"Sampah dibiarkan, bencana didekatkan"
Sampah bukan sekadar persoalan kebersihan lingkungan, melainkan isu yang menyangkut keselamatan manusia, keberlanjutan ekosistem, dan masa depan bumi.Â
Ironisnya, sebagian besar masyarakat masih menganggap sampah sebagai urusan sepele, hanya sebatas kotoran rumah tangga yang dibuang saban hari.Â
Jika dibiarkan menumpuk tanpa pengelolaan yang tepat, sampah bisa menjelma menjadi pemicu bencana ekologis yang mengancam nyawa.
Berdasarkan data resmi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2024, timbulan sampah di Indonesia telah mencapai angka mencengangkan, yakni 73,2 juta ton per tahun.Â
Dari jumlah tersebut, sekitar 62% merupakan sampah organik, yang seharusnya bisa terurai secara alami atau diolah menjadi kompos.Â
Kenyataannya, sebagian besar sampah tersebut masih berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA), bahkan tak jarang yang berakhir di sungai, laut, dan ruang terbuka publik.
Fakta ini menimbulkan kegelisahan sekaligus peringatan keras: ketika sampah dibiarkan, maka bencana kian didekatkan.
Target Ambisius, Komitmen Minimal
Pemerintah Indonesia sebenarnya telah mencanangkan target ambisius melalui program Indonesia Bersih Sampah 2025, dengan tujuan mengurangi produksi sampah sebesar 30% dan menangani 70% sampah secara tuntas.Â
Program ini bukan sekadar slogan, melainkan bagian dari komitmen terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama dalam aspek keberlanjutan lingkungan hidup.
Namun, hingga kini, progres menuju target tersebut masih jauh dari memuaskan.Â
Salah satu penyebab utamanya adalah minimnya komitmen dari pemerintah daerah, yang sejatinya menjadi ujung tombak dalam pengelolaan sampah di tingkat lokal.
Banyak daerah masih mengandalkan sistem kumpul-angkut-buang, tanpa inovasi pengolahan dan tanpa kesadaran menyeluruh tentang bahaya jangka panjang dari sampah yang tak tertangani.