Mohon tunggu...
Trip Pilihan

Mengunjungi Keraton Kasepuhan Cirebon

7 November 2018   16:30 Diperbarui: 7 November 2018   16:40 788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Singkat namun penuh kesan, itu lah rangkuman perjalanan keluarga kecil kami mengunjungi Kota Udang, Cirebon. Singkat, karena hanya tiga hari di waktu weekend kami untuk refreshing dari kepenatan akan aktivitas sehari-hari di ibu kota. Penuh kesan, karena ini lah kali pertama bagi putera semata wayang kami mengunjungi kota kecil yang membutuhkan waktu cukup lama (kurang lebih 6 jam) dalam perjalanan dari Jakarta.

Semakin seru dan bermakna karena ternyata si balita 3.5 tahun ini nggak rewel selama di jalan. Sudah bisa mengobrol dan menikmati kebersamaan. 258 kilometer jauhnya seakan tidak terasa sama sekali karena kami sibuk bercengkerama dan saling mengutarakan ingin makan apa nanti di Cirebon, main kemana dan rencana-rencana lainnya.

Tempat wisata yang menjadi destinasi utama kami saat di Cirebon tak lain adalah Keraton Kasepuhan, letaknya di Jalan Kasepuhan No. 43, Lemahwungkuk. Tidak seperti kebanyakan ibu-ibu yang parno dan takut membawa anak kecil ke bangunan bersejarah, saya dan suami justru ingin memperkenalkan bangunan peninggalan Kesultanan Cirebon ini ke Leon.

dokpri
dokpri
Konon katanya bangunan peninggalan begini " banyak isinya " sementara anak kecil sensitif sama makhluk tak kasat mata. Bagi saya, semua kembali ke hati dan iman kita sebagai manusia. Prinsipnya asal tidak mengganggu dan sopan, tentu tidak akan terjadi apa-apa. Saya sounding juga anaknya agar well behaved dan tidak berteriak maupun lari-larian. Jelaskan dengan baik mengapa kita harus pelan-pelan selama di sana, selain agar tidak mengganggu " mereka " juga tidak mengganggu pengunjung lain yang ingin menikmati keindahan Keraton.

Untuk masuk Keraton Kasepuhan akan dikenakan biaya masuk sebesar Rp 15.000 per orang. Masih cukup murah kok karena bangunannya sangat terawat dan area Keraton ini sangat luas. Sehingga kita bisa puas menikmati keindahan pusakanya serta bisa foto-foto di semua area. Untuk biaya tour guide lokal tidak dipatok harganya, jadi kerelaan masing-masing aja. Tour guide ini akan menceritakan dari A sampai Z, cerita seputar bilik-bilik bangunan dan sejarah Keraton Kasepuhan.

Dan jangan lupa, demi kepentingan feed social media yang kece kita bisa memanfaatkan jasa si tour guide untuk fotoin kita :)

www.jeenatassya.com
www.jeenatassya.com
Keraton Kasepuhan ini dulunya bernama Keraton Pakungwati, berasal dari nama Ratu Dewi Pakungwati binti Pangeran Cakrabuana. Namanya diabadikan oleh suaminya, Sunan Gunung Jati menjadi nama Keraton. Berdasarkan silsilah keturunan yang ada di Keraton Kasepuhan, Sunan Gunung Jati merupakan keturunan Arab. Sehingga didirikan Kasultanan yang merupakan Kerajaan Islam.

dokpri
dokpri
Di komplek Keraton Kasepuhan terdapat bangunan utama, yang sayangnya sudah tidak bisa dimasuki oleh pengunjung. Jadi kita cuma bisa lihat dari jendela luarnya saja. Selain itu, juga terdapat Museum Pusaka. Untuk masuk Museum Pusaka ini kita bayar lagi Rp 25.000 per orang. Kami nggak masuk ke dalamnya karena takut Leon nggak bisa tenang dan malah nyenggol barang pusaka, waduh bahaya....

dokpri
dokpri
Selidik punya selidik ke penjaga Museum, katanya di dalamnya ada kereta kencana yang dinamai Singa Barong. Kereta kencana ini merupakan perpaduan tiga unsur kebudayaan dan agama yang berbeda, yakni India, Tiongkok dan Indonesia. Singa Barong adalah hasil karya Panembahan Losari pada tahun 1529.

www.jeenatassya.com
www.jeenatassya.com
Mempelajari sejarah kaya gini bagi saya sangat menarik. Jadi nggak hanya belajar lewat buku pelajaran semasa sekolah saja. Bisa melihat langsung dan menikmati keindahan barang-barang pusaka adalah suatu hal yang istimewa. Ya nggak sih?

Makanya seneng banget bisa ajak Leon main ke Keraton, sehingga anak ini bisa mengenal bahwa rumah itu bukan hanya rumah tinggal seperti yang kami huni sehari-hari. Ada juga rumah Raja yang berasal dari sisa-sisa peradaban. Bukan rumah Raja ala istana-istana yang sering dia lihat di film Disney gitu. In facts, beda banget kan aslinya sama rumah Raja pada masa Kerajaan ratusan tahun silam di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun