Mohon tunggu...
Jauharah Nur Amalina
Jauharah Nur Amalina Mohon Tunggu... Lainnya - SMAN 28 Jakarta

XI MIPA 4 /17

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Keinginan yang Berlanjut Ambisi

29 November 2020   17:40 Diperbarui: 29 November 2020   17:48 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tinggal di lingkungan perumahan yang bagus dan elite merupakan hal yang sangat lumrah di lingkungan masyarakat pada saat ini. Dengan fasilitas yang memadai juga struktur dan bentuk bangunan yang tidak bisa dikatakan biasa ini, dimana tempat gadis cantik ini tinggal bersama dengan keluarga nya. Sebuah perumahan yang tidak hanya bagus dengan fasilitas dan juga bangunan nya, tetapi juga orang-orang yang tinggal disini merupakan orang-orang yang penuh dengan ambisi dan keegoisan dalam diri mereka, khususnya orangtua. Ya, memang seperti ini lingkungan yang ia tinggali sekarang, dimana mereka, orangtua, yang mempunyai ambisi besar secara tidak sadar juga menumbuhkan rasa egois yang ada hanya untuk memenuhi ambisi yang mereka miliki untuk anak-anak mereka supaya bisa memasuki Universitas terbaik di kota ini.

Ya, memasuki Universitas terbaik memang menjadi impian pelajar SMA tingkat akhir seperti nya. Alicia Keisha Pradipta, itulah nama nya. Seorang gadis dengan paras tidak bisa dibilang biasa, bagaimana tidak, dengan mata nya yang bulat hampir sempurna dengan pupilnya yang berwarna hitam kecoklatan, ditambah bulu lentik yang menghiasi bagian atas pupil tersebut, membuat siapa saja yang melihatnya terpesona oleh tatapan nya yang begitu dalam tetapi juga teduh. Tak hanya parasnya yang cantik, Alicia juga mempunyai IQ diatas rata-rata sehingga tidak heran apabila namanya selalu menjadi murid dengan nilai terbaik di sekolah-nya.   

Mahesa Pradipta dan Kirinia Ayu merupakan sepasang suami-istri yang melahirkan gadis bernama Alicia Keisha Pradipta. Ayahnya seorang pengusaha sukses dan bundanya yang merupakan dokter sukses yang sudah bisa membangun rumah sakitnya sendiri, membuat Alicia mau tidak mau, harus mengikuti jejak kesuksesan kedua orangtua nya.

Alicia seorang siswi tingkat akhir dimana tidak ada banyak waktu yang tersisa untuknya hanya untuk bersenang-senang saja. Contohnya saja pagi ini, setelah siap dengan pakaian sekolahnya, ia turun ke bawah menuju ruang makan untuk sarapan bersama ayah dan bunda nya. Dengan beberapa buku bacaan yang ada di tangan kanan dan tangan yang satunya ia buat membawa tas nya yang isinya tidak terlalu berat itu. "Selamat pagi ayah, bunda!", kata Alicia menyapa mereka. Yah.. seperti biasanya sapaan nya dibalas dengan seadanya, tidak ada sambutan pagi yang ceria hanya dengan anggukan dan deheman kecil yang menyambut saapannya itu. Mereka selalu fokus oleh benda kecil yang ada di depan mereka. Benda kecil yang mampu menyita perhatian mereka kepadanya, Gadget.

Gadis itu menarik salah satu bangku yang ada disana, kemudian duduk ikut menikmati sarapan pagi yang sangat sunyi ini. Ia ambil dua buah roti, kemudian diletakkan diatas piring, lalu dibuka nya selai cokelat yang ada di depan matanya, setelah itu, ia oleskan dengan rata selai cokelat tersebut di rotinya. Belum sampai dua suapan, ayahnya membuka suaranya, "Bagaimana kegiatanmu di sekolah Alicia?" "Hm.. seperti biasa saja yah, tidak ada yang istimewa" jawab gadis itu sembari melanjutkan suapan roti ke mulutnya. "Bagaimana dengan ujianmu pekan depan? Kamu sudah mempersiapkan dengan baik bukan?" "Ayah tidak mau mendengar bahwa peringkatmu turun hanya karena hal sepele", begitu katanya. "Baik yah akan ku usahakan.", jawab Alicia. Jam sudah menunjukkan pukul enam lewat 45 menit ketika ia sampai di depan parkiran sekolah, artinya 15 menit dari sekarang bel akan berbunyi. Sebelum membuka pintu penumpang mobil, Alicia mengambil tangan bundanya lalu mencium tangannya sebagai tanda pamit. "Ingat Cia, belajar dengan sungguh-sungguh dan jangan bergaul dengan teman yang tidak memberikan dampak baik kepadamu!" "Ingat Alicia kamu ke sekolah hanya untuk belajar bukan main-main!" " Yasudah sana kamu masuk ke sekolah. Ingat pesan bunda!" pesannya kepada Alicia. "Iya bunda aku ingat, yasudah kalau begitu Cia pamit." Jawab gadis itu dengan singkat.

Memijakan kaki nya melewati gerbang sekolah, diiringi sapaan hangat dari penjaga pos di sana, kemudian berjalan melewati pepohonan rindang di sekeliling jalan menuju gedung utama. Sekolah Alicia terbilang salah satu sekolah terbesar dengan kualitas yang tidak perlu diragukan lagi. Mempunyai satu gedung utama dan beberapa gedung pelengkap. Kelas nya berada di samping kiri gedung utama, tepatnya berada di lantai 3. Sampai di kelas, ia langsung disapa dengan suasana kelas yang cukup ramai. Ada yang tertawa, menyalin pekerjaan rumah, mengobrol sekedarnya dengan teman sebangku, bahkan ada yang melanjutkan tidur nyenyak mereka yang masih kurang itu. Alicia berjalan menuju kursi dimana tempat yang biasa ia duduki saat di kelas. Setidaknya dengan suasana kelas nya pagi ini membuat pagi Alicia tidak terlalu buruk.

Jam sudah menunjukkan waktu pulang, dan sebentar lagi akan ada bunyi suara yang membuat semua murid gembira secara tidak sadar, melepaskan rasa lelah mereka ketika mendengar bel pulang berbunyi. Bianca, teman sekelasnya sekaligus rival dalam peringkat kelas, datang menghampiri Alicia, "Alicia, bagaimana dengan persiapan belajarmu untuk ujian yang akan dilaksanakan sebentar lagi?", tanyanya. "Semoga kali ini aku dapat menggantikan posisi nomor satumu saat ini," lanjutnya diiringi tawa pelannya. "Ya semoga saja kali ini aku masih bertahan pada posisi ku sekarang," jawab Alicia yakin.

Dengan langkah gontai, Alicia berjalan masuk ke rumahnya. Sebelum sampai kamar, ia sudah dihadapkan dengan bundanya. Berpakaian layaknya seorang yang ingin pergi bekerja, bundanya memakai kemeja putih polos yang diluarnya dibaluti dengan bleezer warna putih senada dan juga celana kulot panjang. "rapih sekali" ucap Alicia dalam hati. "Alicia karena kamu sebentar lagi ujian, bunda sudah memanggil tutor untuk membimbing kamu dalam belajar," ucapnya. "Bunda dan ayah sudah sepakat dengan keputusan ini, jadi kamu tidak bisa menolaknya," lanjutnya lagi. Belum sempat ia bicara, bundanya sudah kembali berbicara "Kamu akan dibimbing oleh tutormu setiap hari setelah kamu pulang sekolah dan tentunya ketika akhir pekan," Gadis dengan raut wajah yang lelah itu hanya bisa menghela napas dan mengangguk pelan.

Setelah beberapa hari Alicia belajar dengan dibimbing tutornya, kini hari yang ditunggu pun tiba. Hari dimana ia ujian untuk menentukan hasil apakah ia berhasil lolos ke Universitas yang diinginkannya dan orangtuanya atau sebaliknya. Seperti pahlawan yang berjuang di medan perang, Alicia juga sedang berperang dalam medan perang, seluruh tenaga, usaha, waktu, bahkan sampai titik darah penghabisan pun ia rela habiskan supaya keinginan nya untuk tetap bertahan di peringkat satu tercapai. Tapi, bagai tersambar petir, harapan yang ia dambakan tidak tercapai. Ia mendapat peringkat kedua, dengan perbedaan skor akhir yang berbeda tipis dengan Bianca, temannya yang menduduki peringkat satu. Seolah tersadar dari kenyataan, Alicia pun kembali menuju kelasnya setelah melihat pengumuman itu di mading. Melihat teman-temannya memberi ucapan selamat kepada Bianca membuat kesadarannya dipukul kembali oleh kenyataan.

Sesuai dugaannya, baru ia memijakan kaki di depan pintu rumahnya, ia sudah bisa melihat raut wajah kedua orangtuanya. Bisa dikatakan raut wajah yang ditunjukkan keduanya kepada Alicia bukan suatu hal yang menyenangkan. "Alicia sini kamu!" ucap Mahesa dengan suara berat dan tegasnya. Dengan langkah getir ia menghampiri kedua orangtuanya yang duduk di ruang tamu itu. Seperti ketahuan mencuri dan langkahnya yang takut-takut membuat kedua orangtuanya sangat marah. Amarah yang sejak tadi mereka tahan tidak bisa ditahan lagi. Plak! ,suara tamparan dari sentuhan tangan ayahnya menyentuh kulit pipinya sangat terasa. Sakit, itulah yang Alicia rasakan. "Alicia apa yang telah kamu lakukan?!" "Bagaimana bisa kamu mendapat peringkat kedua, Hah!?" bentak Mahesa keras. "Apa selama ini kamu tidak belajar dengan benar? Walaupun kami sudah menyediakan tutor untuk mu?" bentak sang bunda.

"Maafkan aku, yah, bun," ucapnya getar. "Aku sudah berusaha semampuku untuk mempertahankan posisiku, aku juga sudah belajar dengan tutor yang ayah dan bunda berikan," "Aku juga sudah menambah jam belajar ku setelah bimbingan dengan tutorku selesai," ucapnya dengan air mata yang perlahan mulai menetas. "Maaf? KAMU BILANG MAAF??" "ALICIA! Kamu mau bilang maaf ribuan kalipun, tidak akan merubah apapun!" teriak bundanya. "Apakah selama ini fasilitas yang kami berikan ke kamu tidaklah cukup?" tanya Mahesa kasar. "Apakah kamu menjadi bodoh seperti ini karena pergaulanmu dengan teman-temanmu yang tidak benar?" lanjutnya. "Percuma saja bunda dan ayah mencari uang yang banyak demi menyekolahkan mu dan memberikan semua fasilitas yang ada tapi kamu balas dengan seperti ini Alicia!?" marah Kirinia. "Apa kamu mau mempermalukan orangtuamu seperti ini Alicia?IYA?!!" lanjutnya. Air mata di wajahnya semakin turun dengan sendirinya. Ia hanya bisa mengucapkan maaf berkali-kali dalam hati walaupun orangtuanya tidak dengar itu. "Apa kamu tidak bisa menghargai kami, sebagai orangtuamu Alicia?" tanya ayahnya dengan bentakan. Deg! Seperti batu yang sudah rapuh, Alicia sudah tidak bisa menerima kata-kata dari orangtuanya, ia pun memilih berlari melangkah keluar rumah. Ia langsung menuju tempat yang bisa membuatnya tenang, perpustakaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun