Dua ekor monyet sedang asyik menikmati suasana di tepian suatu hutan yang tak terlalu luas. Mereka bertengger di sebuah dahan pohon yang berada di tepi jalan yang menghubungkan antar desa di Kerajaan Semala. Monyet yang satu asyik mencari kutu di bagian tubuh monyet yang lain. Bermandikan sinar mentari sore, suasana yang pas untuk melepas ketegangan setelah sebelumnya terlibat konflik perebutan wilayah.
Namun sayang, derap kaki beberapa kuda yang melintas membuyarkan kenyamanan suasana. Rombongan Ki Sriram bersama dua pengawalnya melintasi jalan tersebut. Debu-debu berhamburan ke udara. Dua monyet itu terpaksa berpindah ke pohon yang lebih masuk dalam hutan. Acara menikmati sore itu akhirnya terhenti. Dua monyet itu hanya memandangi rombongan manusia yang melintas tersebut. Sorot matanya seolah berkata, "Dasar manusia, kehadirannya selalu saja mengganggu alam di sekitarnya."
Orang-orang itu tentu saja tidak terpikir kalau ada dua monyet yang menggerutu kepada mereka. Di pikiran mereka hanya ada satu keresahan, harus segera kembali ke Desa Merak. Kejadian perkelahian dengan Vikra dan Bajra membuat rencana mereka tertunda.
Hingga akhirnya malam telah memeluk angkasa di Kerajaan Semala, udara menjadi lebih dingin. Tetapi suasana di sebuah rumah di Desa Merak tidak ikut menjadi dingin. Para wanita dan beberapa anak tidak lagi ada di rumah itu. Hanya ada para lelaki dengan postur tubuh tegap terlatih yang ada di dalam rumah.
Perwira prajurit yang memimpin penyergapan, Ki Datok, bersama sejumlah anak buahnya berada di rumah Ki Sriram di saat ini. Mereka mengantisipasi serbuan gerombolan perampok itu. Untuk keperluan itu, semua pergerakan para pengawal Ki Sriram berada di bawah perintah Ki Datok.
Empat orang penjaga duduk di atas tikar yang digelar di teras rumah. Mereka bergurau santai sambil sesekali menikmati jajanan dan minuman. Aroma arak tercium di udara.
Saat malam makin larut, empat orang itu meneruskan kegiatan mereka dengan bermain dadu. Salah satu dari mereka berlagak jadi bandar, yang lainnya sebagai pemain. Walau terlihat asyik bermain, sesekali seseorang di antara mereka berjalan memutari rumah untuk memantau keadaan.
Menjelang tengah malam, satu di antara empat penjaga berjalan menuju panggung penjagaan di pagar depan. Sedangkan tiga yang lain meneruskan permainan. Di sisi luar pagar, di jalan desa, sesekali warga yang sedang mendapat giliran berjaga berjalan memutari desa melakukan patroli.
Beberapa waktu berlalu ketika dua sosok mendekati pagar tembok rumah Ki Sriram. Mereka mendatangi lokasi yang terlindung dengan rindangnya sebuah pohon yang tumbuh di halaman samping. Dua sosok itu berpakaian gelap dan mengenakan penutup wajah. Dengan gerakan gesit, salah satu dari mereka membantu melontarkan tubuh yang lain ke atas.
Sosok tersebut dengan mudah menjangkau bagian atas pagar tembok dan langsung menilai kondisi rumah Ki Sriram. Ia memberi tanda kepada temannya bahwa semuanya aman.
"Lihat di sana. Penjaga gerbang itu tertidur," kata seorang perampok kepada temannya dengan berbisik.