Mohon tunggu...
Jeff Sinaga
Jeff Sinaga Mohon Tunggu... Guru - Suka menulis, olahraga dan berpikir

pendidik, ju-jitsan, learn to stay humble and live to give good impact. :-) follow twitter: @Jef7naga

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Belajar dari Kaos Kaki

30 Oktober 2014   06:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:12 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu lalu mesin air kami rusak, teknisinya tak kunjung mau memperbaiki meskipun sudah diberitahu. Jadi daripada terus-terusan numpang mandi, akhirnya kami putuskan untuk menarik selang saluran air lain yang tujuannya ke bak utama, dipindah ke bak mandi kami. Meskipun dengan sedikit perdebatan kecil, akhirnya deal kalau selang tersebut takkan dipindah-pindah lagi ke bak utama.

Namun yang menjadi kendala selanjutnya adalah air yang keluar dari selang tersebut selalu saja kotor, air mengalir dengan lumpur dan lumut. Ternyata memang selangnya sudah lumutan. Jadi setiap kali air masuk bak, otomatis air keruh dan bak jadinya kotor. Cara terbaik yang terpikir saat itu adalah melapis moncong selang dengan kain. Pada saat itu yang bisa diberdayakan adalah kaos kaki (teringat waktu di pulau). Setelah kain pertama dilapis, kemudian dilapis lagi dengan kaos kaki yang totalnya dua lapis. Jadi, air mengalir dengan jernih tanpa lumut dan lumpur.

Dengan demikian bak mandi pun tak lagi kotor. Tetapi memang ada saja orang yang kurang memahami fungsi dari kaos kaki tersebut. Beberapa kali saya temukan kaos kaki yang jadi penyaring air tersebut dilepas (entah siapa) walau saya sudah mulai marah dan ingin mempertanyakan alasan si orang tersebut melepasnya. Dengan dilepasnya kaos kaki tersebut maka pelapis selang hanya satu kain dengan serat tipis dan perbandingan daya semprot air yang cukup deras, maka jelas tak mampu menyaring lumut dan lumpur secara maksimal. Sambil menuturkan bahasa yang keras saya pun mengambil kaos kaki tadi dan melapisnya kembali menjadi beberapa lapisan.

“bila tak sanggup membangun dan berkontribusi, ya setidaknya jangan mengganggu apa yang baik yang sudah dibuat orang”, kataku dalam hati. Tak habis pikir memang dangkalnya orang yang melepas saringan kaos kaki pelapis selang tersebut. Bila merasa jijik, well beri saran atau sumbangkan kain yang lebih bagus dari itu. Pun toh kaos kaki tersebut sudah bersih dan higines (menurut iklan deterjen). Lagi bila lebih merasa terganggu dengan pandangan kaos kaki tersebut, coba pikirkan kembali manfaatnya bagi air yang dimandiin, bersih tanpa lumut, badan dan kepala pun tak gatal-gatal akibat lumpur dan lumut halus yang ngendap ditubuh.

Peristiwa kaos kaki tersebut erat dengan kehidupan kita. Terkadang memang banyak dari kita yang merasa jijik akan sesuatu hal namun enggan untuk memberikan perubahan yang baik. Tetap merasa jijik namun tetap menikmati kebaikan dari rasa jijik tadi. Pun kerap menanggalkan sesuatu yang menurut kita jijik tadi tanpa solusi baik akibat malas dan memaksa orang lain untuk sama menikmati kemalasan kita.

Padahal bisa saja (orang, benda, keadaan) yang kita rasa jijik tadi adalah bagian dari yang terbaik dalam kehidupan kita. Hanya saja kita malu untuk mengakuinya dan memberi perhatian. Kita merasa “orang” itu menjijikkan, namun menepis keberadaannya membawa perubahan baik bahkan terbaik dalam sekeliling hidup kita. Kita merasa “saran & kritik” itu menjijikkan padahal tanpa hal itu mustahil kita bisa jadi pribadi yang baik. Kita merasa suatu “program & usulan kerja” itu menjijikkan padahal pada akhirnya membawa dampak besar bagi tujuan-tujuan akhir dalam kehidupan (pribadi & kerja) kita dan yang lainnya.

Jangan mendewakan perasaan tanpa wawasan. Penalaran akan bukti nyata dari sesuatu yang baik (tadinya menjijikkan) harusnya mampu memberi sensor untuk memilih memberi perhatian kepadanya. Merasa tanpa berpikir hanya akan melahirkan dugaan tanpa bukti, tanpa kemauan untuk menelusuri lebih jelas apa “maksud, dampak dan tujuannya”. Mungkin bagi kita menjijikkan (pun bagi yang lain), namun hasilnya adalah suatu bukti dari kebaikannya sendiri. Seperti kaos kaki tadi, tak elok dipandang memang, tapi hasil kerjanya luar biasa dan kebaikannya dapat dinikmati sepanjang hari. Selalu ada kebaikan dari suatu hal yang tak pernah terduga dan sepertinya menjijikkan. Apalah itu, hanya kaos kaki.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun