Mohon tunggu...
Zahra El Fajr
Zahra El Fajr Mohon Tunggu... Penulis - a melancholist

Teacher | Fiksiana Enthusiast | Membaca puisi di Podcast Konstelasi Puisi (https://spoti.fi/2WZw7oQ) | Instagram/Twitter : zahraelfajr | e-mail: zahraelfajr@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Penat oleh Pahit yang Pekat

9 Oktober 2016   20:50 Diperbarui: 31 Maret 2020   00:02 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustration/ Source: Weheartit

Aku tahu dengan tulus kuantarkan kamu ke gerbang megah memangku selamat datang sepotong hati barumu, kamu sumringah, hanya kamu, bukan aku.

Mengintip secelah ke gerbangnya pun kamu larang, kemudian aku pulang. Aku senang-senangi hati, yakini bahwa kuantar kamu ke kebahagiaan.

Jika begitu, aku akan menyeduh kopi hitam untuk menghujani kerongkongan, mungkin belum, tapi aku benci kamu.

Bak foam di cappuccino yang mengempes sebentar lagi, tak lama kamu kembali padaku. Gerbang megah itu nyaris menelanmu sebagai korban.

Peranku tak berperasa ‘istimewa’, menenangkanmu dari cawan berisi pahit, menggantinya dengan sukralosa meskipun gula kelapa lebih baik.

Hari ini kamu bilang mendamba seputih krimer, nampaknya akan menampik pahitnya kopi yang kita seruput. Kuantar lagi kamu ke gerbang putih itu, meninggalkanmu demi bahagia sementara kopi yang kuminum sebabkan kebas di lidah lalu kuseduh segelas raksasa yang terhitam dan terpahit, perayaan kehilanganku yang kerap. Ah, mungkin sudah, aku membencimu.

Setelah kalender itu, aku biarkan cawan kosong melompong. Tak ada pahit menghitam. Tapi angkasa di hatiku paten diderasi hujan dan gelap, kala aku mengidap achluophobia sekaligus ombrophobia, ini tak beda kamu serbuki mataku dengan mendidihnya serbuk biji kopi yang sanggup mengikis ketenangan. Kamu hanya sisakan siksa, tega sekali.

Bukan kafein kembungkan lambung, yang ada muak menyisih maaf padamu meskipun kamu tak mengharap. Namun cawan hampa, mana indah. Kukacaukan serbuk kopi hitam dan air mendidih yang menggila kemudian, mungkin belum, aku benci kamu kesekian kerap kalinya.

Pahit kuteguk setumbalnya kuasa mendatangkanmu padaku. Bisakah kali ini gerbangku yang kamu tok tok tok?

Bandung, 9 Oktober 2016

Zahra,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun