Mohon tunggu...
Yafaowoloo Gea
Yafaowoloo Gea Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Pencinta Traveling, Pemerhati Wisata & Budaya Nias

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

AKU, SI ANAK NIAS YANG BERUNTUNG KARENA DILAHIRKAN DI KELUARGA MISKIN

13 Desember 2012   16:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:43 1896
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_214313" align="aligncenter" width="300" caption="Aku dengan latar belakang pemandangan laut di Pulau Asu, Nias Barat"][/caption] Untung, mungkin itulah nama tengah yang perlu diberikan oleh orangtuaku untuk melengkapi namaku yang sangat kental dengan bahasa Nias, yang merupakan nama yang paling sulit disebut oleh teman, guru, bahkan dosen di kampus yang bukan orang Nias. Seperti halnya orang Nias pada umumnya, orangtuaku memberiku nama Yafaowolo’ö. Itulah namaku, diambil dari bahasa Nias yang unik yang artinya “semoga berintegritas”. Bahasa Nias yang khas yang memiliki keunikan dengan tidak adanya huruf konsonan disetiap akhir katanya, maka janganlah bingung bila bertemu dengan orang-orang Nias yang kadang dalam pengucapan bahasa Indonesia seringkali tidak memakai konsonan di akhir kata yang tak jarang menjadi bahan olok-olokan.

Seperti halnya yang pernah saya alami waktu kuliah, sering disebut “Hey Nias, jala-jala kita ke kapu lala maka-maka kaca” (Hey Nias, jalan-jalan kita ke Kampung lalang makan-makan kacang), atau “sudah tiga gaja di belaka” (Sudah tinggal ganjal di belakang), bahkan guyonan ketika polisi menahan orang Nias yang mengendarai sepeda motor tanpa mengenakan helm

Polisi : “Kenapa tidak pakai Helm”;

Pengendara : “ sudah tiga hele saya di rumah”;

Polisi : Ada tiga helm, kenapa satupun tak dibawa?

Pengendara: ???????? *sambil garuk-garuk kepala (padahal maksudnya adalah “sudah tinggal helm saya di rumah”).

Guyonan tersebut tidaklah asing lagi bagi orang Nias yang berada di perantuan.

Kisah ini bukan untuk menceritakan tentang guyonan akan kesulitan orang Nias dalam berbahasa Indonesia, namun kisah ini kutuliskan untuk memberikan motivasi kepada anak-anak Nias pada khususnya dan kepada anak-anak yang merasa tidak diharapkan ataupun berasal dari keluarga miskin dan tidak mampu pada umumnya, sekaligus sebagai penghargaan kepada ibuku yang telah berjuang membesarkan dan mendukungku.

Aku sangat beryukur dalam hidupku karena merasa beruntung, diberkati dan selalu diberikan kemudahan oleh Tuhan. Sejak dalam kandungan ibuku, aku sudah ditakdirkan menjadi anak yang beruntung. Bukan suatu kebetulan bila Tuhan mengizinkan aku untuk terlahir di dunia ini sekalipun berbagai usaha telah dilakukan ibuku untuk menggugurkanku. Aku tidak menyalahkan tindakan ibuku yang menjadi tulang punggung keluarga, yang telah capek melahirkan 10 orang anak (seandainya dua orang saudara lelakiku tidak meninggal, aku menjadi anak ke-11, cukup untuk membentuk sebuah tim sepakbola), yang memiliki seorang suami penjudi dan pemabuk yang ringan tangan yang tidak peduli kepada anak-anak dan keluarganya.

Dilahirkan di sebuah desa di pelosok yang jauh dari pusat kota (18 Km dari Kota Gunungsitoli), yang baru mendapat penerangan listrik sekitar tahun 2003, yang baru merasakan jalan beraspal pada tahun 2006, yang dimasa kecilku masih sempat menikmati tempurung sebagai tempat minum dan makan nasi hanya sekali sehari (itupun dijatah), yang menempuh jarak 10 Km pulang-pergi setiap harinya ke SMP terdekat, yang seringkali makan nasi putih dicampur garam ketika ngekos semasa SMA. Namun, aku beruntung dan bersyukur karena Tuhan mengizinkanku untuk menikmati itu semua untuk menjadikanku seorang pribadi yang mandiri dan menghargai setiap berkat yang Tuhan berikan dalam hidupku.

Semasa kecil, aku sudah terkenal akan kebandelanku. Sering berantam bahkan pernah memukuli anak orang hingga orang tuanya sampai turun tangan untuk memukulku balik. Yang pernah kencing celana akibat dipukul guru karena ketahuan berantam dengan teman SD. Bahkan pernah mengalami patah kaki terkena patahan kayu lapuk sebesar lengan dari pohon yang terbalik akibat bolos sekolah hanya karena ingin melihat ayahku yang akan menebang pohon untuk dijadikan (yang akhirnya tidak jadi) sebagai perahu, namun aku beruntung karena ternyata patahan kayu lapuk yang tertancap hanya setengah meter dari tempatku terpeleset (bukan menancap langsung padaku) tidak sampai merenggut nyawaku, namun patahannya tak urung membentur pahaku. Aku beruntung karena langsung ditangani oleh dukun patah tulang yang datang ke kampungku untuk mengobati tetangga yang baru jatuh dari pohon kelapa, hingga 2 bulan pasca patah kaki aku bisa berjalan normal, 5 bulan kemudian bisa bermain bola volley dan 1 tahun kemudian bisa bermain sepakbola.

Aku beruntung sejak masa SMP sudah mulai bisa membantu orangtua membiayai sekolahku dengan memanjat dan menjual daging kelapa (bahan kopra), aku juga beruntung sempat menjadi kuli angkut kerikil ketika SMA. Aku tidak menyalahkan orangtuaku yang tidak mampu sepenuhnya membiayai sekolah dan kuliahku karena pendapatan mereka hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari, karena aku tahu bahwa Tuhan memakai cara lain yang ajaib untuk mencukupkan segala kebutuhanku.

Aku beruntung Tuhan mengizinkanku menganggur satu tahun sebelum kuliah untuk membentuk kepribadianku, mengizinkanku menjadi sales door to door untuk melatih komunikasi dan kemampuan berbahasa Indonesiaku (sehingga nantinya tidak menjadi bahan olok-olok teman kuliahku).

Ternyata Tuhan itu sangat baik, Dia memberkatiku melalui kakak dan abang iparku untuk untuk membiayai kuliahku selama 3 semester di Universitas Methodist Indonesia (UMI) Medan. Tuhan juga memberikan kemudahan dengan memberikan pekerjaan sebagai waiter di salah satu cafe di Medan yang memberikanku dispensasi untuk dapat bekerja sambil kuliah untuk biaya hidup dan membayar biaya kontrakan selama kuliah . Tuhan juga memberkatiku melalui Yayasan Beasiswa Oikumene (YBO) untuk membiayai kuliahku hingga wisuda dan bahkan dapat bonus untuk bisa mengikuti pelatihan dan mengenal pulau Jawa.

[caption id="attachment_214311" align="aligncenter" width="300" caption="Ibuku dan aku ketika wisudaku pada tahun 2007"]

135541414642398111
135541414642398111
[/caption]

Kebaikan Tuhan tidak berhenti disitu saja, bahkan berkat dan keberuntungan datang lagi setelah menyelesaikan mata kuliah lebih awal menjelang persiapan pengerjaan skripsi dan meja hijau aku mendapat tawaran kerja di perusahaan konsultan dan selanjutnya di LSM asing (NGO). Aku juga beruntung karena setelah bekerja di NGO, Tuhan mengizinkan aku menjadi Pegawai Negeri Sipil (sebuah pekerjaan yang sangat tidak kuinginkan sebelumnya, hingga akupun tak pernah habis pikir bagaimana bisa lolos seleksi tanpa memakai uang pelicin sepeserpun). Ternyata, bila Tuhan telah berkehendak Dia pasti akan membukakan jalan dan memudahkan semua langkah-langkah kita.

Aku sangat beruntung karena bisa bertemu dengan seorang gadis yang sangat cantik dan baik hati yang kemudian menjadi istriku yang mampu menerima lamaranku tanpa memandang latar belakang keluargaku yang miskin dan mampu bertahan ditengah-tengah hasutan yang ingin menggoyahkan pendiriannya. Yang bahkan tidak berpaling sedikitpun ketika dilamar oleh seorang pria dari keluarga the have yang pastinya orangtua manapun akan cenderung memilihnya. Aku beruntung memiliki istri yang tetap percaya diri memiliki calon suami yang hanya mengendarai sepeda ke kantor (mungkin, akulah satu-satunya PNS di kotaku pada masa itu yang mengendarai sepeda ke kantor). Aku beruntung bisa menikah (yang sebelumnya tidak pernah terpikir olehku untuk menikah dalam usia itu) sekalipun dengan biaya pernikahan yang sangat besar yang secara pribadi tidak mampu kujangkau (menikah dalam adat masyarakat Nias bisa memakan biaya ratusan juta rupiah), namun Tuhan mencukupkan segalanya tepat pada waktunya.

13554138492063707336
13554138492063707336

Aku beruntung karena setelah menikah, keinginan untuk mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi S2 dikabulkan Tuhan, dan aku juga beruntung karena istriku saat ini sedang mengandung bayi buah pernikahan kami yang diprediksikan akan lahir pada bulan April tahun 2013. Aku juga beruntung memiliki seorang istri yang sangat mendukungku untuk melanjutkan studi dan bahkan merelakan kami terpisah oleh jarak untuk sementara waktu bahkan disaat-saat kehamilannya pun yang sebenarnya sangat membutuhkan kehadiran suami di sampingnya. Aku beruntung memiliki keluarga yang telah bersedia mendampingi istriku selama aku tidak berada di sana.

Tuhan itu sungguh amat baik, aku seorang anak Nias, anak pelosok, anak petani miskin, namun diberkati dan diperhatikanNya. Aku tidak mengeluh dan tidak mengedepankan kemiskinanku, tak pernah surut langkahku untuk menggapai cita-cita dan masa depanku karena aku percaya bahwa Dia mencukupkan semua kebutuhanku dan memudahkan setiap langkahku. Betapa aku tidak bersyukur atas semua kebaikan dan berkat Tuhan yang telah diberikan dalam kehidupanku. Aku tidak pernah berkata bahwa aku tidak mampu, aku selalu berkata bahwa bila Tuhan sudah berkehendak, dia pasti akan membukakan jalan.

Apa yang telah kucapai saat ini mungkin bukanlah sesuatu hal yang luar biasa, namun aku berharap kiranya kisah ini dapat menjadi motivasi bagi mereka yang merasa tidak mampu, miskin, dan putus asa karena merasa tidak mampu menggapai impiannya. Lakukanlah yang terbaik sebisamu dan izinkanlah Tuhan melengkapinya. Bersyukurlah atas setiap hal yang Tuhan izinkan kita alami dalam kehidupan kita. Kadangkala kegagalan dalam sesuatu bukan berarti bahwa kita diizinkan mendapatkannya, namun Tuhan ingin melihat sejauhmana kesungguhan kita untuk menggapainya.

Refleksi penulis di akhir tahun, mengingat akan setiap kebaikan  Tuhan dan mensyukuri setiap berkat-berkat yang telah diberikan-NYA.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun