Jogja tetaplah jogja, yang  sejak awal kumengenal hingga sekarang tetap saja menawan. Jogja menyimpan wibawa, yang entah mengapa saat masuk kedalam dimensinya, ada hegemoni rasa yang meggelora dan berbeda. Nyaman menyenangkan.
Ramai orang berlatah bahwa Jogja telah berubah. Semua tata kelola sederhana telah enyah. Gedung gedung perlahan bangkit megah. Manusia penjuru dunia datang bak air bah. Sopan santun dan kesederhanaan bukan lagi koleksi mewah.
Jogja tetap dibagian dunia. Lintang dan bujur tetap bernaung untuknya. Dunia tetap dengan arah kedepannya. Lalu apa yang salah?
Jogja masih saja sama. Rasa yag dihadirkan. Aroma yang ditawarkan. Nada-nada yang diketukkan. Semua sama. Tidak ada bajingan. adanya petunjuk tangan, mempersilahkan. Jogja, selamanya akan memupuk kerinduan.
Desember hari ketiga
Â