Mohon tunggu...
Jeffry Papare
Jeffry Papare Mohon Tunggu... Buruh - The Commen

Vox Populi Vox Dei

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tinjauan Refleksi Paradigma Papuaku, Papuamu, Papua kita

22 Juli 2020   23:16 Diperbarui: 22 Juli 2020   23:38 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika kita mencoba untuk melihat dan berefleksi tentang pengalaman pribadi kita sendiri tidak akan pernah sama dengan pengalaman orang lain. Dengan demikian, kita justru harus merasa bangga dengan pikiran-pikiran sendiri yang berbeda dari pemikiran orang lain. Dari kenyataan itulah, bahwa "Papua" yang dipikirkan oleh setiap individu, baik itu yang dipikirkan oleh orang Papua ataupun orang non Papua adalah sesuatu yang khas, yang dapat disebutkan sebagai "Papua Ku".

Hingga karenanya watak perorangan seperti itu patut dipahami sebagai cara pandang berdasarkan apa yang dirasakan, apa yang dilihat dan apa yang di dengar secara pribadi-pribadi, yang patut diketahui orang lain tanpa memiliki kekuatan pemaksa. Kalau pandangan ini dipaksakan juga, akan terjadi dislokasi pada diri orang lain, yang justru akan membunuh keindahan semula dari pandangannya sendiri.

Dalam berbeda pandangan, orang sering memaksakan kehendak dan menganggap pandangan yang dikemukakannya sebagai satu-satunya yang paling benar dan terbaik, dan karenanya ingin dipaksakan kepada orang lain. Cara seperti ini tidaklah rasional, walaupun kandungan isinya sangat rasional. Namun kebenarannya baru akan terbukti jika hal-hal rasional itu benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata.

Semenjak Indonesia memproklamasikan kemerdekaanya pada tanggal 17 Agustus 1945, semenjak itulah Bung Karno telah melihat jauh ke depan bahwa bekas wilayah-wilayah jajahan Hindia-Belanda harus masuk menjadi bagian dari NKRI. Papua menjadi salah satu wilayah yang di perjuangkan untuk masuk ke dalam NKRI, karena adanya pendudukan Belanda di tanah Papua. 

Akhirnya pada tahun 1969, PEPERA yang dilakukan menyatakan bahwa PAPUA menjadi bagian dari NKRI. Memang terkadang sesuatu yang bagi orang lain dipandang irasional, bisa menjadi rasional bagi kelompok yang lain, dengan dalih dan alasan-alasan sejarah yang ada. Sehingga penghormatan terhadapnya ditentukan oleh banyaknya orang yang melakukannya sebagai keharusan dan kebenaran dari sebuah sejarah. Inilah yang saya maksudkan dengan "Papua Mu". Yaitu pandangan yang tidak irrasional itu menjadi sangat rasional karena faktor sejarah dan faktor geopolitik.

Sementara itu, dalam melihat nasib Papua dikemudian hari, kita sampai pada keharusan-keharusan rasional untuk dilaksanakan ataupun dijauhi. Banyak masyarakat Papua tidak memperoleh predikat sebagai "warga negara Indonesia yang baik", karena mereka kurang, bahkan terkesan tidak pernah peduli untuk memikirkan masa depan Indonesia. 

Masyarakat Papua yang kurang sempurna dalam menjalankan kewajibannya sebagai warga negara Indonesia yang baik sering dianggap sebagai "masyarakat Papua yang baik", hanya karena mereka-mereka ini sering menyatakan pikiran-pikiran tentang masa depan Papua. Walaupun banyak diantara mereka yang akhirnya harus mendekam dalam tahanan sebagai tahanan politik negara, karena negara menganggap mereka sebagai pembangkang, Negara juga menganggap mereka sebagai warga negara Indonesia yang tidak bertanggung jawab terhadap negaranya.

Pandangan yang mementingkan masa depan Indonesia secara umum bersama dengan masa depan Papua secara khusus, inilah yang dimaksudkan dengan "Papua Kita". Papua Kita dirumuskan, karena perumusnya merasa prihatin dengan masa depan wilayah tersebut, sehingga keprihatinan itu sendiri mengacu kepada kepentingan bersama masyarakat Indonesia umumnya dan masyarakat Papua secara khusus. 

Suatu kesimpulan dalam "Papua Kita" ini mencakup "Papua ku" dan "Papua mu", karena Papua Ku berwatak umum dan menyangkut nasib masyarakat Indonesia seluruhnya yang didalamnya juga termasuk masyarakat Papua, dimanapun mereka berada.

Kesulitan dalam merumuskan pandangan "Papua Kita" itu jelas tampak nyata di depan mata. Bukankah pengalaman yang membentuk "Papua Ku" itu berbeda isi dan bentuknya dari "Papua Mu", yang membuat sulitnya merumuskan "Papua Kita"? Di sini, terdapat kecenderungan "Papua Kita" yang hendak dipaksakan oleh negara, dengan wewenang akan segala sesuatu dipegang Negara, sebagai satu-satunya institusi tertinggi yang memiliki kekuasaan sebagai pemaksa dalam menjalankan pemerintahan. Jelas, pemaksaan kehendak dalam bentuk pemaksaan wewenang itu bertentangan dengan demokrasi. 

Dengan sendirinya, hal itu ditolak oleh mayoritas masyarakat Papua. Pemaksaan kehendak itu sering diwujudkan dalam apa yang dinamakan "Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri" yang hendak dipaksakan untuk membentuk secara paksa "Papua Kita" tersebut. Karenanya, kalau kita ingin memajukan "Papua Ku" maupun "Papua Mu", yang harus dikerjakan adalah menghilangkan segala sesuatu yang dijadikan sebagai penghambat dalam pembangunan di Papua. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun