Mohon tunggu...
M Rosyid J
M Rosyid J Mohon Tunggu... Freelancer - Peneliti

Researcher di Paramadina Public Policy Institute

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Negara di atas Agama: Refleksi dari New Zealand sampai Arabia Era Rasulullah

10 November 2017   09:33 Diperbarui: 10 November 2017   10:34 1693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penampakan gereja di Wellington sebelum dirobohkan (Stuff.co.nz)

Sewaktu kecil, saya selalu tertarik mendengar cerita tentang bagaimana pasukan Turki Usmani menguasai Konstantinopel. Kemudian, mereka menhubah gereja Hagya Sofia menjadi sebuah masjid. Sebuah kisah yang heroik dan patut saya sebagai Muslim banggakan. Kisah nyata itu terdengar sebuah kemenangan dan capaian yang luar biasa. Gereja menjadi masjid, sebuah kemenangan umat Islam!

Bagaimana soal gereja masjid ini bisa jadi sebuah pelajaran untuk Indonesia? Ini menjadi sebuah pelajaran, setidaknya bagi saya, setelah beberapa waktu ini saya tinggal di New Zealand.

Gereja jadi masjid: masalah izin saja itu

Tentang Turki Usmani itu, bagaimana saya memandangnya sekarang? Sebenarnya masih sama. Sejarah kemenangan Turki Usmani itu memang kemenangan umat Islam. Tapi soal gereja menjadi masjid, itu persoalan lain.

Kalau ada gereja jadi masjid di Indonesia, saya berpikir akan banyak media yang jadikan itu headline mereka. Yang pro Islami bilang ini kemenangan umat. Yang non-islami bilang ada perampasan hak. Yang tengah-tengah? Tidak ada itu, takut bilang macam-macam soal agama. Negara bilang apa? Saya tidak yakin akan ada solusi.

Itu normanya, norma di komunitas kita orang Indonesia. Di komunitas lain di belahan bumi lain, beda ceritanya. Saya coba berbagi apa yang saya lihat, pelajari dan renungkan dari New Zealand.

Di Negeri the Hobbit ini, rumah ibadah apapun harus mengantongi izin dari pemerintah. Izinnya adalah tempat perkumpulan religi apapun agamanya. Jadi baik gereja maupun masjid atau pura pun izin dan persyarstannya sama. Di antara yang paling menonjol ada dua yakni kualitas gedung dan izin dari warga sekitar. Jadi agama apapun, kepercayaan apapun, kalau sudah mengantongi izin bangun gedung komunitas religi, ya silahkan bangun. Selamat anda bisa beribadah!

Namun izin membangun bangunan religi ini bukanlah perkara mudah. Gedung harus memiliki konstruksi khusus seperti sistem air yang bagus (khususnya buat masjid bagi orang wudlu) dan akses untuk penyandang disabilitas. Karena NZ ini rentan terhadap gempa, sebagian bangunan 'disunnahkan' bagi bangunan komunitas religi ini untuk memiliki konstruksi anti gempa.

Bagaimana menurutmu? Yang jelas untuk membangun masjid, gereja dan sebangsanya bukanlah perkara yang cepat dan mudah dikerjakan. Tentu bukan berarti tidak bisa dikerjakan. Sebab di NZ, setidaknya di Wellington, banyak sekali gereja. Saya melihatnya ini sepeti banyaknya langgar atau mushola di Indonesia. Setiap jarak 100 ada mushola.

Nah karena banyaknya persyaratan ini, orang harus berpikir matang untuk membangun sebuah rumah ibadah. Yang perlu diperhatikan adalah pemerintah NZ tidak melihat agama atau kepercayaan yang akan gunakan rumah ibadah itu. Yang pemerintah NZ pedulikan adalah gedung itu akan menampung yang namanya manusia. Jadi keselamatan nomor satu, bukan agamanya apa!

Konsekuensinya rumah ibadah umat satu bisa secara legal berubah menjadi milik umat yang lainnya. Biasa saja itu. Sebab yang izinnya sudah ada. Itu yang biasa terjadi di negara-negara maju lainnya seperti di NZ.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun