Pelajar yang merokok lebih rentan terlibat dalam perilaku menyimpang lainnya seperti bolos sekolah, perkelahian, bahkan penyalahgunaan zat terlarang.
Merokok telah menjadi isu kesehatan masyarakat yang serius di Indonesia, terutama ketika kebiasaan ini menjangkiti kelompok usia muda, termasuk pelajar.Â
Pada tahun 2024, tercatat bahwa sekitar 28,99% penduduk Indonesia yang berusia 5 tahun ke atas adalah perokok, dengan konsumsi rata-rata mencapai 87,45 batang rokok per minggu.Â
Data ini menunjukkan bahwa rokok bukan lagi konsumsi terbatas orang dewasa, tetapi telah merambah usia anak-anak dan remaja, termasuk para pelajar yang seharusnya masih berada dalam masa pertumbuhan dan pembentukan karakter.
Lebih memprihatinkan lagi, mayoritas perokok (66,68%) mengonsumsi lebih dari 60 batang rokok per minggu. Kelompok usia 35--39 tahun memang menjadi penyumbang persentase tertinggi, yaitu sebesar 35,74%.Â
Namun, tren yang paling mencemaskan justru terjadi pada kelompok anak dan remaja, yang menunjukkan peningkatan paling signifikan dari tahun ke tahun.
Lonjakan Perokok di Kalangan Remaja
Berdasarkan survei Global Youth Tobacco Survey (GYTS) tahun 2019, prevalensi perokok di kalangan anak sekolah usia 13--15 tahun meningkat dari 18,3% pada tahun 2016 menjadi 19,2% pada tahun 2019.Â
Kemudian, hasil Survei Konsumsi Individual (SKI) tahun 2023 menyebutkan bahwa kelompok usia 15--19 tahun menjadi kelompok perokok terbanyak (56,5%), diikuti oleh kelompok usia 10--14 tahun (18,4%).Â
Angka ini sungguh mengkhawatirkan dan menuntut perhatian serius dari semua pihak.
Kebiasaan merokok pada pelajar tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik mereka, tetapi juga merusak masa depan bangsa.Â