Mohon tunggu...
Nazma Nadiatul Raudzah
Nazma Nadiatul Raudzah Mohon Tunggu... Mahasiswa Ilmu Politik

Seorang Mahasiswa Ilmu Politik yang memiliki minat dan kepekaan terhadap lingkungan, dan bakat dalam bidang seni musik.

Selanjutnya

Tutup

Politik

ASEAN dan Kepemimpinan Regional: Peran Strategis Indonesia dalam Diplomasi Kawasan

16 Mei 2025   22:06 Diperbarui: 16 Mei 2025   22:03 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Asosiasi Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN) adalah sebuah entitas regional yang mempunyai peran penting dalam menjaga stabilitas, mendorong kerja sama ekonomi, dan memperkuat diplomasi multilateral di kawasan Asia Tenggara. Sebagai organisasi kawasan yang terdiri dari sepuluh negara dengan latar belakang politik, ekonomi, dan budaya yang beragam, ASEAN telah berkembang menjadi forum utama dalam membangun konsensus dan mengelola dinamika geopolitik regional. Dalam situasi global yang kian kompleks mulai dari rivalitas antara kekuatan besar, krisis iklim, hingga ketegangan militer di Laut China Selatan ASEAN dituntut untuk lebih adaptif dan proaktif. Di sinilah Indonesia, sebagai negara terbesar di ASEAN, memegang posisi strategis untuk memainkan peran kepemimpinan regional yang lebih nyata dan transformatif.

Indonesia memiliki semua prasyarat untuk memimpin. Dari segi geografi, Indonesia adalah negara kepulauan terbesar yang menghubungkan Samudera Pasifik dan Hindia. Dari segi demografi, dengan lebih dari 270 juta penduduk, Indonesia merupakan pasar konsumen terbesar di ASEAN. Dan dari segi ekonomi, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mencapai lebih dari US$1,4 triliun (IMF, 2024), menjadikannya kekuatan ekonomi utama di Asia Tenggara. Semua faktor ini memberikan Indonesia kapasitas, legitimasi, dan harapan dari negara anggota ASEAN lainnya untuk menjadi "primus inter pares" yang terdepan di antara yang setara.

Sejak berdirinya ASEAN pada tahun 1967, Indonesia telah menunjukkan komitmennya sebagai pelopor integrasi kawasan. Dalam berbagai momentum sejarah, Indonesia tampil sebagai kekuatan penyeimbang dan jembatan komunikasi antarnegara ASEAN. Keberhasilannya dalam menyelesaikan konflik Kamboja pada awal 1990-an melalui Jakarta Informal Meetings, kontribusinya dalam merancang ASEAN Charter pada 2007, hingga penyelenggaraan KTT ASEAN 2023 di bawah tema “Epicentrum of Growth”, menunjukkan konsistensi peran Indonesia sebagai inisiator dan penggerak regionalisme di Asia Tenggara.

Namun, konstelasi regional saat ini tidak lagi memungkinkan kepemimpinan yang bersifat simbolik atau seremonial. Ketegangan di Laut China Selatan yang melibatkan beberapa negara anggota ASEAN dan Tiongkok, krisis politik berkepanjangan di Myanmar sejak kudeta militer 2021, hingga meningkatnya ketergantungan ekonomi ASEAN terhadap kekuatan eksternal, menuntut Indonesia untuk tampil lebih berani dan proaktif dalam memandu arah kolektif ASEAN. Kepemimpinan Indonesia harus mampu menjembatani perbedaan kepentingan internal sambil menjaga keseimbangan eksternal di tengah rivalitas antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang semakin intens.

Dalam isu Myanmar, misalnya, Indonesia telah berperan cukup aktif selama keketuaannya di ASEAN tahun 2023. Indonesia mendorong implementasi Five-Point Consensus dan menginisiasi lebih dari 145 pertemuan informal untuk membangun jalur dialog antara junta militer dan kelompok sipil (Kemlu RI, 2023). Meskipun hasilnya belum sepenuhnya efektif, pendekatan diplomasi senyap (quiet diplomacy) ini mencerminkan komitmen Indonesia dalam mendorong stabilitas dan penyelesaian damai, tanpa melanggar prinsip non-intervensi yang selama ini menjadi ciri khas ASEAN.

Namun, peran strategis Indonesia tidak dapat dibatasi hanya pada aspek politik. Di tengah disrupsi global, Indonesia juga harus memperkuat kepemimpinannya di bidang ekonomi regional. Melalui keterlibatannya dalam Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) perjanjian perdagangan bebas terbesar di dunia yang mencakup 15 negara termasuk semua anggota ASEAN Indonesia menunjukkan komitmennya terhadap liberalisasi ekonomi dan integrasi pasar. Selain itu, Indonesia juga menjadi motor penggerak dalam mendorong ASEAN Digital Economy Framework Agreement (DEFA) yang ditargetkan rampung pada 2025, yang akan menjadi tonggak penting integrasi digital ASEAN senilai US$2 triliun pada 2030 (World Economic Forum, 2023).

Indonesia juga memiliki posisi penting dalam mengarusutamakan ekonomi hijau dan pembangunan berkelanjutan dalam kerangka kerja sama ASEAN. Sebagai contoh, melalui partisipasi aktif dalam pengembangan ASEAN Taxonomy for Sustainable Finance, Indonesia mendorong penyelarasan standar pembiayaan hijau di kawasan. Ini menjadi penting untuk memastikan pertumbuhan yang inklusif dan ramah lingkungan, sejalan dengan komitmen global terhadap target iklim.

Ke depan, tantangan utama bagi Indonesia adalah bagaimana mengonsolidasikan pengaruhnya secara efektif, tanpa mencederai prinsip konsensus dan kesetaraan yang menjadi fondasi ASEAN. Indonesia harus memadukan kekuatan diplomatik, ekonomi, dan moralnya untuk mentransformasikan ASEAN menjadi aktor kawasan yang lebih solid dan responsif terhadap tantangan global. Untuk itu, sinergi antara kebijakan luar negeri dan pembangunan nasional menjadi kunci. Kebijakan diplomasi yang kuat hanya akan efektif jika ditopang oleh ekonomi domestik yang kompetitif, kelembagaan yang efisien, dan daya saing sumber daya manusia.

Kepemimpinan Indonesia di ASEAN selama lebih dari lima dekade mencerminkan peran aktif dan konsisten dalam membangun kawasan yang damai, stabil, dan terintegrasi. Indonesia tidak hanya menjadi negara pendiri ASEAN, tetapi juga tampil sebagai penengah konflik, penggagas konsensus, dan promotor integrasi ekonomi kawasan. Namun, kepemimpinan ini tidak lepas dari tantangan, baik dari dinamika internal ASEAN maupun dari tekanan eksternal akibat perubahan geopolitik global.

Refleksi atas peran Indonesia menunjukkan bahwa kekuatan terbesar Indonesia bukan semata-mata pada aspek demografis atau ekonominya, melainkan pada legitimasi moral dan diplomatik yang diperoleh melalui sikap inklusif, dialogis, dan menjembatani perbedaan. Dalam banyak kasus, seperti penyelesaian konflik Kamboja, penyusunan ASEAN Charter, hingga penanganan krisis Myanmar, Indonesia berhasil memainkan peran sebagai juru damai dan pemersatu tanpa mencederai prinsip kesetaraan antarnegara ASEAN.

Namun demikian, kepemimpinan Indonesia ke depan tidak cukup hanya reaktif atau berbasis konsensus pasif. Dunia dan kawasan tengah menghadapi krisis multidimensional yang membutuhkan kepemimpinan transformative yang tidak hanya mengelola perbedaan, tetapi juga mengarahkan perubahan. Tantangan seperti fragmentasi politik di Myanmar, tekanan geopolitik dari rivalitas AS-Tiongkok, serta kebutuhan akan integrasi ekonomi dan transformasi digital di ASEAN membutuhkan Indonesia untuk tampil sebagai inisiator agenda, bukan sekadar fasilitator.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun