Mohon tunggu...
Muhamad Munji
Muhamad Munji Mohon Tunggu... Guru - Penjelajah muda yang suka mengembara

Guru Sejarah Kebudayaan Islam

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Korupsi Karena Nafsu Serakah?

10 Oktober 2013   19:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:43 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Telinga saya mungkin sudah sangat terbiasa dengan berita mengenai tertangkapnya seorang pejabat publik karena korupsi, sampai-sampai saya beranggapan bahwa yang namanya pejabat ya korupsi, korupsi ya pejabat (mohon maaf bagi para pejabat bersih). Bukan berarti saya hendak mengeneralisasi keadaan, namun anggapan ini lebih kepada pikiran bawah sadar yang tidak saya sadari namun mengakar kuat dalam diri. Seperti kita beranggapan bahwa malam Jum’at adalah malam yang menakutkan. Padahal malam jum’at itu sama seperti malam-malam yang lain, namun karena di lingkungan masyarakat kita seperti sudah di setting demikian, maka seorang anak kecil sekalipun akan takut pada malam Jum’at. Anggapan ini telah mengakar kuat di alam bawah sadar masyarakat kita, meskipun pada dasarnya malam Jum’at itu sama saja dengan malam yang lain. Begitulah kira-kira anggapan saya mengenai pejabat dan korupsi.

Banyak yang mengatakan bahwa korupsi dilakukan bukanlah karena gaji yang kecil, tunjangan yang minim, atau kebutuhan yang besar, namun karena nafsu serakah dalam diri para koruptor. Buktinya banyak para koruptor yang sebenarnya berpenghasilan cukup besar, bahkan sangat besar jika dibandingkan dengan para buruh, berkali-kali lipat dari UMR. Nafsu serakah yang dibiarkan tumbuh dalam diri dituding menjadi penyebab tingginya angka korupsi itu.

Namun menurut saya, yang menjadi akar penyebab korupsi bukanlah nafsu serakah, melainkan lemahnya tauhid dalam diri. Tauhid yang dilafalkan dengan kalimat “Laa ilaha illallah” sesungguhnya adalah benteng paling kuat dari segala macam godaan dunia. Bahkan seseorang yang memegang tauhid dengan sebenar-benarnya maka nyawa sekalipun akan dikorbankan demi tidak terjerumus dalam godaan dunia.

Mengapa demikian? Karena kalimat tauhid pada dasarnya membebaskan manusia dari segala ketergantungan kepada makhluk. Ia mengikrarkan hanya Allah sajalah tempat berserah diri. Seorang hamba yang menjiwai kalimat tauhid akan meresap kuat dalam dadanya bahwa semua makhluk itu lemah. Tidak ada satu makhlukpun yang mampu mendatangkan kerugian kepada seseorang melainkan atas izin Allah. Dan tidak ada sesuatupun yang dapat mendatangkan manfaat kecuali dengan izin Allah pula.

Seseorang yang bertauhid akan menyadari sepenuhnya bahwa hidupnya adalah dalam rangka menghambakan diri kepada Allah. Ia hidup mengikuti apa yang telah Allah gariskan. Ia berbuat baik kepada seseorang bukan semata-mata karena keinginan dirinya untuk menolong, namun lebih dari itu ia berbuat baik karena Allah memerintahkan demikian. Sehingga manakala orang yang telah ditolongnya justru berbalik berbuat jahat kepadanya ia tidak akan mengungkit kebaikan yang telah diperbuatnya karena memang ia berbuat baik bukan berharap ingin mendapat balasan kebaikan dari orang tersebut.

Para pejabat yang bertauhid akan sepenuhnya menyadari bahwa melayani masyarakat bukan karena ia ingin di apresiasi sebagai orang yang telah berjasa, namun ia melakukan semua pekerjaannya karena ingin Allah ridha kepadanya.

Disisi lain, tauhid yang kuat akan membuat seseorang merasa bahwa Allah senantiasa bersamanya. Dimanapun, kapanpun, dan apapun yang sedang diperbuatnya pasti disaksikan Allah Swt. Maka tatkala ia hendak melanggar peraturan ia akan sadar ada pengawas yang tiada pernah berhenti mengawasinya.

Dapat dipastikan para pejabat yang korupsi, pada saat ia melakukan korupsi ia sangat lupa bahwa ada yang mengawasinya setiap saat. Kalaupun ia sadar akan hal itu, kesadarannya sangat lemah sehingga begitu mudah ditampik oleh nafsunya.

Penjelasan tauhid diatas sepertinya masih sebatas konsep yang abstrak, lalu bagaimana implementasinya? Tauhid yang kuat dapat diperoleh melalui ketaatan pada syari’at. Shalat, puasa, baca Al Qur’an, dzikir, dan menghadiri majelis-majelis ilmu akan menguatkan tauhid seseorang. Tentu amalan-amalan ini harus dilakukan dengan penuh kekhusyu’an dan penghayatan. Sehingga menjadi bermakna dan berbekas dalam hati. Untuk bisa khusyu dan penuh penghayatan, maka dibutuhkan tekad yang kuat dalam diri. Bertekad mengamalkan syari’at secara serius tentu lebih mudah ketimbang bertekad tidak korupsi. Karena amalan-amalan itu dilakukan setiap hari, sehingga mudah untuk menguatkan tekad setiap saat. Jika ia gagal pada hari ini, ia dapat memotivasi diri untuk tidak gagal di hari esok.

Dengan pengamalan syari’at yang benar dan serius, insya Allah akan menguatkan tauhid seseorang. Dan dengan tauhid yang kuat maka akan berdampak besar dalam kehidupan. Saya yakin jika tingkat ketauhidan masyarakat kita diprogram secara serius untuk ditingkatkan, maka segala macam perbuatan tercela akan berkurang dengan sendirinya. Karena kelemahan tauhid adalah akar penyebab dari segala macam tindak kejahatan.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun