Ivan Illich: "kata-kata dan kalimat terdiri atas diam yang lebih bermakna daripada bunyi," tulisnya dalam Celebration of AwarenessÂ
Satu hari saya bertemu dengan seorang calon investor untuk membicarakan sebuah proposal bisnis -- bisnis yang berbasis tehnologi tentunya.Â
Kami menyampaikan presentasi yang lengkap dalam bentuk powerpoint, dikantornya yang mewah dan megah.Â
Hari baru saja beranjak pukul 14.00 siang -- teh hangat yang disediakan oleh asisten sang Pengusaha sudah dingin  dan habis diseruput, tapi masih terasa haus ditenggorokan. Presentasi kami hanya berlangsung 25 menit saja, setelahnya kami ngobrol.Â
Dan tak terasa jam menunjukkan pukul 16.30, berarti kami sudah 2,5 jam berbincang-bincang dengan sang Pengusaha -- tak terasa memang karena orangnya hangat, jadi pembicaraan mengalir begitu saja.Â
Ia menyetujui untuk memberikan pendanaan untuk projek yang kami bawa dan meminta saya sebagai Leader untuk terus up date kepada beliau. Sebelum keluar dari ruang meeting -- saya memberanikan bertanya kepada sang Pengusaha.Â
Pak, kenapa Bapak selama 2,5 jam berbicara mengenai proposal bisnis itu, bapak tidak bertanya-tanya mendetail tentang bisnisnya, tetapi Bapak bertanya tentang hal-hal yang tidak ada hubungan dengan bisnis yang dipresentasikan?. Seperti -- bagaimana pandangan kami tentang uang -- tentang keluarga -- tentang bekerja -- dan tentang nilai-nilai.Â
Sembari tersenyum dan membetulkan letak tubuhnya dikursi, Ia menjawab dengan suaranya yang sedikit bariton.Â
Dulu, kalau ada yang datang kepada saya membawa proposal bisnis -- hal pertama yang saya lihat adalah berapa Return on Investment nya (ROI). Yang lain tidak menjadi pusat perhatian saya, karena saya menganggap mereka sudah mempersiapkan semuanya dengan baik -- apakah itu tentang sumber daya manusianya -- tentang bagaimana pengaturan logistiknya dan lain-lain.Â
Semua investasi yang saya lakukan itu hampir 70% berakhir dengan kegagalan -- ada saja penyebabnya, dari masalah salah urus hingga "diselingkuhi" oleh partner bisnis.Â