Mohon tunggu...
Jeanne Noveline Tedja
Jeanne Noveline Tedja Mohon Tunggu... Konsultan - Founder & CEO Rumah Pemberdayaan

Jeanne Noveline Tedja atau akrab dipanggil Nane adalah seorang ibu yang sangat peduli dengan isu kesejahteraan anak dan perempuan, kesetaraan gender, keadilan sosial, toleransi dan keberagaman. Kunjungi website: https://jeannenovelinetedja.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bonus Demografi dan Kota Layak anak

3 Maret 2015   01:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:15 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Baru-baru ini saya membaca artikel menarik yang dishare oleh salah seorang teman.Artikel tersebut bercerita mengenai Negara Jepang yang disebut sebagai negara yang menua (aging nation). Hal ini dikarenakan semakin banyaknya penduduk Jepang yang berusia lanjut, sementara Jepang tidak punya ‘stok’ penduduk usia produktif yang cukup, karena para wanita Jepang lebih mencintai karirnya sehingga enggan menikah dan melahirkan anak.Sebenarnya tidak hanya Jepang.Negara seperti Singapura, Korea, Inggris, AS, Jerman dan Prancis juga akan dikategorikan sebagai ‘super-aged’ nation pada tahun 2030, dimana populasi penduduk yang menua (diatas 65 tahun) alias penduduk usia non-produktif mencapai 20% dari total populasi (sumber: Pikiran Rakyat Online, 2014).Hal ini tentunya akan memukul pertumbuhan ekonomi karena meningkatnya jumlah orang yang tidak bekerja secara dramatis.Artinya, sejumlah negara tersebut akan memiliki angkatan kerja yang menurun yang menyebabkan sedikit pekerja yang menggerakkan roda ekonomi untuk mendorong pertumbuhan dan kesejahteraan.Penduduk usia tua diatas 65 tahun di Singapura akan bertambah dari 11,2% tahun 2015 menjadi 20,5% tahun 2030.Di Korea proporsi penduduk usia diatas 65 tahun naik dari 13% (2015) menjadi 23,4% (2030).

Untungnya, Indonesia tidak perlu khawatir karena termasuk dalam kategori kelompok muda dimana pada tahun 2030 penduduk usia tua diatas 65 tahun hanya 9,2% dari total populasi.Bahkan, pada tahun 2020 – 2030 Indonesia akan kebagian ‘bonus demografi’, karena populasi penduduk usia produktif 15 s/d 64 tahun lebih besar daripada penduduk non-produktif (diatas 65 tahun). Memasuki Asean Communities 2015, penduduk Indonesia yang memiliki usia produktif adalah yang tertinggi di ASEAN. Hal ini patut disyukuri karena pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan akan sangat tergantung pada penduduk usia produktif yang menggerakkan roda perekonomian. Namun, bonus demografi hanya bisa dinikmati jika angkatan usia produktif tersebut memiliki kualitas yang baik dari segi kesehatan, pendidikan dll. Sebaliknya, bonus demografi akan menjadi bencana bila angkatan kerja kita tidak berkualitas dan tidak mampu bersaing dengan angkatan kerja dari negara lain.

Lantas apa kaitan bonus demografi dengan kebijakan Kota Layak Anak (KLA)? KLA adalah sistem pembangunan kota yang mengintegrasikan komitmen dan sumberdaya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam program dan kegiatan pemenuhan hak dan perlindungan anak. KLA akan menyiapkan penduduk angkatan kerja yang berkualitas.Tentunya untuk mewujudkan angkatan kerja yang berkualitas ini dibutuhkan komitmen kuat baik dari Pemerintah dan Masyarakat (peran keluarga dan dunia usaha serta lembaga masyarakat lainnya) untuk bersama-sama mewujudkan sebuah kota yang layak untuk tumbuh kembang anak secara maksimal.Kota yang memenuhi kebutuhan infrastruktur dan pelayanan pendidikan dan kesehatan yang memadai.Kota yang memberdayakan masyarakatnya sehingga masyarakatnya mampu secara ekonomi menopang kehidupan dan memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Kota yang penduduknya terdiri dari keluarga-keluarga yang menyadari bahwa sama seperti halnya orang dewasa, anak juga mempunyai hak asasi yang harus dipenuhi.Hak-hak tersebut anatara lain adalah hak atas pola asuh yang seimbang dan harmonis dari ayah dan ibu, untuk dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang saling mengasihi, untuk mendapatkan pendidikan moral sejak dini, pendidikan formal dan informal, termasuk hak untuk memanfaatkan waktu luang dengan kegiatan olahraga dan seni yang sesuai bakatnya.Hak untuk didengarkan pandangannya, untuk mendapatkan informasi yang sehat (sehingga tidak menghabiskan waktu di warnet mengakses konten pornografi atau bermain game online). Hak mendapatkan gizi yang baik sejak dalam kandungan. Hak mendapatkan pengawasan, arahan serta bimbingan dari orangtua, sehingga tidak terlibat tawuran, tidak menjadi cewek cabe-cabean, dan tidak terlibat dalam begal motor. Dalam Konvensi Hak Anak PBB, terdapat 31 hak anak yang harus dilindungi, dipenuhi dan dihormati. Pemenuhan atas hak-hak tersebut diyakini akan mencegah terjadinya masalah terhadap anak dan meningkatkan kualitas kesejahteraan anak.Bila hak anak dipenuhi dan anak tumbuh menjadi angkatan kerja usia produktif yang berkualitas, mereka akan membawa Indonesia menjadi negara yang memilki daya saing tinggi. Nah, siapkah kita menerima bonus demografi?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun