Mohon tunggu...
Jayanto
Jayanto Mohon Tunggu... Programmer - passion - family - meditation

passion - family - meditation

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Anicca, Folosofi Buddhisme yang Dapat Mengubah Cara Anda Melihat Kehidupan

16 Juli 2015   20:19 Diperbarui: 9 Mei 2022   15:00 10775
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Secara pengetahuan, secara arti kita tau dan mengerti segala sesuatu mengalami perubahan, tidak kekal, Anicca. Tapi kenyataannya jauh di lubuk hati yang paling dalam, dalam batin kita menolak perubahan. Suatu kenyataan bahwa batin kita harus dilatih menerima perubahan, menerima ketidak-kekalan, menerima Anicca.

Melatih agar batin agar bisa menerima perubahan, menerima ketidak-kekalan, menerima Anicca adalah belajar seumur hidup, perjuangan yang tidak ada hentinya.

Belajar mengerti perubahan, dari hal yang paling kasar dapat kita lihat, dapat kita raba. Kemudian berlanjut belajar melihat, mengerti perubahan yang lebih halus, menyadari bahwa tubuh kita setiap hari berubah perlah-lahan.

Lebih halus lagi menyadari nafas kita keluar masuk berubah terus menerus. Nafas yang berubah kadang panas, dingin, keras, lunak, halus, kasar, berat, ringan, merekat, mengurai, mendorong, menarik. Nafas yang terus menerus berubah setiap saat, melatih menyadari akan hal ini secara perlahan-lahan batin kita terlatih melihat segala sesuatu berubah, segala sesuatu tidaklah kekal, Anicca. Muncul, berlangsung, lenyap.

Andaikata tidak ada perubahan maka tidaklah mungkin ada kemajuan, tidak mungkin kita menjadi lebih baik. Dengan adanya perubahan merupakan kesempatan untuk menjadi lebih baik, walaupun dari sisi lain memungkinkan kita berubah menjadi lebih buruk. Kesempatan menjadi baik atau buruk, tergantung atas tindakan kita.

Perubahan, ketidak-kekalan, Anicca, kita terlibat di dalamnya, kita tidak bisa lari darinya. Hanya ada 1 pilihan, menerima, karena pilihan lainnya adalah menolak yang berarti kita dalam penderitaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun