Mohon tunggu...
Epetebang
Epetebang Mohon Tunggu... Wiraswasta - untaian literasi perjalanan indah & bahagiaku

credit union, musik, traveling & writing

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Generasi "Zaman Now" Minim Kebangsaan?

12 November 2017   11:45 Diperbarui: 12 November 2017   11:51 2049
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
10 ciri generasi milenial (foto: internet)

Presiden Jokowi memberikan gelar pahlawan kepada empat ornag tokoh baru. Yakni Tuan Guru KH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid (NTB), Laksamana Malahayati (Aceh), Sultan Mahmud Riayat Syah (Kepulauan Riau) dan Lafran Pane (DI Yogyakarta). Dari keempat tokoh itu, semuanya merupakan pemimpin yang menggerakkan visi perjuangan dan merawat nilai-nilai keindonesiaan. Selamat...

Pertanyaannya, apakah generasi milenial sekarang mengakui mereka sebagai pahlawan? Secara sejarah, tentu pasti mereka mengakui. Namun dalam konteks teknologi sekarang, siapakah pahlawan jaman now menurut mereka? Tentu pahlawan bagi mereka adalah orang-orang yang berjasa dalam dunia milenial. Siapa mereka? Mereka adalah orang-orang generasi milenial yang menciptakan banyak produk, seperti pendiri facebook, whatsapp, instagram, dan aneka media nama dan jenis komunikasi digital lainnya. Tentu saja hal ini sah saja, tidak dilarang dan bahkan sudah oas karena sesuai dengan jaman mereka.

Namun hal yang memprihatikan pada generasi jaman now ini adalah wawasan kebangsaan mereka yang makin memudar. Dari beberapa laporan survei, generasi now mengalami krisis identitas kebangsaan.

Survei Wahid Foundation menunjukkan kondisi yang cukup mengkhawatirkan. Dari jumlah 1.520 responden, sebanyak 59,9 persen memiliki kelompok yang dibenci. Latar belakang kebencian ini dipengaruhi oleh beberapa instrumen, di antaranya: kelompok non-muslim, Tionghoa, komunis, Yahudi, dan sebagainya. Dari jumlah tersebut (59,9 persen), sebanyak 92,2 persen tidak setuju bila ada anggota kelompok yang dibenci menjadi pejabat pemerintah.

Sebanyak 82,4 persen tidak rela anggota kelompok yang dibenci menjadi tetangga mereka. Data ini tentu menjadi sangat timpang, ketika pemerintah Indonesia menggerakkan warganya untuk menghargai kebinekaan, merawat persaudaraan lintas budaya. Catatan kebencian yang terekspose di media sosial semakin meningkat, yang meredupkan lilin perdamaian dan menyurutkan semangat kebersamaan.

Tantangan bagi kita, orang tua dan generasi "now" dan segenap komponen bangsa adalah memanfaatkan secara maksimal aneka media social untuk menanamkan nilai-nilai dan wawasan kebangsaan kepada generasi "now" dengan kemasan, media yang sedang digandrungi generasi milenial.

Sudah seharusnya media sosial menjadi ruang kontestasi untuk menyebarkan gagasan keindonesiaan kita. Nilai-nilai pengabdian, etos perjuangan, kegigihan untuk menegakkan Indonesia harus dikontekstualkan pada masa sekarang, pada zaman "now".***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun