Mohon tunggu...
JBS_surbakti
JBS_surbakti Mohon Tunggu... Akuntan - Penulis Ecek-Ecek dan Penikmat Hidup

Menulis Adalah Sebuah Esensi Dan Level Tertinggi Dari Sebuah Kompetensi - Untuk Segala Sesuatu Ada Masanya, Untuk Apapun Di Bawah Langit Ada Waktunya.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Kerja, Cuti, "Nyakit"

3 Juni 2021   16:30 Diperbarui: 4 Juni 2021   11:22 627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Tak da yang lebih baik daripada berjerih lelah, beristirahat dan menikmati apa yang ada dengan rasa syukur" - JBS

Keseimbangan antara bekerja (tekun dan cerdas) selanjutnya menikmati hasil jerih lelah dengan berlibur bagi para pekerja adalah sesuatu yang menjadi tujuan yang tren saat ini. Bahkan konsep bekerja dengan kombinasi antara "dinas dan rekreasi" salah satu faktor utama dari kaum milenial bila memilih bergabung ke sebuah perusahaan. 

Sebuah keseimbangan hidup yang sedikit bergeser daripada hanya menyimpan tabungan sebanyak-banyaknya atau sekedar bertujuan membeli aset. Mungkin kepenatan dan tekanan pekerjaan hari ini yang semakin kompleks mengharuskan tubuh dan pikiran disegarkan kembali dengan sedikit menepi untuk mengambil cuti atau izin beristirahat.

Bahkan terkait cuti tahunan atau izin tidak bekerja bagi kalangan para pekerja di sebuah negara termasuk sebagai isu yang hangat sehingga diatur khusus oleh Undang-Undang ketenagakerjaan yang berlaku. Di Indonesia pada umumnya jatah cuti tahunan disediakan 12 hari oleh perusahaan bagi setiap karyawan. Esensi cuti yang adalah menghormati hak azasi manusia yang bukanlah robot atau mesin, yang memerlukan ritme antara berpikir, bekerja dan menenangkan diri.

Lalu persoalan yang sering timbul adalah prilaku karyawan atau juga organisasi sehingga menyebabkan cuti juga terkadang sulit bisa dijalankan oleh beberapa orang. Namun dibahagian lain justru jatah cuti atau izin tidak masuk kerja dengan berbagai alasan melebihi waktu yang disediakan. Inipun menjadi masalah.

Nasib Pekerja "Tulang Punggung"

Pernahkah rekan kerja atau bahkan anda sendiri sulit untuk beranjak dari meja kerja karena selalu dipatroli oleh sang atasan? Atasan yang selalu resah bila anda atau saya tidak ada di tempat atau berhalangan tidak ngantor karena sakit sekalipun. Mungkin dari beberapa kita pernah memiliki pengalaman yang sama. Menjadi "tulang punggung" perusahaan di bidang tertentu yang diharapkan kehadiran dan peran aktif di bidang khusus bahkan juga terkadang menjadi "menteri semua urusan". Menarik untuk dibicarakan mengapa fenomena ini bisa terjadi.

sumber : kabarjatim.com
sumber : kabarjatim.com
Dari beberapa pengamatan dan juga pengalaman, hal ini terjadi karena tanggungjawab moral yang tinggi, rasa keengganan untuk menolak, dan kesalahan diri terjebak sebagai "Superman".

Tidak heran memang di beberapa perusahaan kejadian ini masih sering terjadi. Seorang pekerja yang memiliki kemampuan dan keterampilan khusus menjadi seolah "bumper" dan harus selalu hadir. Tidak ada yang bisa menggantikannya. Peran serta seorang atasan dan menjurus pada dosa yang mengeksploitasi justru menjadi isu yang sering muncul. 

Mengapa? Bagi sang atasan hal ini menguntungkan karena secara instan akan memanfaatkan keberadaan seorang pekerja yang akan terus duduk disitu pada posisi yang sama. Menyelesaikan masalah dengan baik tanpa ada yang menggantikan, sehingga untuk mengambil rehat atau izin cuti adalah menjadi sesuatu yang diulur-ulur sampai menit akhir yang mau tidak mau harus dijalani. Tak sedikit pula bahkan dengan kewenangan seorang pimpinan bisa membuat diskresi atau kebijakan tersendiri hanya untuk menahan karyawan karena masalah pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan (tepatnya tidak ada yang menggantikan).

Oleh beberapa pekerja hal ini justru tidak menjadi masalah. Pengalaman ini biasanya dimulai saat seseorang baru masuk bekerja dan kemudian dalam tahapan "menjual diri" dan berhasil memuaskan kinerja yang diharapkan seorang pemimpin. Namun keduanya terjebak pada sebuah kondisi yang salah. Si pekerja terlanjur bangga dengan label tulang punggung sedangkan sang atasan "hepi" karena merasa aman dan instan dengan bagian pekerjaan yang bisa beres dengan segera. 

Tak jarang nasib ini membelenggu sampai pada titik si pekerja tidak naik pangkat dan mentok di posisi itu saja. Alhasil haknya secara manusia khususnya untuk melepaskan penat atau berlibur dan memiliki waktu khusus bagi keluarga juga menjadi terampas. Sebuah tanggungjawab dan loyalitas yang overdosis dan beracun.

Hikayat Pekerja "Nyakit"

"Maaf Pak, semalam mendadak demam izin tidak bisa masuk kerja hari ini", demikian terdengar suara lirih dari ujung telepon saat seorang pekerja meminta izin kepada atasannya. 

Namun anehnya hal ini adalah kesekian kali dari beberapa "harpitnas" atau hari terjepit nasional yaitu libur kejepit. Hanya karena ingin memperpanjang libur diantara hari kerja dan hari libur nasional tak jarang tipikal karyawan "nyakit" ini selalu memberi alasan untuk tidak masuk kerja. Dan cara memanipulasi diri yang sangat beralasan adalah dengan menyatakan diri kurang fit, tidak enak badan, demam, batuk, flu, pilek, atau sakit lainnya. Alasan yang paling manusiawi agar diberi izin adalah dengan cara pura-pura sakit. 

sumber : istockphoto
sumber : istockphoto
Berbeda jauh dengan tipikal pekerja sebelumnya, tanggungjawab moral yang kurang dan beberapa penyebab lain adalah karena peran atau posisi yang diberikan kepada salah seorang karyawan yang tidak memadai. Merasa diri tidak diperhatikan atau sebuah pembangkangan karena demosi, dan yang lain adalah memang perusahaan tetap memelihara seorang pekerja bermental "toxic".

Tak jarang para pekerja seperti ini justru menghabiskan banyak waktu permisi atau izin di hari kerja dimana orang lain berjibaku untuk meningkatkan kinerja terbaik bagi perusahaan. Namun tak jarang pula sistem yang ada tak bisa memberi efek jera kepada pekerja nyakit dengan program mumpuni. Tersus berlanjut dan bisa berdampak buruk bagi karyawan lain.

Fenomena antara bekerja efektif, pendelegasian wewenang dan pelaksanaan cuti kepada pekerja atau karyawan dibutuhkan sistem yang terorganisir dengan baik. 

sumber :creaproject.co.id
sumber :creaproject.co.id
Keseimbangan antara bekerja dan kemudian beristirahat dengan liburan baik sendiri ataupun dengan keluarga sudah menjadi kebutuhan yang wajib terpenuhi oleh perusahaan. Perusahaan ternama di dunia bahkan mewajibkan karyawan mengambil cuti tahunan dan juga memberikan kompensasi uang cuti. Beberapa diantaranya memberikan khusus uang jajan bagi karyawan yang "ditugaskan" cuti karena sembari mencari pengalaman dan pengamatan khusus kebelahan dunia lain untuk kemudian membuat sebuah laporan cuti yang berisikan ide, gagasan, dan terobosan yang berguna bagi peningkatan kinerja perusahaan.

Momen cuti adalah waktu terbaik pula mencari "pejabat pengganti" yang kapan saja bisa menggantikan posisi atau pejabat yang sedang berlibur dengan memberi amanat sebagai pejabat pelaksana. Atau juga sebagai salah satu alat kontrol terhadap pekerjaan yang selama ini dikerjakan oleh pejabat yang sedang cuti. 

Apakah didapati sebuah kesalahan karena hanya orang yang sama yang terus mengerjakan. Pelaksanaan cuti juga salah satu momen evaluasi dan koreksi terhadap adanya penyimpangan yang bisa saja terjadi baik disengaja atau karena kekhilafan semata.

Medan, 3 Juni 2021

-Jesayas Budiman Surbakti-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun