Mohon tunggu...
Jeffry Kurniawan
Jeffry Kurniawan Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pecandu Ilmu

Learn history, use history, make history.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tatkala Pengabdian Dianggap Remeh, Peter Carey Mengajarkan Urip Iku Urub

5 Agustus 2020   17:58 Diperbarui: 5 Agustus 2020   18:13 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertemuannya dengan Pangeran Diponegoro berawal saat Peter Carey melanjutkan pendidikan di Universitas Cornell, Upstate New York, Amerika Serikat pada tahun 1969-1970. Pada saat mendalami Bahasa Belanda, Peter Carey membaca tulisannya De Graaf mengenai Perang Jawa dan menemukan sketsa Mayor F.V.H.A Ridder de Stuers tahun 1792-1881. Gambar ini memperlihatkan sosok yang muram dan sedikit membungkuk di atas punggung kuda dengan jubah putih dan surban sebagai ciri khasnya. Pakaian prang sabil yang dipakai selama lima tahun berjuang melawan Belanda yang dikenal sebagai perang Jawa (hal 23).

Dari hal inilah, Peter Carey memutuskan untuk meneliti Pangeran Diponegoro. Penelitian lebih dari 40 tahun ini menghasilkan maha karya berjudul The Power of Prophecy: Prince Dipanegara and The End of an Old Order in Java, 1785-1855 yang diterbitkan oleh KITLV Press pada tahun 2007 dengan ketebalan lebih dari 970 halaman dengan 2.260 catatan kaki. Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan judul Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa 1785-1826 sebanyak 3 jilid pada tahun 2012 oleh Kepustakaan Popular Gramedia.

Dalam rangka menyambut usia ke 70 tahun, sebagai penghargaan atas dedikasi, loyalitas dan kecintaannya Peter Carey terhadap sejarah bangsa Indonesia. FX Domini BB Hera selaku editor festschrift menghimpun sejumlah 22 sejarawan, seniman, dan budayawan untuk bekerjasama menulis dan menerbitkan ke dalam satu festschrift yang berjudul Urip iku Urup: Untaian Persembahan 70 Tahun Profesor Peter Carey yang diterbitkan oleh penerbit buku Kompas pada tahun 2019.

Pengambilan judul Urip Iku Urub (hidup itu menyala, hidup itu hendaknya memberi manfaat bagi sesama) ini dirasa mencerminkan perjalanan hidup Peter Carey yang sangat bermanfaat baik di bidang akademis ataupun perannya sebagai aktivis kemanusiaan. Buku ini terdiri 24 bab yang di bagi menjadi 5 bagian utama meliputi a) Peter Carey Dalam Refleksi, b) Perang Jawa, Sumber Inspirasi Kreasi Seni, c) Tatanan Lama Jawa, d) Lima Tahun yang Mengubah Segalanya, e) Pasca Keruntuhan Tatanan Lama Jawa.

Pembeda festschrift Urip Iku Urub dengan karya-karya Peter Carey yang lain adalah proses dibalik layar yang ditonjolkan sehingga pembaca karya-karya Peter Carey akan mengetahui perjalanan hidup, perjalanan penelitian dan penghormatan dari teman-teman seperjuangan yang mendukung dan terbantu dengan kehadiran penelitian Peter Carey. Hal yang menarik dari festschrift ini selain membahas biografi Peter Carey dan karyanya adalah keragaman sudut pandang setiap penulis pada setiap bab buku ini. FX Domini BB Hera juga memberikan porsi kepada sejarawan perempuan untuk memberikan sumbangsih tulisan dalam festschrift ini. Di sini hanya menjelaskan beberapa bagian dari buku yang dirasa memuat hal baru bagi penulis. Unsur subyektifitas dalam resensi ini cukup tinggi namun tidak mengurangi esensi. Selain itu ada kedekatan emosional dan kedekatan intelektual dalam memilih bagian isi buku.

Daya Negeri Wijaya selaku dosen sejarah di Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang menggebrak dengan pendekatan baru dalam historiografi atau penulisan sejarah. Selama ini kita ketahui bersama bahwa sejarah kolonial selalu ditempatkan sebagai narasi yang mengerikan. Di sini Daya menggunakan teori kooperatifnya Robinson sebagai pisau analisis dimana dia mengusulkan gagasan kolaborasi daripada kerjasama untuk menjelaskan pembentukan penjajahan di dunia. Kolaborasi sebagai mekanisme untuk membangun tipe pengaturan politik tertentu di dunia baru sehingga keadaan ekonomi dapat berkembang di daerah koloninya (hal 311). 

Hasilnya pada konteks kerjasama penaklukan Inggris atas Jawa, para agen kolonial bekerjasama dengan elit yang berseberangan dengan penguasa istana. Selain itu, mereka memiliki koneksi dengan kapitan Tionghoa yang menopang logistik dan menyediakkan tangga dalam penyerbuan ke keraton Yogyakarta. Jika dilihat dari perspektif Raffles, mekanisme kerjasama sosial yang dijalankan secara tidak langsung menguatkan eksistensi kekuasaan.

Komikus Aji Prasetyo menceritakan awal pertemuannya dengan Peter Carey dan ikut menemani napak tilas ke makam Ronggo III yang semua kisahnya dikemas dalam bentuk komik. Hal menarik dari karya Aji ini, berkisah banyak orang-orang terkaget-kaget dan terheran-terheran tatkala bertemu dengan Peter Carey seorang bule yang fasih berbahasa Jawa dan lebih "Njawani" daripada orang Jawa sendiri. Selanjutnya, hal yang paling menyentuh adalah kesaksian dari Ki Roni Sodewo dimana Ki Roni menceritakan bagaimana perjuangan Peter Carey dalam melakukan penelitian hingga menyatukan semua keturunan Diponegoro yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Terakhir, Prof. Dr. Hermanu Joebagio, M. Pd dosen sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta membahas tentang perang Jawa dalam pembelajaran sejarah dimana paradigma kontruktivis sosio-kultural Vygotsky dapat memberi kesempatan guru sejarah untuk mengembangkan pembelajaran secara kritis. K13 sudah memberi acuan yang sama sehingga para guru dapat merancang perang Jawa dengan basis enrichment (pengayaan) yang dilakukan untuk mengeksplorasi nilai-nilai humanitarian serta menumbuhkan nilai-nilai harmoni dan kesadaran terhadap identitas sebagai bangsa Indonesia. Dengan demikian, landasan paradigma ini menjadi kekuatan membentuk relasi harmonis kebhinekaan Indonesia (Hal 396).

Festschrift ini seperti air yang keluar dari padang pasir yang memberi kesejukan di tengah suhu politik yang memanas. Festschrift ini mengajak kita untuk mengingat kembali perjalanan sejarah bangsa Indonesia dimana sebuah bangsa yang lupa atau lebih buruk mengubah kembali sejarahnya akan menghadapi beberapa bahaya (Hal 68). Selain itu, festschrift ini mengajak kita untuk merenungi arti sebuah pengabdian tatkala pengabdian dianggap hal yang remeh ditengah kapitalisme global yang serba materialis ini dan bagaimana cara sejarawan bekerja dalam suatu masyarakat yang tidak menghargai dan buta sejarah? Di titik inilah Peter Carey memberikan keteladanan.

Sistematika festschrift ini sangat rapi dimana setiap bab disusun secara terstruktur sehingga memudahkan pembaca dalam mengikuti alur pemikiran festschrift ini. Selain itu, penulis di setiap bab buku ini menampilkan ide unik, menyegarkan, mendalam, data yang kredibel, dan bahasa yang mudah dipahami sehingga dengan membaca festschrift ini dapat mengetahui siapa itu Peter Carey, Perang Jawa, dan Pangeran Diponegoro serta dampaknya. Buku ini cocok di baca dari berbagai kalangan mulai dari akademisi maupun non akademisi, baik dari anak muda hingga orang tua terutama bagi pecinta sejarah Jawa. Namun dengan ketebalan xi + 568 halaman ini akan membutuhkan waktu relatif lama dan ketekunan dalam membacanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun