Mohon tunggu...
Kertaning Tyas
Kertaning Tyas Mohon Tunggu... Human Resources - Pendiri Lingkar Sosial Indonesia

Panggil saja Ken. Penggerak inklusi di Jawa Timur.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Pilpres 2024: KPU, Bawaslu, dan DKPP Jangan Terlambat untuk Sosialisasi

6 April 2021   22:46 Diperbarui: 6 April 2021   23:13 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diskusi pengawasan partisipatif LINKSOS dan Bawaslu

Pilpres 2024 bisa dikatakan masih jauh jika dilihat dari kebiasaan sosialisasi Pemilu yang selalu mepet dengan masa tahapan pemilu. Dampaknya sosialisasi kepemiluan tidak efektif, kalah dengan hiruk pikuk kampanye. Ini yang kemudian menjadi salah satu sebab rendahnya pengetahuan masyarakat tentang kepemiluan sehingga cenderung abai terhadap proses pemilu dan pelanggaran yang  terjadi. Demikian diantaranya hasil survei Divisi Pendidikan Pemilu dan Demokrasi (Dikpildem) Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS) tentang Pemahaman dan Antusiasme Masyarakat dalam Pengawasan Partisipatif Pemilu.

Bersumber pers rilis Lingkar Sosial Indonesia, survei dilakukan 24-31 Maret 2021, melalui wawancara langsung terhadap 40 responden secara acak di beberapa kecamatan di Kabupaten Malang, yaitu Lawang, Pakisaji, Kasembon, dan Tumpang. Responden berdasarkan jenis kelamin meliputi 18 laki-laki, dan 22 perempuan, empat diantaranya penyandang disabilitas. Sedangkan prosentase berdasarkan usia, terdapat 37,5 % range usia 18-30 Tahun, dan 62,5% range usia 31-60 Tahun.

Pemahaman masyarakat tentang  Pemilu

Apa itu pemilu? Sekira 65,5 persen responden bisa menjelaskan sisanya 37,5 persen memilih menjawab tidak tahu/ tidak bisa menjelaskan. Selanjutnya tentang penyelenggara pemilu, responden hanya mengenal KPU dan Bawaslu, sedangkan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) tidak dikenal.

Lebih rinci, sekira 60 persen responden hanya tahu kepanjangan KPU dan Bawaslu tanpa mengetahui tugas dan fungsinya. Beberapa responden bahkan lebih mengenal Perangkat Desa dan Pengurus RT sebagai penyelenggara Pemilu. Survei juga menunjukkan 85 persen responden tidak mengetahui perihal tahapan pemilu. 

Dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Pasal 1 ayat 7 bahwa Penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi Penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat secara langsung oleh rakyat.

Antusiasme Masyarakat dalam Pengawasan Partisipatif

Sebagian responden, sekira 50 persen mengetahui bahwa mereka sebagai masyarakat sebagai masyarakat juga dapat terlibat dalam melakukan pengawasan proses jalannya pemilu. Namun disisi lain 92 persen responden tidak mengenal pengawasan partisipatif Pemilu, sehingga mereka tidak paham bagaimana teknis menggunakan hak tersebut.

Siapa saja yang bisa menggunakan hak pilih?  47,5 persen respoden bisa menjelaskan, selebihnya hanya tahu hak pilih pemilu bagi usia minimal 18 Tahun. Sebagian responden juga ragu-ragu apakah Aparatur Sipil Negara (ANS) boleh memilih atau tidak, juga tidak memahami netralitas TNI dan Polri dalam pemilu.

Terkait pelanggaran pemilu, hanya sekira 35 persen responden yang bisa memberikan minimal dua contoh pelanggaran. Kemudian berhubungan dengan tindak lanjut adanya temuan pelanggaran, 80 persen memilih untuk tidak melapor dengan berbagai alasan, diantaranya tidak tahu kemana harus melapor, tidak mengetahui cara melapor, serta tidak mau ribet, dan tidak mau mendapat masalah.

Kemudian menyangkut minat responden untuk menjadi penyelenggara pemilu, hanya 30 persen yang mengatakan berminat, selebihnya 70 persen mengatakan tidak berminat dengan alasan tidak paham proses kepemiluan dan tidak mau ribet.

Rencana Tindak Lanjut

Minimnya pengetahuan soal pemilu menyebabkan rendahnya pemahaman masyarakat dan antusiasme terhadap pengawasan partisipatif. Sosialisasi yang tidak sampai ke seluruh lapisan masyarakat menjadi salah satu faktor penyebab, khususnya bagi kelompok minoritas seperti penyandang disabilitas, anak jalanan, transgender dan komunitas adat.

Divisi Pendidikan Pemilu dan Demokrasi (Dikpildem) Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS) menyebut beberapa faktor sebab sosialisasi pemilu tidak merata:

  1. Minimnya ketersediaan SDM dan jaringan penyelenggara pemilu
  2. Minimnya pengetahuan SDM penyelenggara pemilu tentang segmen pemilu, misalnya bagaimana etika berinteraksi dengan penyandang disabilitas, cara pendekatan dengan anak jalanan dan transgender, tidak memahami kearifan lokal masyarakat setempat, serta materi dan teknis sosialisasi yang disamaratakan untuk semua kalangan
  3. Mendesaknya waktu sosialisasi pemilu dengan tahapan pemilu, sehingga hiruk pikuk kampanye lebih menarik daripada pencerdasan masyarakat

Dari beberapa faktor diatas, tindak lanjut Dikpildem LINKSOS adalah:

  1. Terbuka terhadap para penyelenggara pemilu, baik KPU, Bawaslu, maupun DKPP untuk bekerjasama. Dalam hal ini LINKSOS berperan sebagai fasilitator sosialisasi pemilu khususnya pada kelompok minoritas
  2. Terbuka bagi organisasi-organisasi pemantau pemilu serta organisasi-organisasi peduli demokrasi untuk berjejaring dan menggerakkan fungsi masyarakat dalam pengawasan partisipatif pemilu
  3. Mengajak penyelenggara pemilu, baik KPU, Bawaslu, maupun DKPP untuk melakukan sosialisasi sejak hari ini
  4. Melakukan sosialisasi terkait kepemiluan langsung ke masyarakat khususnya masyarakat marginal dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan di masa pandemi, juga secara online untuk masyarakat luas melalui media sosial dan media massa.

Dari penulis, memang secara perundangan adanya mekanisme sosialisasi sudah diatur sebaik-baiknya, demikian pula tentang pelibatan masyarakat dalam pengawasan partisipatif pemilu. Namun ketika realitas di masyarakat masih belum tercapai artinya terdapat hambatan yang dalam konteks hak sebagai warga negara urusan pemilu adalah kemaslahatan bersama, sehingga menjadi tanggungjawab bersama pula.

Maka harapannya ajakan ini akan direspon positif oleh penyelenggara pemilu, baik KPU, Bawaslu, maupun DKPP, juga disambut antusias oleh masyarakat. Yuk, segera sosialisasi tentang kepemiluan sebelum tenggelam dalam hituk pikuk kampanye dan janji-janji.

Lihat video diskusi santai  soal peran difabel dalam pengawasan partisipatif pemilu: 


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun