Mohon tunggu...
JBS_surbakti
JBS_surbakti Mohon Tunggu... Akuntan - Penulis Ecek-Ecek dan Penikmat Hidup

Menulis Adalah Sebuah Esensi Dan Level Tertinggi Dari Sebuah Kompetensi - Untuk Segala Sesuatu Ada Masanya, Untuk Apapun Di Bawah Langit Ada Waktunya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Lagu Tetangga antara Benci dan Rindu

4 Mei 2021   20:11 Diperbarui: 6 Mei 2021   17:10 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tetangga, bertetangga di lingkungan tempat tinggal.(SHUTTERSTOCK/SVRSLYIMAGE via kompas.com)

Kondisi sosial bertetangga dengan pola-pola “saling mengintip” dengan istilah rumput tetangga lebih hijau hampir begitu menghiasi pengalaman dari beberapa teman. Tanpa disadari relasi dan koneksi berikut respon yang salah terhadap perilaku orang lain. Bahkan senyum, cara berpakaian, dan terutama gaya hidup tetangga dengan seluruh keunikannya yang membuat sebagian kita uring-uringan. 

Senyum dibilang genit, tanpa tegur sapa dibilang sombong, dan lain sebagainya. Tak jarang hal ini semakin mengesahkan istilah "siapa lu, siapa guwe". Urus aja diri masing-masing dan masuk dalam eksklusifitas bertetangga.

Gosip teman (sumber : mnrelationalcounseling.com)
Gosip teman (sumber : mnrelationalcounseling.com)
Kebenaran mana yang sepatutnya diteladani tergantung situasi dan kondisi. Mengapa? Karena pada banyak kejadian seperti yang disampaikan sebelumnya bahwa memang manusia begitu adanya. 

Punya imajinasi dan fantasi tersendiri apalagi kehidupan sosial yang semakin menuju ketidakwarasan ditandai tingkat krimininalitas tinggi menyebabkan fobia terhadap orang asing, mobilisasi dan migrasi yang cepat, akulturasi budaya yang tersendat, tingkat tekanan tinggi di pekerjaan dan banyak faktor lainnya yang menyebabkan hubungan pasang surut dalam sebuah interaksi sosial. 

Hal ini semakin diperparah dengan timbulnya beberapa penyakit mental psikologis yang hari-hari ini menyerang kaum urban kebanyakan, seperti tingkat kecemasan yang tinggi, manajemen kemarahan, skizofrenia dan paranoia.

Namun lagi-lagi bertetangga adalah sebuah interaksi sosial. 

Sebuah interaksi atau relasi yang kecenderungannya akan lebih rentan terjadi miskomunikasi dengan orang-orang yang secara jarak maupun emosional yang dekat dengan kita. Karena lebih mudah dan dekat berinteraksi karena bisa langsung mendengarkan, melihat, berbicara sebagaimana aktivitas manusia maka diperlukan sebuah kedewasaan dalam bertetangga. Sebuah hal yang lumrah dan lazim.

Kesiapan mental bahkan diperlukan karena fenomena penyakit psikologis seperti di atas menyebabkan manusia terjerat dalam sebuah dunia kompetisi atau perlombaan status sosial. Masih berkutat siapa yang merasa “wah” yaitu lebih hebat dari sisi kekayaan, jabatan, dan kemewahan rumah. 

Ini yang membuat bertetangga menjadi semakin jauh dari sesungguhnya sebagai sebuah interaksi sosial yang sehat, hormat-menghormati dan saling bergotong royong yang dulu adalah sejatinya menggambarkan ciri khas masyarakat Indonesia.

Pengalaman Bertetangga di Zaman Old

Istilah tetangga adalah sebagai keluarga terdekat, jiran, atau orang dekat. Para perantau dari desa ke perkotaan dan kemudian bertetangga tanpa melihat suku, agama atau ras adalah sebagai teman atau sahabat bahkan saudara. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun