Mohon tunggu...
Jauhar Fajrin
Jauhar Fajrin Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar dan Pecinta Literasi

Civil Engineer yang suka literasi dan traveling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Doa Belum Terkabulkan, Tuhan Punya Rencana yang Lebih Baik

1 November 2020   08:35 Diperbarui: 1 November 2020   08:40 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mungkin diantara kita ada yang pernah mengalami betapa sulitnya kehidupan, dan bahkan doa pun seakan akan tidak terkabulkan. Saya pernah mengalaminya. Kita kemudian merasakan bahwa betapa tidak adilnya kehidupan ini terhadap diri kita. Usaha sudah dilakukan, doapun sudah dilantunkan. 

Tetapi hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Bila  ada diantara kita yang mengalami hal seperti ini, saya pun tidak bisa memberikan jawaban kenapa dan bagaimana harus menyikapinya. 

Satu-satunya hal yang bisa saya lakukan adalah menceritakan kembali pengalaman saya ketika gagal kembali ke Eropa mengambil program doctoral beberapa tahun silam.

Waktu itu, akhir tahun 2008, saya sudah mendapatkan surat keterangan diterima tanpa syarat dari almamater S2 saya, Liverpool University dalam bentuk 'unconditional offer' untuk melanjutkan studi doktoral saya disana. 

Tetapi entah bagaimana ceritanya, saya gagal mendapatkan beasiswa dan terpaksa tidak bisa melanjutkan studi. Padahal disaat yang sama ada kolega saya yang bisa mendapatkan beasiswa tetapi belum diterima sepenuhnya dari perguruan tinggi yang dituju karena persyaratan bahasa Inggrisnya yang belum terpenuhi. 

Saya sudah memenuhi semua persyaratan termasuk syarat IELTS, tetapi tidak lulus. Saya tentu saja sangat kecewa sedih dan sedikit frustasi. Mencoba bertanya dan komplain tetapi tidak ada satupun usaha tersebut yang membuahkan hasil. 

Seiring berjalannya waktu, sayapun mulai pulih. Tidak berprasangka buruk pada apa yang telah ditakdirkan Tuhan. Toh doa saya adalah semoga diberikan kesempatan dan tempat terbaik untuk melanjutkan studi. Mungkin saja Tuhan sudah mengetahui bahwa Inggris bukan yang terbaik untuk saya.

Setelah cerita kegagalan itu, biaya yang saya persiapkan untuk melanjutkan studi saya gunakan untuk hal-hal yang bermanfaat. Sebagian saya gunakan untuk membeli mobil bekas, dan itu adalah mobil pertama yang saya miliki. Saya pun akhirnya bisa menyetir sendiri yang kelak bermanfaat untuk mendapatkan pekerjaan sampingan saat saya studi.  

Bersamaan dengan itu adik saya yang paling bontot nomor delapan, diwisuda dalam bidang ilmu yang sama dengan saya. Sebagai bagian dari persiapan rencana studi, saya juga memahirkan kemampuan bahasa Inggris saya siapa tahu nanti bisa mencari pekerjaan paruh waktu disela-sela waktu studi. 

Satu tahun berselang, akhir tahun 2009, kesempatan untuk melanjutkan studi kembali terbuka. Kali ini saya memilih yang lebih dekat saja, Australia. Bukan juga karena Australia sebagai tempat yang terbaik untuk melanjutkan studi, tetapi lebih karena universitas saya sebelumnya tidak lagi mau mengeluarkan acceptance letter karena saya tidak memanfaatkan dengan baik kesempatan yang mereka berikan tahun sebelumnya. 

Singkatnya sayapun akhirnya berangkat ke Australia, tepatnya ke University of Southern Queensland. Universitas ini mempunyai beberapa kampus; Brisbane, Fraser Coast dan Toowoomba, dan saya ditempatkan dilokasi terakhir. Awalnya saya sangat underestimate dengan Australia. Paling akan seperti ini dan itu, begitu pikiran saya sebelumnya.

Benar saja, kesan pertama saya dalam perjalanan dari bandara Brisbane ke Toowoomba menegaskan bahwa suasananya berbeda jauh dengan glamournya kota-kota tua nan cantik di Inggris. 

Saya menghibur diri bahwa saya tidak membutuhkan keglamouran, saya butuh sebuah tempat yang bisa memenuhi keinginan saya untuk mendapatkan ilmu lebih. 

Tetapi apa yang terjadi 2 bulan kemudian menyadarkan saya bahwa ketika doa kita belum terkabulkan, Tuhan sebenarnya sudah mempersiapkan rencana yang lebih baik buat kita. 

Pada awal tahun 2010, hanya tiga bulan dari saat pertama kali saya menjejakan kaki di Australia, saya sudah berada dalam penerbangan kembali ke Indonesia untuk menjemput semua keluarga saya untuk dibawa ke Australia. 

Diluar perkiraan dan rencana saya sebelumnya, saya bisa mendapatkan pekerjaan paroh waktu diluar kota yang memungkinkan saya bisa menyewa rumah sendiri tanpa mengandalkan beasiswa. Saya beruntung karena sudah mempunyai driving license untuk bola-balik keluar kota. Anak-anak pun bisa sekolah dengan gratis.

Poin penting yang ingin saya sampaikan disini adalah jangan pernah berprasangka buruk ketika doa kita seakan akan tidak dikabulkan. Teruslah berusaha dan berdoa. Pada saat yang tepat Tuhan akan mengabulkan doa kita dengan cara yang tidak terduga. 

Tiga setengah tahun kemudian, saya menyelesaikan studi Doktoral dalam tahun yang sama dengan kolega saya yang memulainya dua tahun lebih awal, termasuk teman-teman yang diterima disaat saya mengalami kegagalan. Bahkan beberapa diantaranya harus kembali dan melanjutkan studinya di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun