Mohon tunggu...
Jason Aldrich Kenan
Jason Aldrich Kenan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Prodi Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta

Heydooo! Perkenalkan saya Jason Aldrich Kenan, mahasiswa Prodi Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Siapkah Pendidikan Indonesia Menghadapi New Normal?

23 Mei 2022   12:10 Diperbarui: 23 Mei 2022   12:13 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pandemi amat jelas telah mengubah kehidupan manusia. Kegiatan sehari-hari kini harus dilaksanakan tanpa adanya kontak sosial dengan manuisa lain. Pemerintah mengambil tindakan pembatasan sosial, sebagai upaya mencegah dan memutus mata rantai persebaran virus Corona (COVID-19) sejak 2020 lalu. Mulai dari belajar, bekerja, hingga beribadah, dengan terpaksa harus dilaksanakan secara mandiri di rumah masing-masing. Pembelajaran di sekolah kini berubah menjadi pembelajaran daring dengan internet dan komputer.

Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) seakan menjadi satu-satunya solusi di masa pandemi. Sekolah serta kampus melaksanakan pembelajarannya menggunakan media seperti Zoom, Google Meet, Microsoft Teams, dan lain sebagainya. Namun, dalam pelaksanaannya PJJ mengalami berbagai hambatan. Sinyal tak stabil, kuota internet, media pembelajaran error, fasilitas tak mendukung, guru kurang kompeten, serta kurangnya pengawasan orang tua, menjadikan murid seolah acuh terhadap pembelajaran daring ini. Learning loss menjadi pertanda bahwa PJJ tidak efisien dilaksanakan secara terus-menerus. Data Lembaga Survei Indonesia di awal bulan September 2021, kebanyakan siswa dinilai sudah mulai bosan menjalani PJJ (terutama anak SMA), dilihat dari semangat mereka dalam mengikuti pembelajaran.

Lambat laun keadaan membaik, COVID-19 secara perlahan dapat ditekan penyebarannya dengan vaksin dan kemutakhiran medis saat ini. Kantor perlahan dibuka, tempat ibadah sudah mulai ramai dengan jemaatNya, lalu bagaimana dengan pendidikan Indonesia? Bagaimana pendidikan Indonesia menghadapi New Normal? Siapkah kurikulum serta infrastruktur pendidikan kita?

Sebelum membahas lebih dalam, alangkah lebih baiknya kita mengerti apa itu New Normal? 25 Maret 2020, Badan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud) dalam postingan Instagram @badanbahasakemendibud, mulai mensosialisasikan padanan kata 'New Normal' dalam Bahasa Indonesia menjadi 'Kenormalan Baru'. Badan Bahasa memberikan definisi 'Kenormalan Baru' sebagai "keadaan normal yang baru (belum pernah ada sebelumnya)". Padanan kata ini memang secara resmi belum dimasukkan kedalam KBBI, rencananya dalam pemutakhiran KBBi selanjutnya baru akan dimasukkan.

Pendefinisian 'New Normal' memang amat beragam. Misal dalam salah satu lama Tirto.id, 'New Normal' didefinisikan sebagai "skenario untuk mempercepat penanganan COVID-19 dalam aspek kesehatan dan sosial-ekonomi." Dalam berbagai kesempatan, Presiden Joko Widodo, secara tersirat mendefinisikan 'New Normal' sebagai "hidup berdamai dengan COVID-19". Kepala LBM Eijkman Prof Amin Soebandrio, berpendapat kata 'berdampingan' lebih cocok dibanding 'berdamai'. Karena belum adanya definisi yang jelas serta kerumitan pendefinisian 'New Normal' di atas, penulis mendefinisikan 'New Normal' atau 'Kenormalan Baru' sebagai tata cara hidup baru (perubahan sosial) selama pandemi COVID-19 mulai berangsur membaik serta setelahnya, berupa penekanan hidup dengan memperhatikan kesehatan (protokol kesehatan) dalam skala sosial.  Definisi ini diambil sebagai pembeda dengan masa terdahulu yang sekiranya terjadi perubahan sosial dengan penekanan masa setelah pandemi COVID-19.

New Normal dalam kaitannya dengan pendidikan, sering dikaitkan dengan wacana pembelajaran tatap muka dengan protokol kesehatan. Kemendikbud, melalui keputusan Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri, telah meregulasi bagaimana pembelajaran tatap muka di kondisi kenormalan baru. Jaga jarak, maksimum kuota per kelas, penerapan protokol kesehatan di kelas, dan sebagainya, dapat kita lihat di tabel berikut ini:

Dok. pribadi
Dok. pribadi

Sumber: Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi COVID-19 (SKB 4 menteri)

Secara seksama dapat kita lihat secara keseluruhan bahwa regulasi ini bertitik tumpu pada protokol kesehatan. Menariknya, dalam Profil Sanitasi Sekolah 2020, ditemukan bahwa

  • 1 dari 5 sekolah tidak memiliki akses air yang layak
  • 73% sekolah tidak memiliki akses sanitasi yang layak
  • 3 dari 5 sekolah tidak memiliki akses kebersihan yang layak
  • 43,5 juta peserta Didik pada 356,388 PAUD dan Sekolah tidak memiliki akses kombinasi akses air, sanitasi dan kebersihan
  • 1 dari 3 sekolah tidak memiliki jamban/toilet yang terpisah

Data sanitasi di atas menjadi kekhawatiran kita semua, khususnya pendidik dan orang tua, dalam optimisme pembelajaran tatap muka di masa New Normal. Lebih dalam kita lihat, Bali menjadi provinsi dengan akses kebersihan tertinggi dengan angka 69%, dan Papua menjadi provinsi dengan akses kebersihan terendah dengan angka 21%.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun