Mohon tunggu...
Abdul Karim
Abdul Karim Mohon Tunggu... Relawan - Pegiat Sosial

Kebenaran dan kedamaian adalah dua hati yang terpaut pada simpul kebebasan. Untuk tegakan kebenaran kadang harus korbankan kedamaian, untuk memelihara kedamaian kadang harus mengekang kebabasan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Modus Penggerogotan Damri?

22 Februari 2016   12:34 Diperbarui: 22 Februari 2016   13:06 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tanggal 19 Februari 2016 yang lalu saya naik bus Damri dari terminal Bungur Asih Surabaya ke Bandara Juanda. Setelah duduk dalam bus, para penumpang ditagih ongkos bus Rp. 25 ribu per orang dan diberi selembar karcis. Petugas mewanti-wanti para penumpang berulang kali agar karcis jangan sampai hilang atau robek karena sewaktu-waktu akan ada pemeriksaan.

Setelah bus berangkat, ternyata memang benar ada pemeriksaan di check point. Di jalan A Yani Surabaya. Petugas darat Damri naik dan menghitung jumlah penumpang. Setelah itu petugas turun. Lalu giliran sopir bus yang memeriksa ulang penumpang dan mengambili karcis yang ada pada penumpang tanpa merobeknya. Dalam hati saya bertanya kenapa karcis diambil tanpa dirobek seperti umumnya terjadi di Damri Jakarta.

Menjelang masuk gerbang terminal Juanda bus Damri berhenti lagi, tetapi bukan pada pos pemberhentian. Sekali lagi sopir menghitung jumlah penumpang. Kembali saya bertanya-tanya untuk apa lagi dia menghitung-hitung jumlah penumpang.

Dengan cara seperti itu tadi, mengambil karcis dari penumpang tanpa merobeknya, apakah mungkin terbuka peluang bahwa karcis  yang ditarik utuh dari penumpang tadi akan dijual kembali?. Menurut saya sangat mungkin itu terjadi. Kalau itu yang dilakukan maka akan ada potensi kebocoran Damri Surabaya.

saya amati, petugas Damri di Juanda hanya ada sopir. Dia merangkap kernet sekaligus penjual karcisnya dan merangkap kasir yg menyimpan uang pendapatannya. Tiga fungsi yang dirangkap oleh satu orang itu sangat melemahkan kontrol. Satu-satunya pengawasan hanya pada pos Check Point dimana petugas darat memeriksa jumlah penumpang dan mencatatnya. Jadi cukup dengan menjalin  kerja  sama dua pihak sebuah organizational crime bisa dibangun.

Adapun petugas di bungur asih yg berulang kali mewanti-wanti penumpang agar karcis tidak hilang atau robek adalah bagian dari skenario itu. Sedangkan sopir yang menghitung ulang penumpang secara manual adalah dalam rangka mengingat-ingat berapa jumlah penumpang yang real dan berapa jumlah yang akan dilaporkan karena sobekan karcis yg semestinya berfungsi sebagai alat kontrol tidak ada.

Mudah-mudahan ini hanya dugaan negatif saya saja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun