudian diseduh dengan air panas. Opsi lainnya, kopi, gula dan air ditempatkan dalam satu wadah besar kemudian direbus hingga mendidih. Setelah mendidih, lantas disaring dan disajikan. Kopi ini dikenal dengan istilah kopi kothok.

Perjalanan karir Wahyu di dunia per-warkop-an ternyata penuh liku. Pada 2004, pria kelahiran Surabaya 24 Februari 1984 ini sejatinya pernah membuka sebuah warkop bersama teman kuliahnya. Namun, karena sepi plus tidak dikelola secara serius, akhirnya bisnis itu terpaksa ‘gulung tikar’. Padahal, lokasi warkop yang lama tak beda jauh dari warkop Tekape yang kini dikelola Wahyu, alias masih satu area.

Menurut dia, dinamika masyarakat terhadap warkop sudah jauh berbeda. “Kalau waktu dulu, orang ngopi itu karena kebutuhan. Sekarang, ngopi atau nongkrong sudah menjadi gaya hidup,” ujar penggemar klub sepakbola Juventus ini.

Oleh karenanya, meski membuka warkop di lokasi yang hampir sama, namun respon masyarakat sudah berbeda. Warkop kini menjadi lebih ramai karena orang tidak hanya memanfaatkan warkop untuk menyeruput kopi, melainkan juga sebagai tempat interaksi sosial.

Berdasar pengamatan Wahyu, Tekape punya segmentasi pelanggan tersendiri. Yakni, mayoritas berasal dari kalangan buruh. Hal ini dikarenakan lokasi Tekape memang berdekatan dengan pabrik-pabrik dalam kawasan industri. Wahyu menceritakan, pernah suatu ketika dia didatangi pengurus organisasi buruh yang membutuhkan tempat rapat. Karena dirasa cukup luas dan suasana cukup nyaman, maka Tekape dipilih sebagai venue. Kebiasaan dipakai sebagai tempat rapat para buruh pun berlanjut hingga sekarang. Hal itu tentunya mendatangkan keberkahan tersendiri bagi Tekape.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun