Kebijakan tarif Trump terhadap Indonesia, dampaknya terhadap perdagangan dan ekonomi nasional.
Pemerintah Amerika Serikat di bawah kepemimpinan mantan Presiden Donald Trump dikenal dengan pendekatan ekonomi proteksionis yang agresif, terutama dalam hal kebijakan perdagangan internasional.Â
Salah satu langkah kontroversial yang kembali menjadi sorotan adalah peningkatan tarif impor terhadap sejumlah komoditas dari Indonesia, dari sebelumnya 37% menjadi 47%.Â
Kenaikan tarif ini bukan hanya berdampak pada hubungan dagang antara kedua negara, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku usaha, pengamat ekonomi, serta pemerintah Indonesia.
Kebijakan ini tidak muncul secara tiba-tiba. Sejak awal masa jabatannya, Trump telah menegaskan visinya untuk mengurangi defisit perdagangan Amerika Serikat dengan negara-negara mitra, termasuk Indonesia.Â
Dalam pandangan pemerintahan Trump, beberapa negara berkembang dianggap mendapat keuntungan tidak adil melalui tarif rendah dan kebijakan ekspor yang agresif.Â
Indonesia, sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan ekspor ke AS yang cukup signifikan, dianggap turut andil dalam ketimpangan tersebut.
Penambahan tarif sebesar 10% di atas tarif sebelumnya yang sudah cukup tinggi, yakni dari 37% menjadi 47%, merupakan upaya pemerintah AS untuk melindungi industri dalam negerinya dari produk-produk luar yang dianggap kompetitif, terutama di sektor tekstil, alas kaki, karet, dan produk manufaktur lainnya dari Indonesia.
Dampak Langsung Terhadap Ekspor Indonesia
Peningkatan tarif ini berpotensi menekan kinerja ekspor Indonesia ke Amerika Serikat, yang merupakan salah satu mitra dagang utama.Â
Menurut data BPS, nilai ekspor Indonesia ke AS pada 2024 mencapai lebih dari USD 23 miliar. Komoditas utama yang terdampak mencakup tekstil dan produk tekstil, alas kaki, elektronik, serta produk furnitur dan kerajinan tangan.
Dengan beban tarif yang lebih tinggi, harga produk-produk asal Indonesia menjadi kurang kompetitif di pasar AS.
Konsumen Amerika kemungkinan besar akan beralih ke produk dari negara lain yang menawarkan harga lebih murah atau dari produsen lokal.Â
Hal ini dapat memicu penurunan volume ekspor Indonesia ke AS, yang pada gilirannya memengaruhi pendapatan devisa dan produktivitas industri nasional.