Mohon tunggu...
Angel Sang Pemenang
Angel Sang Pemenang Mohon Tunggu... -

demokrasi telah mati

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Menjadi Tua Itu Takdir, Menjadi Pria Itu Pilihan

13 Desember 2018   15:27 Diperbarui: 13 Desember 2018   15:50 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar diambil dari rimanews.com

Pernahkan anda menjadi anak - anak? Ya, sama seperti anda, saya juga pernah menjadi anak - anak. Bermain bersama anak - anak tetangga, terkadang sampai di tempat yang cukup jauh, terkadang juga sampai malam, terkadang tidak ada yang bawa uang cukup, beli kue dimakan bareng bareng. Tapi kami tidak mencuri apalagi menodong, ya sekedar petualang di pegunungan dekat rumah.

Saat bulan puasa, anak anak di jaman saya sering bermain mercon bambu menjelang buka puasa atau sahur. Singkat cerita mercon bambu adalah kesenangan kami sebagai anak - anak, bahkan ada orang yang cukup berumur ikut bermain, bahkan caranya cenderung membahayakan keselamatan. Ketika ada pria dewasa mengingatkan dengan cara baik - baik, kami sebagai anak - anak justru diprovokasi orang berumur yang ikut bermain mercon bambu dengan cara yang berbahaya.

Sebenarnya sebagai anak, kami tahu, teguran pria dewasa itu bijak, tetapi kami anak anak sudah terprovokasi dan menganggapkan pria dewasa itu usil.

Menulis di blog keroyokan bukan seperti orang pidato.

Ketika kita menulis di blog, baik itu opini, paparan, liputan, fiksi atau apapun anda tidak menulis diruang kosong. Anda juga tidak bisa menganggap semua pembaca setuju, oleh sebab itu diberi fasilitas ruang komentar. Beda jika anda pidato, pendengar boleh tidak setuju, tetapi tidak diizinkan interupsi, cukup ngedumel dalam hati.

Beberapa penulis menungkapkan ide dan opininya dengan menyerang dan membully orang lain dengan sangat ganas. Tetapi ironisnya, ketika ada pembaca yang komentar, penulis ini marah - marah sambil delete komentarnya. Jika memang opini dan ide nya valid, harusnya penulis menjawab saja komentar pembaca. Menghapus dan marah - marah hanya menunjukkan rendahnya kualitas opini tersebut.

Hal ini menunjukkan bahwa penulis yang gemar menghapus komentar dan marah - marah ketika tulisannya di komentari, tak lebih dari bocah bocah yang tidak pernah dewasa. Sama seperti bocah bocah yang bermain mercon bambu dengan cara sembrono. Ketika diingatkan atau ditegur mereka merasa kesenangannya diambil, "who moved my cheese?"


Umur sama sekali bukan indikator seorang sudah menjadi pria dewasa. Umur hanya soal angka tetapi menjadi pria adalah pilihan. Anda boleh mau menang sendiri, garang mengkritik dan membully, menjadi ciut ketika di komentari. Pilihan untuk terus menjadi bocah walaupun sudah berumur. Tetapi anda juga bisa menjadi pria, mengkritik secara terukur sehingga cukup nalar yang sehat merespon komentar yang mungkin tidak anda pikirkan sebelumnya.

Salam buat Pepih, Yon Bayu, Jappy, Sussy dan anak - anak lainnya yang terhormat, yang tidak sempat saya sebut satu persatu.

Salam hormat

Angel

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun