Jika punya brand yang terkenal, seolah kita sudah memiliki pohon uang.
Jaminan bahwa penjualan produk atau jasa akan terus meningkat dan pengusahanya bisa tidur nyenyak -- tidak takut dengan gempuran produk baru dipasaran, seakan memakai baju kevlar yang tidak tembus dengan peluru.
Memasuki masa yang penuh dengan kejutan saat ini, segala macam keistimewaan dan kemewahan itu sepertinya sudah mulai tergerus keampuhannya.
Brand tadi tetap diingat orang, tapi soal penjualan adalah hal yang berbeda. Perjuangan tetap dibutuhkan seperti lainnya yang ada di market. Harus berpeluh dan memeras otak agar tidak melorot.
Apa yang menyebabkan daya magis brand tadi tergerus? -- konsumen hari ini lebih melihat pengalaman memakai produk dan jasa sebagai daya yang membuat mereka membeli dan membeli lagi. Bukan brand yang didengungkan dari menara tinggi oleh kekuatan media.
Dengung dari menara tinggi tadi, hanya diterima oleh konsumen sebagai informasi saja -- tidak lebih dan tidak kurang.
Oleh karenanya banyak media saat ini yang mulai mencari cara agar brand yang mereka iklankan bisa memberikan kembalian dalam bentuk penjualan kepada para pemasangnya. Bila tidak mediapun akan kehilangan daya hidupnya. Sebab pemasang iklan mulai sadar, mendengungkan brandmelalui media tradisional tidak lagi menggigit alias membuang uang secara sembrono.
Pengalaman konsumenlah yang menjadi faktor "pembantai" brand kehilangan daya magisnya.
Pengalaman bisa didorong oleh kelompok atau lingkaran terdekat dari konsumen tersebut. Mereka saling berkelindan, saling mempengaruhi dengan referensi yang sangat luas dan personal sekali.
Tak jarang kita menemukan pengunjung Burger King bahkan kalah dengan pengunjung yang membeli burger di Burger Kelenger.