Waktu berputar, musim berganti. Bunga-bunga mekar, menggoda para serangga mendekat. Ketika serangga hinggap, sang bunga menitipkan benih-benih masa depannya. Sebagian bunga lalu layu luruh ke tanah. Tapi sebagian lagi menjelma menjadi buah yang kemudian dituai manfaatnya oleh hewan dan manusia.
Dengan segala bentuknya, alam selalu berupaya tumbuh. Bayi mengawali dari merangkak, berusaha berdiri, berjalan, hingga kemudian berlari.
Rintik gerimis hari ini membasahi ladang milik Ki Baskara, membantu tanaman di dalamnya tumbuh menghasilkan manfaat untuk yang merawatnya. Di saat itu Widura ikut bekerja di sisi ayahnya. Selepas siang waktunya ia berlatih di tempat Ki Jagabaya.
Sore itu ketika berlatih di tempat Ki Jagabaya, Widura beroleh berita bahwasanya beberapa desa di wilayah Kadipaten Dulki akhir-akhir ini diserang oleh segerombolan perampok. Selain menjarah harta, terkadang mereka membawa lari para perempuan yang ada di rumah sasaran. Dalam prosesnya banyak meninggalkan korban luka dan terkadang korban jiwa.
Karena kejadian ini, desa-desa dihimbau agar lebih menggiatkan ronda malam. Sedangkan Kadipaten membentuk tim prajurit yang khusus ditugaskan menangani masalah ini.
Di suatu sore, di tepian sungai, Widura dan tiga sahabatnya sedang beristirahat setelah berlatih bersama. Ketika menikmati belaian angin sore tiba-tiba Murti berkata, "Kita sudah lama nggak pergi berburu bareng-bareng."
"Iya, benar," sahut Widura sambil bersandar santai di sebongkah batu besar.
"Ayo kita buat rencana. Bagaimana?" tanya Murti.
Yang lain hanya mengangguk sambil memandang ke arah Murti dan bertanya, "Kapan?"
"Hmm, ini jadinya aku yang menentukan waktu?" ucap Murti setelah mengamati reaksi teman-temannya.
"Bukankah kamu yang punya usulan di awalnya? Hehe," jawab Sogol.