Mohon tunggu...
Jamaluddin Mohammad
Jamaluddin Mohammad Mohon Tunggu... wiraswasta -

Bekerja di Komunitas Seniman Santri (KSS) - Tak pernah berhenti belajar: belajar melihat, belajar mendengar, belajar merasakan, dan belajar menunda penilaian.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kerasnya Hidup Seorang Pedagang Rujak Keliling

4 April 2016   19:00 Diperbarui: 4 April 2016   21:12 1907
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Yang saya tahu, banyak perusahaan yang curang. Misalnya, mereka hanya mendapat izin menebang hutan seratus hektar, tapi pada praktiknya bisa dua bahkan tiga kali lipatnya. Belum apa-apa mereka sudah dapat keuntungan berlipat-lipat dari penjualan kayunya,” katanya membuka borok perusahaan perkebunan. 

Jadi, menurutnya, wajar saja banyak perusahaan perkebunan berlomba-lomba mengurus izin penebangan hutan atas nama industri perkebunan. Jika terus dibiarkan, katanya meramalkan, hanya dalam hitungan puluhan tahun hutan kita hilang. Tragis!

Ia tak lama bekerja di Sumatera. Sebelum selesai kontrak ia pulang ke kampungnya. “Ternyata saya tidak cocok bekerja berat-berat. Badan saya ambruk,” ujarnya.

Akhirnya, ia memutuskan kawin dengan seorang wanita asal Desa Ngayung Lamongan. Bermodal nekat ia dan istrinya merantau ke Jakarta bekerja jualan buah. Di sini matanya mulai terbuka dan menikmati pekerjaannya.

“Sekecil apa pun penghasilan kita, bekerja sendiri (wiraswasta) lebih dinikmati. Seolah saya baru menemukan kebebasan, kemandirian, juga diri saya sendiri. Saya menjadi tuan bagi diriku sendiri!” tandasnya. 

Modal awal bekerja ia dapat dari “paguyuban” kampung istrinya. Ia bercerita bahwa perantau asal Desa Ngayung yang berada di Jabodetabek mendirikan sebuah paguyuban/perkumpulan. Setiap bulan seluruh anggota membayar iuran wajib. Hasil iuran tersebut dikumpulkan barangkali untuk membantu sesama anggota yang membutuhkan modal atau untuk menyumbang kegiatan di kampung dan kegiatan sosial lainnya. Dana yang terkumpul sudah miliaran rupiah. Sebagian dana tersebut disumbangkan untuk membangun masjid di kampungnya.

Begitu tiba di Jakarta ia meminjam modal dari paguyuban ini. Berkat paguyuban ini, menurut pengakuannya, ikatan kekeluargaan Desa Ngayung cukup kuat. Padahal di sana hanya terdapat 5 RT. Di sini rata-rata membuka usaha pecel lamongan. “Kelihatan sederhana tetapi untungnya besar,” katanya.

Ia memilih berjualan buah karena modalnya tak banyak. Di samping itu tak butuh banyak pekerja. “Jualan pecel minimal dua orang. Modal awalnya 15 jutaan. Kalau rame bisa balik modal cepat. Tapi kalau lagi apes mangkal di mana pun tetap sepi,” ujarnya menuturkan pengalaman kawan-kawannya membuka usaha Pecel Lamongan.

Berjualan rujak buah adalah pilihan aman. Meskipun hasilnya terkadang pas-pasan untuk makan sehari-hari tapi tetap ia syukuri. “Tuhan tak pernah salah memberi takaran rizki pada makhluk-Nya,” tuturnya sambil menghisap rokoknya dalam-dalam. Ia tetap bisa menabung dan bisa membangun sebuah rumah sederhana di kampungnya. Baginya, hidup yang dinikmati adalah hidup yang disyukuri. Yang membuat banyak orang sengsara adalah memelihara kerakusan dan ketamakan dalam dirinya sendiri.

Mengalir Mengikuti Sungai Takdir

Jakarta adalah pusat segalanya: pusat ekonomi, pusat politik, juga pusat kebudayaan (budaya pop). Segalanya diputuskan di sini. Namun, sebagai ibu kota, Jakarta sudah kehilangan watak keibuannya. Jakarta tak memberi tempat bagi orang-orang lemah, orang-orang miskin, orang-orang tertindas. Jakarta hanya milik penguasa (ekonomi maupun politik). Rakyat biasa yang tak memiliki akses pada politik dan ekonomi hanyalah menjadi bantalan rel bagi kereta kekuasaan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun