Mohon tunggu...
OPA JAPPY
OPA JAPPY Mohon Tunggu... profesional -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Acount Baru http://www.kompasiana.com/opajappy

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketetapan MPR No XVIII/MPR/1998 dan No. I/MPR/2003 Menciptakan Intoleransi

12 April 2013   22:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:17 2622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_247636" align="aligncenter" width="400" caption="doc jappy.8k.com"][/caption] Pancasila sebagai idiologi bangsa dan salah satu pilar kesatuan serta persatuan bangsa, dari perjalanan panjang sejarah bangsa dan negara. Para pendiri bangsa mempunyai pandangan futuristik dan eskhatologis sosial, sehingga mereka (telah) melahirkan menetapkan Pancasila sebagai elemen mendasar berbangsa - bernegara. Dan semuanya itu menjadi suatu ikatan semangat yang menyatukan serta membesarkan NKRI dan berhasil melawan kolonial. Semangat tersebut terus berlanjut, sehingga dengan suara bulat, satu suara, satu pandangan, MPR melalui Ketetapan MPR no. II/MPR/1978, menetapkan Pancasila sebagai asas tunggal berbangsa dan bernegara. Sila-sila dalam Pancasila diuraikan sedemikian rupa, sehingga menghasilkan butir-butir sederhana untuk dihayati (lihat tanggapan, di bawah), dipahami, dan diwujudnyatakan dalam/pada hidup serta kehidupan berbangsa dan bernegara (sehari hari). Sayangnya, nilai-nilai luhur tersebut, menjadi sirna dari perilaku berbangsa dan bernegara, akibat adanya penolakan dari kelompok-kelompok anak negeri, dan diperkuat dengan Ketetapan MPR no XVIII/MPR/1998, bahkan diperkuat Ketetapan MPR no. I/MPR/2003. Sesuatu yang tragis dan menyakitkan Ketika revolusi dan masih hangatnya menyatukan dan membangun bangsa, para pendiri bangsa gunakan Pancasila sebagai salah satu alat perekat - pemersatu - penyemangat kesatuan semua orang di Nusantara. Akan tetapi, ketika reformasi, para elite bangsa menolak dan meniadakan Pancasila sebagai asas berbangsa dan bernegara, (mereka bukannya melakukan perbaikan sistem edukasi tentang Pancasila kepada rakyat, tetapi menghapusnya). Sungguh suatu tindakan ironis yang hanya melihat/demi kepentingan sesaat. Para elite bangsa pada waktu itu, hanya memikirkan dalam waktu pendek serta sesat dan sesaat, tanpa melihat jauh ke depan. Kini, sikon sekarang, apa yang terjadi setelah Pancasila bukan lagi utama serta pertama dalam hubungan berbangsa dan bernegara!? Ternyata muncul dan lahir malapetaka idiologi - malapekata sosial dan bencana idiologi - bencana sosial; dan dampaknya menjurus kepada kehancuran NKRI. Hal-hal tersebut antara lain:
  • adanya politisi dari parpol yang tidak berazas Pancasila, mereka justru memperjuangkan penggantian model/sistem negara dengan idiologi bersifat keagamaan, atau mungkin saja terbuka untuk yang bersifat sosialis-komunis
  • adanya gerakan keagamaan radikal dalam bentuk ormas, lembaga keagamaan, aparat pemerintah yang menunjukan tindak sara - diskriminasi - pelanggaran ham dan hal-hal lainnya yang sejenis
  • adanya penindasan terhadap kaum marginal dan golongan minoritas; mereka semakin mengalami ketertindasan, dan sang penindas pun tak pernah dihukum karena aparat pemerintah yang rasis
  • memunculkan hal-hal yang intoleran melanggar HAM seperti di bawah ini (yang ada di tempat lain, namun tak ada di Nusantara); di Nusantara tak ada yang sesuai laporan ini; serta hal-hal berikut: kaum agama yang bertindak BRUTAL atas nama agama; di negeri ini kelompok-kelompok preman atas nama agama, boleh melakukan tindakan brutal terhadap semua yang menurut mereka tidak sesuai dengan perintah agama mereka; penindasan terhadap agama-2 serta kepercayaan minoritas; di negeri ini dibolehkan untuk melakukan pembakaran properti kelompok minoritas, pengusiran, bahkan menjarah harta milik kelompok aliran keagamaan; pengrusakan - kebrutalan tempat ibadah; di negeri boleh membom, merusak, membakar tempat-tempat ibadah agama-aliran keagamaan yang minoritas; radikalisme atas nama agama; di negeri ini, boleh menghina ajaran agama-agama serta aliran minoritas; pembunuhan atas nama agama;penghujatan terhadap agama-agama
  • adanya pejabat - pejabat pemerintah yang mengeluarkan KEBIJAKAN RASIS - RASIALIS, yang atas nama kuasa dan kekuasaan, melakukan PELECEHAN terhadap umat beragama
1364962767957906818
1364962767957906818

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun