Mohon tunggu...
Epetebang
Epetebang Mohon Tunggu... Wiraswasta - untaian literasi perjalanan indah & bahagiaku

credit union, musik, traveling & writing

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Gerakan Koperasi Credit Union Kalimantan Menolak RUU Koperasi

23 Agustus 2019   08:27 Diperbarui: 23 Agustus 2019   08:34 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Press Release

GERAKAN KOPERASI CREDIT UNION KALIMANTAN MENOLAK RUU PERKOPERASIAN
 
Bersama ini kami dari gerakan koperasi Credit Union di Kalimantan mewakili 56 Koperasi dengan jumlah anggota 1.188.116 orang dengan total kekayaan sebanyak  15,3 trilyun rupiah menyatakan sikap MENOLAK RUU PERKOPERASIAN yang saat ini sedang dalam tahap pembahasan di Parlemen dan meminta untuk dilakukan penundaan untuk pendalaman materi lebih lanjut sebelum disyahkan ke Rapat Paripurna.

Kami adalah bagian dari gerakan koperasi kredit nasional yang berangggotakan 3 juta orang dengan jumlah primer koperasi 1000 dengan asset sebanyak 30 trilyun lebih.  

Kami adalah gerakan koperasi yang telah tumbuh berkembang sejak tahun 1976 di Kalimantan dengan berpegang teguh pada tiga pilar : swadaya, solidaritas dan dan pendidikan. Mencermati RUU yang ada maka kami menyatakan sebagai berikut :


1. Meminta agar dilakukan penghapusan organisasi Dewan Koperasi Indonesia (DEKOPIN) sebagai wadah tunggal dalam RUU (pasal 130) karena hal ini merupakan bentuk pelanggaran hak-hak warga negara untuk bebas berserikat dan berkumpul sebagaimana dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945. Ini juga merupakan bentuk pelanggaran terhadap prinsip-prinsip kerja demokrasi yang dihargai tinggi oleh gerakan koperasi.
 
Menurut kami, wadah organisasi gerakan koperasi yang kokoh itu juga harus ditumbuhkan secara sukarela dan kekuatan swadaya dari anggotanya bukan dengan cara paksa. Untuk itu kami menolak untuk diwajibkan membayar iuran untuk DEKOPIN (PASAL 82) serta penggunaan dana dari sumber APBN dan APBD untuk DEKOPIN.
 
2. Meminta agar dilakukan penghapusan berbagai bentuk potensi terjadinya birokratisasi dalam proses pendirian koperasi (pasal 11) serta intervensi terhadap hal-hal teknis urusan rumah tangga koperasi dalam hal perencanaan kerja koperasi (pasal 77,78,79,80) sampai dengan persoalan alokasi sisa hasil usaha (pasal 87) yang sebetulnya sudah menjadi urusan koperasi sendiri.

Menurut kami, sebuah Undang-Undang Perkoperasian itu baiknya memberikan pengakuan terhadap praktek-praktek kerja terbaik dari koperasi di lapangan dan melindungi koperasi dari perusakan citra koperasi yang selama ini terjadi. 

Kami berharap justru bagaimana undang-undang itu dapat memberikan sanksi seberat-beratnya bagi koperasi papan nama dan rentenir yang berbaju koperasi.    


3. Mengenai persoalan pendirian koperasi (Pasal 10), kami berharap untuk pendirian koperasi simpan pinjam/Credit Union itu untuk jumlah pendirianya sebaiknya tetap 20 orang seperti yang diatur dalam UU No. 25 Tahun 1992. Sedangkan untuk jumlah minimum pendiri koperasi sebanyak 9 itu itu silahkan dimasukkan sebagai pasal pengecualian untuk jenis usaha koperasi lainya.
 
4. Kami menganggap ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 122 tentang penyisihan laba Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/BUMD) untuk koperasi adalah sebuah bentuk pelecehan terhadap organisasi dan badan hukum koperasi yang disebut oleh UUD 1945 sebagai bangun perusahaan yang sesuai dengan demokrasi ekonomi.  
 
Kami menganggap bahwa Undang-Undang Koperasi itu harusnya memberikan sebuah penghargaan tinggi terhadap badan hukum koperasi dengan juga justru diberikan peluang sebagai badan hukum untuk pengelolaan layanan publik sebagaimana badan hukum peseroan yang dijadikan sebagai badan hukum BUMN/BUMD.  
 
Gerakan Koperasi Credit Union kami di Kalimantan Barat saat ini sedang mencoba untuk melakukan pengembangan dengan membentuk koperasi-koperasi sektor riel. 

Kami berharap Undang-Undang Perkoperasian memberikan perlakukan yang sama untuk pengembangan usaha-usaha dan layanan di sektor publik seperti misalnya : rumah sakit, pengelolaan listrik, transportasi, sekolah/kampus dan lain sebagainya yang selama ini hanya diberikan hak istimewanya untuk badan hukum perseroan dan yayasan.
 
5. Menurut kami, penempatan posisi koperasi secara inferior di bawah peranan bank-bank konvensional untuk penyaluran akses kredit (pasal 123) adalah salah satu bentuk pembunuhan kekuatan keswadayaan masyarakat yang selama ini bagi kami merupakan kekuatan utama bagi tumbuh berkembangnya koperasi.
 
Pontianak, 22 Agustus 2019
 1. Mikael (Ketua Pusat Koperasi Kredit Khatulistiwa ( 081225705425)
2. Gabriel Marto (Ketua Puskopdit Borneo)
3. Agustinus Alibata (Sekretaris BKCU Kalimantan)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun