Mohon tunggu...
Abdul Karim
Abdul Karim Mohon Tunggu... Relawan - Pegiat Sosial

Kebenaran dan kedamaian adalah dua hati yang terpaut pada simpul kebebasan. Untuk tegakan kebenaran kadang harus korbankan kedamaian, untuk memelihara kedamaian kadang harus mengekang kebabasan

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Ditipu "Turis Dermawan Brunei"

24 April 2016   11:25 Diperbarui: 24 April 2016   11:36 2049
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Modus penipuan Turis Asal Brunei

Saya menginap di salah satu hotel di Jl. Wahid Hasyim Jakarta.  Pada tanggal 22 April 2016 sekitar pukul 20.30 saya berdiri di depan warung nasi uduk tidak jauh dari Hotel tersebut, niat saya ingin makan disitu. Tiba-tiba saya dihampiri seseorang berwajah cukup ganteng, berbicara dg logat Inggeris Melayu mengaku turis dari Brunei.  Dia bertanya arah jalan ke Masjid Istiqlal kepada saya.  Saya jawab bahwa Istiqlal dari jl Wahid Hasyim tidak jauh dan dapat naik taksi. Kemudian dia bertanya lagi berapa ongkos taxi ke Istiqlal. Saya bilang paling banter 20 sampai 30 ribu.  Ybs lalu membuka dompet dan mengeluarkan uang lembaran 50 ribu sambil bertanya “apa uang ini cukup”, saya jawab “itu lebih daripada cukup”.

Saat itu ada seseorang berdiri di samping saya, tiba tiba  ngomong, “mas jangan sembarang mengeluarkan uang di keramaian, ini Jakarta. Banyak orang jahat disini. Sang turis brunei itu kemudian mengucapkan terima kasih atas peringatan tsb dan mereka akhir berbincang-bincang, lalu berkenalan. Kami berbincang bertiga. Si Turis namanya Awang dan mengingatkan tadi  mengaku bernama Herman. Dari perbincangan tsb si herman akhirnya menawarkan bantuan untuk mengantar turis Brunei itu menggunakan mobilnya untuk melihat masjid Istiqlal. Dia mengajak saya ikut serta. Awalnya saya menolak. Tetapi ketika si turis itu juga mengajak saya minta ditemani, saya bersedia. Niat saya waktu itu ingin melindungi turis itu siapa tahu si herman itu punya niat jahat. Niat makan nasi uduk saya urungkan.

Singkat kata, kami meluncur menuju Istiqlal menggunakan mobil Inova warna hitam milik si herman. Saya duduk di jok tengah berdua dengan turis Herman di kursi depan. Pengemudi adalah sopirnya herman. Dalam perjalanan kami berbincang, kemudian saya tanya profesi si turis. Dia mengaku Bendahara Kerajaan Brunei, datang ke Indonesia / Jakarta untuk mencari-cari tempat ibadah dan panti panti asuhan yang layak dibantu. Dia mengaku sudah dibekali uang 3 juta USD oleh Kerajaan Brunei untuk dibagikan kpd tempat-tempat ibadah. Dia bilang tidak percaya dengan pemerintah Indonesia karena sumbangan mereka tidak sampai ke sasaran. Makanya dia ditugaskan mencari sendiri pihak-pihak yang layak disumbang.  Dia juga menawarkan kepada saya jika ada tempat ibadah yg ingin bibangun ajukan saja proposal.

Dengan polosnya saya jawab bahwa saya punya informasi beberapa tempat ibadah yg layak dibantu di kampung saya. Lalu turis itu bertanya apakah di kota saya ada bank untuk mencairkan dana bantuan, karena dana mereka tersimpan di bank BRI. Saya jawab bank BRI ada di tiap desa, jadi tidak perlu khawatir.  Lalu dia menunjukan ATM berwarna biru, ada tulisan BRI di sudutnya.

Kemudian si Herman nyeletuk, apa betul ATM itu ada dananya. Kami perlu bukti. Karena herman juga meminta agar tempat ibadah di kampungnya dapat dibantu.  Takutnya ini hanya main-main, nanti kami malu dengan orang kampung. Kata herman.  Si turis lalu meminta dicarikan ATM BRI untuk menunjukan berapa besar saldo yg dia miliki.

Tak terasa kami sampai di Istiqlal, tetapi tidak turun ke istiqlal hanya lewat di depannya saja. Lalu  pembicaraan fokus kepada mencari ATM BRI. Saya lupa dimana persisnya, rasanya di seputar Medan Merdeka ada ATM BRI, disitu kami berhenti. Lalu si turis turun ke ATM bersama si Herman, tadinya saya tetap tinggal dalam mobil. Cuma lagi-lagi saya menghawatirkan si turis jangan-jangan dijahati sama si Herman, sehingga ketika si turis meminta saya ikut ke dalam ATM saya juga akhirnya ikut turun menyusul mereka ke ATM. Bertiga kami di dalam ATM. Si turis mengasihkan ke saya kartu ATM-nya minta tolong dimasukkan. Saya bantu memasukkan. Lalu dia minta tolong lagi agar saya menakan kode PIN-nya. Tanpa ragu dia menyebutkan PIN ATM 888888. Setelah saya pencet, lalu cek saldo. Terlihat angka 99 milyar lebih. (saya lupa berapa persisnya). Tetapi di depan angka 99 tsb ada tanda min (-).  Si herman bilang “wah duitnya banyak sekali”.   Lalu si herman pun mengeluarkan juga ATM BRI-nya. Dia juga cek saldo. Saya lihat saldo milik Herman Rp. 4,8 milyard lebih. Tetapi di depan angka 48 itu juga ada tanda min (-). Di sini saya sebenarnya mulai curiga.

Sebelum kami beranjak dari ruang ATM itu, si turis tanya ke saya ttg ATM yang saya miliki. Saya jawab punya saya bank Mandiri. Lalu dia bertanya lagi apakah ATM bank Mandiri bisa dipakai di ATM BRI, dia juga meminta kepada saya untuk menunjukan bahwa ATM bank Mandiri dapat dipakai di ATM BRI. Dengan ringan saya keluarkan ATM Bank Mandiri saya, lalu saya masukkan ke mesin ATM BRI. Setelah dapat masuk saya keluarkan lagi saya bilang “tuch khan bisa”.  Setelah saya keluarkan, si herman minta dimasukkan sekali lagi karena yang pertama tadi saya tidak cek saldo. Terus terang saya ragu, tetapi kartu ATM tetap saya masukkan untuk cek saldo.

Disitulah salah satu titik kuncinya, ketika dua kali saya masukkan kartu ke mesin ATM rupanya mereka mengamati dgn cermat sehingga  PIN saya dapat diketahui oleh mereka. 

Lalu kami pergi dari situ menuju hotel tempat si turis menginap yang ternyata bersebelahan dengan hotel saya. Di dalam mobil kami masih berbincang tentang kartu ATM. Saya sendiri saat itu sudah berkesimpulan bahwa mereka ini berkomplot utk maksud tertentu kepada saya. Tetapi saya masih menebak-nebak apa kira-kira  yang akan mereka lakukan. Sejauh ini saya merasa cukup aman.

Dalam perbincangan dalam mobil menuju hotel, si turis bertanya lagi kepada saya kenapa warna ATM saya berbeda. Saya bilang karena bank penerbitnya beda. Saya berfikir orang ini koq penasaran banget soal ATM. Kecurigaan saya semakin kuat. Tetapi tetap saja saya dengan ringan menunjukan sekali lagi ATM saya kepada dia, selama dalam mobil itu. Lalu dia pegang-pegang ATM saya sebentar dan dikemalikan lagi. Tidak sampai 10 detik. Rupanya disitu, dengan kecepatan pesulap ATM saya sudah ditukar oleh si turis. Yang dikembalikan kepada saya adalah ATM abal-abal yang warnanya sama persis. Sayang memang, di Kartu  ATM saya tidak tercantum Nama saya, jadi saya tdk dapat membedakannya seketika.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun