Mohon tunggu...
Jamastuti
Jamastuti Mohon Tunggu... Guru - Ibu pembelajar yang selalu berusaha melawan rasa malas.

Perempuan yang menulis untuk menuntaskan kegelisahan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Keutamaan Dzikir

4 Oktober 2022   14:49 Diperbarui: 4 Oktober 2022   14:58 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dengan judul tulisan mentereng dan seserius itu, jangan dibayangkan aku mau cerita hal yang spektakuler. Aku cuma pingin curhat.  Terlalu "tuman" ya?  

Jadi gini. Pernah di suatu pagi yang dingin, aku terlambat bangun. Aku tergeragap mendengar suara merdu mas muadzin mengumandangkan adzan subuh. Hatiku langsung merana, teringat belum nanak nasi, nyayur, bikin bekal mamas dan adek, bikin sarapan. Padahal jam enam aku harus sudah siap. Sementara subuh sekarang jam lima. Nyesek.  

Yap! Prediksinya benar. Aku terlambat. Bus pagi jurusan Rajabasa- Kotaagung yang biasa kutumpangi, tak keliatan lagi asapnya. Penumpang yang hobi tidur ini, ketinggalan. Terpaksa naik angkot.

Selanjutnya, selagi bersesakan dengan penumpang lain di angkot jurusan Pringsewu- Talangpadang, aku sibuk memencet-mencet gawai jadul. Ngabarin kalau kesiangan. Nitip murid. Sungguh, ini perbuatan yang buruk sekali. Murid kan bukan barang. Kok dititipin. Di tengah jalan, naiklah seorang Mbah Putri membawa tiga karung beras. Kalau kutaksir, karung-karung itu ada yang berisi 25 kg, ada yang 50 kg. Mbah Putri itu diantar oleh Mbah Putra (hehe..) menggunakan motor merk jialing yang terlihat sangat kurus, karena bodinya sudah dipreteli.

Setelah dadah-dadah dengan Mbah Putra, Mbah Putri duduk manis di bangku penumpang sebelah kanan. Berseberangan denganku yang duduk di sebelah kiri. Mamas sopir mencandai Mbah Putri tentang mahalnya harga beras, yang dibales Mbah Putri dengan tak kalah kenes dan ramah. Rupa -- rupanya Mbah Putri adalah pedagang beras di pasar Talang Padang, yang sering naik angkotnya Mas Sopir. Pantesan akrab banget.

Mbah Putri merogoh tasnya. Anehnya, tangannya tak dikeluarkan dari tas, lalu ia mulai membaca sholawat. Mulutnya umik-umik membaca dzikir. Tangannya masih aktif bergerak-gerak. Kuduga ia memutar tasbihnya. Kutatap ia diam-diam. Perasaan haru menjalari hatiku. Aku menatap tanganku. Mulai menghitung buku-buku jari tanganku. Ikut membaca dzikir pelan-pelan.

Mak Jegluk. Aku kaget. Angkot mengerem mendadak. Aku nyaris tersungkur ke depan. Ternyata aku tertidur di angkot. Astaghfirullah. Baru membaca dzikir sebentar kok tidur. Terlalu.  

Mbah Putri, sehat-sehat ya. Semoga dagangan berasnya laris. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun