Jika algoritma ini terus saja mengatur pilihan-pilihan yang "harus" kita ambil, maka pada akhirnya kita bukan lagi manusia yang bebas, tetapi sudah menjadi manusia algoritma. Manusia yang lahir dari algoritma.
Lalu bagaimana ancaman yang ditimbulkan oleh manusia hasil algoritma ini dalam masyarakat yang heterogen?.
Menurut saya berbahaya sekali.
Misalkan, ada yang mulanya hanya ingin mendapatkan informasi mengenai katakanlah faham radikalisme.
Jika ia terus mencari dan menggali pada akhirnya semua saluran media sosial yang diaksesnya akan menyodorkan hal-hal yang berhubungan dengan paham radikalisme. Tak ada pilihan yang lain lagi setiap kali ia membuka media sosial yang sudah terkoneksi satu sama lain.
Hampir bisa dipastikan yang dahulunya sekedar ingin tahu,.tetapi lama-lama menjadi jatuh cinta. Dan menjadi loyalisnya.
Dalam masyarakat yang heterogen membesarnya kelompok masyarakat yang dilahirkan oleh algoritma media sosial ini sangatlah berbahaya bagi keutuhan dan persatuan sebuah bangsa.
Oleh karena itu sangatlah wajar dalam kacamata para pemimpin Tiongkok yang melarang masuknya media sosial besutan negara-negara barat kedaratan Tiongkok.
Mereka hanya membolehkan media sosial besutan anak bangsa yang beredar, demi pertimbangan keutuhan dan persatuan masyarakat disana dari ancaman perpecahan.
Ini adalah ancaman yang sungguh nyata dan bukan isapan jempol seorang pencinta teori konspirasi.
Kita harus waspada jika ingin tetap menyaksikan hari ulang tahun ke 100 Indonesia tahun 2045 nanti sebagai sebuah negara yang utuh bersatu seperti yang kita nikmati saat ini. Semoga