Mohon tunggu...
Jessicarin
Jessicarin Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Agribisnis

Jika belum mampu bekerja keras, bersemangatlah dalam bekerja

Selanjutnya

Tutup

Money

Kemampuan Kelapa Sawit Sebagai Peningkat Kesejahteraan Negeri dan Bumi

8 September 2019   22:45 Diperbarui: 19 September 2019   07:48 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

            Pemanasan global sudah lama menjadi permasalahan dunia. Kecenderungan meningkatnya suhu udara di permukaan bumi dan lapisan bawah atmosfer dari waktu ke waktu disebabkan oleh terjadinya efek rumah kaca (Green House Gasses). 

Efek rumah kaca yang dimaksud adalah peningkatan konsentrasi CO2 dam gas-gas anthropogenic lainnya yang terperangkap di atmosfer. Gas-gas yang dimaksud antara lain adalah Karbon Dioksida (CO2), Metan (CH4), Nitrous Oksida (N2O), Hydroflurokarbon (HFC), Perflurokarbon (PFC), dan Sulfur heksaflorida (SF6). Berdasarkan beberapa gas tersebut, kontribusi terbesar terhadap pemanasan global diberikan oleh CO2 yaitu sebesar 74%.

            Seluruh negara di dunia menggunakan energi fosil untuk mengoperasikan mesin-mesin dan kendaraan bermotor. Energi yang berasal dari fosil, seperti minyak bumi, batubara dan gas memberikan emisi karbon dioksida sangat tinggi di atmosfer. Gas CO2 yang terperangkap di atmosfer dapat bertahan 50 hingga 200 tahun sebelum akhirnya terurai. 

Dalam upaya menurunkan tingkat emisi terebut seluruh masyarakat dunia memiliki peran dan tanggung jawab untuk mewujudkannya dengan menurunkan penggunaan bahan bakar fosil dan menggunakan bahan bakar yang lebih mudah terurai dan emisi yang lebih rendah. Inovasi energi ditemukan beberapa tahun belakangan ini, yaitu memanfaatkan minyak sawit sebagai bahan bakar atau yang biasa disebut sebagai bio-fuel atau biodiesel.

            Di Indonesia bio-fuel dikenal dengan istilah B20 (biodiesel) dan B100. B20 merupakan sebutan untuk pencampuran 20% biodiesel dengan 80% solar, sedangkan B100 adalah sebutan untuk bahan bakar nabati yang 100% bahannya berbasis hasil tanaman. Namun B100 belum teralisasikan di lapangan alias masih dalam proses penelitian lebih lanjut. 

Berdasarkan kajian European Commision (2012) penggunaan biodiesel sawit sebagai pengganti solar dapat menurunkan emisi mesin-mesin diesel hinggga mencapai 62%, kemudian apabila 10% BBM fosil yang dikonsumsi masyarakat dunia digantikan dengan biofuel dapat menurunkaan emisi karbon sekitar 6% setiap tahunnya.  Meskipun memiliki beberapa kelemahan, seruan untuk menggunakan biofuel/biodiesel ini sangat perlu digalakkan demi kesehatan bumi dan kesejahteraan dunia.

            Terciptanya bahan bakar hayati yang berasal dari sawit nyatanya tidak hanya berpengaruh positif pada pemanasan global saja. Semakin banyak produk turunan yang dihasilkan oleh kelapa sawit memungkinkan semakin banyak pula permintaan minyak sawit (CPO) oleh dunia di masa mendatang yang berpengaruh pada tuntutan peningkatan produksi sawit di Indonesia. 

Dalam memenuhi permintaan dunia yang terus meningkat maka ada kemungkinan dilakukan penyerapan tenaga kerja yang lebih banyak. Secara tidak langsung hal terebut dapat mengurangi tingkat pengangguran dan kesenjangan ekonomi di Indonesia. 

Produksi sawit yang kian meningkat akan menghasilkan devisa yang semakin besar pula bagi negara. Di sisi lain pengurangan penggunaan bahan bakar fosil akibat biofuel akan menurunkan jumlah impor bahan bakar fosil Indonesia serta menurunkan harga bahan bakar kendaraan menjadi lebih terjangkau. Hal ini kemudian dapat memperkuat fiskal APBN dan berpotensi memperbaiki lingkungan sehingga pembangunan ekonomi dapat berkelanjutan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun