Mohon tunggu...
Jasmine ZahraAyudita
Jasmine ZahraAyudita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Electrical Engineering Student

Interested in Clean Energy and Renewable Energy

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Transisi Energi: Indonesia Harus Termotivasi oleh Kesuksesan Turki dan Vietnam

27 Februari 2022   22:36 Diperbarui: 27 Februari 2022   22:50 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Potensi Energi Baru Terbarukan di Indonesia menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) adalah sebanyak 417 gigawatt. Potensi tersebut juga bertambah seiring berjalannya waktu. Namun, jumlah Energi Baru Terbarukan (EBT) yang dimanfaatkan masih sangat rendah, yaitu sekitar 73.688 megawatt atau sekitar 0.3%. Walaupun kebijakan mengenai EBT di Indonesia semakin berkembang, namun banyak investor yang masih ragu-ragu untuk menanamkan modalnya pada di bidang ini. Lantas apakah Indonesia bisa menuju bauran EBT 100% di tahun 2060?

Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, produksi listrik di Indonesia pertahunnya adalah sebesar 278,9 terawatt, dengan luas lahan tersedia di Indonesia sekitar 1.811.570 km2. Produksi listrik tersebut lebih sedikit namun tidak berbeda jauh dari Turki yang sebesar 290,4 terawatt. Bahkan Turki hanya memiliki luas area 769.630 km2. Artinya Indonesia memiliki lahan 2,5 kali lipat lebih luas daripada Turki, namun Turki memiliki produksi listrik yang mirip bahkan lebih besar. Bauran energi di Indonesia dan Turki masih sama-sama didominasi oleh batu bara. Tetapi kapasitas EBT terpasang di Turki sangat jauh lebih tinggi apabila dibandingkan Indonesia.

Apabila dilihat dari bauran energinya, sekitar 42% listrik yang dihasilkan oleh negara Turki berasal dari energi terbarukan  dengan energi hidro atau air mendominasi, yaitu sebesar 88 terawatt. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengklaim Turki menduduki posisi ke-13 di dunia dan ke-6 di Eropa apabila dilihat dari kapasitas terpasang energi terbarukannya. Demi meningkatkan dan memajukan energi bersih di negaranya, pemerintah Turki juga baru merilis sistem sertifikasi pada masa pandemi. Sertifikasi tersebut diharapkan mampu untuk meningkatkan investasi di bidang green energy.

Mari menilik salah satu negara ASEAN, yaitu Vietnam. Total bauran energi listrik pada negara tetangga tersebut sebesar 259,5 tera watt. Hanya lebih rendah 19,4 terawatt dari Indonesia. Namun, apabila dilihat dari luas areanya, Vietnam memiliki luas satu per enam luas wilayah Indonesia. Perbedaan yang sangat jauh. Sementara itu, bauran energi baru terbarukan untuk listrik di Vietnam adalah sebesar 28,6 % atau sebanyak 74,2 TW dari total keseluruhan.

Kebijakan pemerintah Vietnam dalam melakukan Feed-in Tariff (FiT) adalah kunci sukses pertumbuhan energi baru terbarukan di negara tersebut. Vietnam tercatat dalam World Economic Forum menduduki peringkat keempat dalam hal nilai transisi energi di kawasan ASEAN. Dalam kurun waktu satu tahun terakhir, Vietnam mampu menambah kapasitas EBT sebesar 11 gigawatt.  FiT yang ditetapkan vietnam secara konsisten dan menarik minat investor untuk berinvestasi di bidang EBT. Oleh karena itu, beberapa tahun belakangan EBT di Vietnam sangat menarik minat para investor. Bahkan investor yang masuk ke Indonesia banyak yang "kabur" ke Vietnam. Para investor tersebut menilai Indonesia tidak cukup kompetitif.

Kebijakan tarif listrik untuk pengguna di Vietnam juga dimudahkan khususnya di bidang PLTS. Berbagai macam regulasi dan insentif yang diberikan pemerintah Vietnam menguntungkan para pelanggan PLTS. Perusahaan Listrik Negara di Vietnam yaitu Vietnam Electricity (EVN) juga turut bekerja sama penuh mendorong penggunaan PLTS secara masif. Kebijakan tersebut diantaranya memudahkan pelanggan agar bisa melakukan transaksi penjualan listrik langsung tanpa melalui EVN. Selain itu, kebijakan yang fleksibel antara PLTS terapung, PLTS ground mounting, serta PLTS Atap. Dengan adanya kebijakan kebijakan tersebut, Vietnam berhasil menaikkan kapasitas terpasang PLTS yang sangat tinggi. Menurut data dari BP Statistical Review of World Energy pada tahun 2020, Vietnam berhasil menambah kapasitas PLTS sebesar 12 gigawatt dalam kurun waktu satu tahun terakhir.  

Sangat disayangkan padahal Indonesia memiliki potensi EBT yang sangat besar namun belum digunakan sebaik mungkin. Apabila dilihat dari penjelasan diatas, Turki dan Vietnam memiliki kebijakan dan regulasi yang mendorong investor agar tertarik untuk berinvestasi pada bidang energi terbarukan, sementara Indonesia belum sampai sana. Apabila Indonesia mengambil pelajaran dari kedua negara tersebut, Indonesia bisa saja menduduki posisi pertama dalam bidang EBT dan juga bisa mencapai bauran energi 100% lebih cepat dari target.

Kebijakan pemerintah Indonesia yang menyatakan untuk tidak menambah kapasitas terpasang PLTU serta menonaktifkan PLTU yang kontraknya habis pada 2030 merupakan kebijakan yang tepat. Namun, kebijakan FiT  apabila diterapkan juga dapat mendorong pembangunan PLTS secara masif. Dari segi potensi serta biaya, PLTS unggul apabila dibandingkan dengan PLT EBT lainnya. Oleh karena itu, untuk mendorong akselerasi transisi energi perkembangan pesat pada penggunaan PLTS merupakan solusi untuk Indonesia . Dengan dibuatnya kebijakan FiT yang adaptif, PLTS pasti akan mencapai nilai keekonomiannya lebih cepat. Sehingga para pelanggan listrik PLN akan tertarik untuk menggunakan PLTS. Semakin marak digunakan, maka semakin berkurang pula konsumsi energi kotor untuk bahan bakar pembangkit listrik. Kedepannya, akan semakin cepat pula kita bertransisi energi dan akan semakin besar pula penambahan EBT dalam bauran energi. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun