Mohon tunggu...
Angel Sang Pemenang
Angel Sang Pemenang Mohon Tunggu... -

demokrasi telah mati

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Senyum Aparat Setelah Menyiksa Rakyat

12 Februari 2019   17:17 Diperbarui: 13 Februari 2019   19:29 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi oleh penulis

Mantan presiden SBY melaporkan Antasari Azhar karena merasa dipermalukan dan difitnah. Fadly Zon wakil ketua DPR RI mengaku sudah sering mengalami persekusi dan diancam dibunuh. Sudah melaporkan 8 berkas dengan bermacam case. SBY adalah mantan presiden sedangkan Fadly Zon termasuk salah satu pimpinan lembaga tinggi negara. Tetapi kasus hukumnya sama, berhenti di aparat.

Disisi lain kasus Ahmad Dhani, Buni Yani, Slamet Maarif dll. Terlihat proses hukumnya lancar banget padahal banyak wilayah abu abu yang aparat tidak mampu menjawabnya:

Ahmad Dhani dengan "vlog idiot": Vlog itu dibuat berdasarkan situasi yang benar - benar tertekan. Ahmad Dhani digeruduk dan dikepung dipintu hotel. Jelas ini tindakan persekusi, padahal Ahmad Dhani bukan pejabat negara, dia tidak dibayar pakai APBN, tidak mengambil kebijakan yang mengikat warga negara lain. Tetapi karena berbeda pandangan politik, aparat mengizinkan para pendemo mempersekusinya sampai pada wilayah pribadi dan kebebasan beraktivitas, berpikir dan mengeluarkan pendapat.

Anehnya: Pendemo yang mempersekusinya justu merasa dihina, sedangkan Ahmad Dhani yang menjadi korban persekusi justru di tindak aparat keamanan. Dimana adilnya om Polisi?

Buni Yani: Jika soal edit mengedit video dipermasalahkan dan dianggap "terbukti" dipengadilan, walaupun Buni Yani bersikukuh tidak melakukannya. Apakah pantas, warga negara biasa dikriminalisasi karena berkomentar atas perilaku pejabat publik? Enak banget jadi pejabat publik, gusur sana sini tanpa bertanggung jawab, bikin rakyat melarat, pakai fasilitas VVIP dari uang pajak, tapi ga boleh dikomentari, ga boleh dinilai, ga boleh di evaluasi rakyatnya.

Slamaet Maarif: Seorang Ustad, sejak jaman Indonesia belum ada, republik ini belum merdeka. Ustad adalah pemimpin umat. Ustad menyuarakan keadilan itu memang sudah marwahnya. Bayangkan jika Bandung Lautan Api atau pertempuran Surabaya tanpa teriakan Allahu Akbar. Maka pertempuran mungkin tidak akan seheroik yang pernah ada. Dari mana teriakan Allohu Akabr itu muncul? Bukan tiba -- tiba, tapi dari interaksi antara ulama dan rakyat yang intensif dalam melawan penjajahan dan ketidak-adilan.

Sekarang ini ulama bersorban justru dihina hina, pria kok pakai daster. Olok olok semacam itu dengan nuansa kebencian dianggap wajar. Padahal jika kita lihat gambar Pahlawan Nasional kita, mereka banyak yang bersorban dan berkerudung. Disisi lain bilang nonpribumi atau kata lain terkait minoritas tertentu bisa diproses hukum. Bhinneka Tunggal Ika sudah dipelintir seolah mayoritas harus menghamba pada minoritas.

Jika kita bertanya pada aparat mengapa ada perbedaan perlakuan hukum, maka jawabannya akan sangat prosedural dan berbelit - belit serta menghina akal sehat. Ini adalah kondisi yang mengkawatirkan bagi eksistensi negeri ini. Karena disisi lain, hukum sangat tajam pada lawan politik penguasa.

Hukum yang tidak adil dan berbau pesanan ini jelas melanggar sumpah profesi aparat hukum. Aparat hukum itu dibayari pakai pajak rakyat, kecuali mereka makan uang hasil korupsi penguasa jadi wajar jika membela yang bayar. Tapi rakyat tahunya, gaji bulanan, seragam dan fasilitas yang dipakai aparat itu uang dari APBN dimana pajak menjadi sumber utamanya.

Orang awam diluar sistem pemerintahan tentu tidak tahu apakah ada uang siluman yang beredar sehingga aparat tidak netral. Rakyat juga kurang tertarik mengulik uang siluman, karena data dan aksesnya akan terbatas. Tetapi apakah salah saat rakyat bertanya dan meragukan netralitas aparat karena apa yang dilihat, didengar dan dirasakan?

Bapak - bapak aparat hukum, senyum anda di televisi adalah kegetiran dihati kami. Mata kami tidak tahan melihat senyum anda, hati kami ngilu mendengar celoteh anda soal hukum. Kami tidak pintar bersilat kata dan fasal fasal hukum. Tetapi kami ngeri, jika petinggi petinggi negeri ini hanya karena berseberangan dengan penguasa tidak digubris. Bagaimana kami rakyat kecil berani melangkah ke kantor anda untuk mendapat keadlian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun