Mohon tunggu...
HERRY SETIAWAN
HERRY SETIAWAN Mohon Tunggu... Konsultan - Creative Coach

membantu menemukan cara-cara kreatif untuk keluar dari kebuntuan masalah

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Berbisnis dengan Kasih, Bisa Kaya?

8 April 2021   04:00 Diperbarui: 8 April 2021   03:58 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap kali orang memulai bisnis pastilah memiliki sebuah tujuan tertentu. Pada umumnya orang berbisnis untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kecuali ia berbisnis meneruskan usaha rintisan keluarga yang memang sudah berjalan dengan baik, mungkin tujuannya menjadi berbeda.

Sebetulnya kalau setiap orang berbisnis hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya saja, mungkin kerusakan lingkungan saat ini tidak begitu parah. Tapi yang terjadi hari ini, orang tidak lagi berbisnis hanya untuk kebutuhan fisik semata, tapi sudah berusaha untuk memenuhi hasratnya sendiri yang tidak memiliki batas. Ini yang dalam perjalanan pemenuhannya menjadi merusak lingkungan hidup.

Menghilangkan hasrat tiap-tiap orang itu pastilah tidak mungkin. Pun jika dilakukan, akan berakibat pada munculnya kekacauan baru.

Ada yang mengatakan bahwa bisnis tidak bisa dijalankan dengan kasih, karena kasih bertentangan dengan dasar bisnis untuk memenuhi hasrat hati. Jadi kalau kita tetap bersikukuh untuk berbisnis dengan mengedepankan kasih - harapan untuk menjadi kaya sulit dicapai. Benarkah?

Kasih selalu berdekatan dengan jujur - begitu juga kasih berarti turut berempati dengan keadaan orang lain, kasih juga artinya menyayangkan orang lain.

Kasih masih banyak lagi bentuknya, tapi kita coba batasi pada 3 aspek tadi saja, supaya tidak panjang dan melebar kesana kemari.

Kasih ada kejujuran - dalam berbisnis kita diharamkan untuk membohongi pelanggan kita, apapun bentuknya itu. Selain membohongi juga berlaku curang lainnya.

Kasih berempati kepada orang lain. Artinya kita tidak boleh aji mumpung. Selama permintaan melonjak dan hanya kita atau produk kita yang bisa memenuhi, maka bisa seenak hati menaikkan harga.

Tentu kita masih ingat diawal masa pandemi covid-19, kebutuhan akan masker melonjak tak terkirakan, harganya bisa 10 kali lipat dari harga normal.

Tetapi pada masa itu yang terjadi di Jepang adalah sebaliknya. Harga masker tetap seperti biasa dan bahkan dibagikan gratis kepada orang-orang. Pemilik perusahaan masker tetap berempati dan bisnisnya pun masih tetap jalan dan memberi laba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun