Mohon tunggu...
Rizky Kurnia Rahman
Rizky Kurnia Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Seorang blogger dan penulis jempolan, maksudnya suka sekali menulis pakai jempol. Blog pribadi, https://rizkykurniarahman.com

Lahir di Jogja, sekarang tinggal di Sulawesi Tenggara. Merantau, euy!

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Childfree: Antara Anak Dianggap Beban dan Investasi Masa Depan

9 Februari 2023   13:00 Diperbarui: 9 Februari 2023   13:05 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jagat media sosial kembali bikin heboh. Hal ini karena ada pernyataan dari Gita Savitri Devi atau Gitasav. Terus terang, saya tidak mengenal dia, baru tahu sekarang, dan saya yakin dengan terus terang, dia pun tidak mengenal saya!

Ada pernyataannya yang menggelitik, tik, itik, itik, tentang childfree. Menurutnya, childfree adalah salah satu cara agar awet muda. Berikut pernyataannya dalam bahasa Inggris: 

"Not having kids is indeed natural anti-aging. You can sleep for 8 hours every day, no stress hearing kids screaming. And when you finally got wrinkles, you have the money to pay for botox," tulis Gita membalas komentar salah satu warganet yang memuji wajah awet mudanya.

Ohh, jadi awalnya dia memang membalas komentar warganet tentang wajahnya yang terlihat awet muda. Menurutnya, dari kalimat bahasa Inggris tersebut, tidak punya anak itu sarana awet muda alami. Soalnya bisa tidur selama delapan jam setiap hari, tidak stres mendengar anak merengek bin menangis. Dan, ketika ada keriput, bisa pakai uangmu untuk beli botox. 

Sebentar, bukannya botox ini nama makanan dari Jawa ya? Itu lho yang dibungkus daun pisang, merupakan bungkil atau ampas kelapa yang diambil dari santan yang tersisa pada parutan kelapa, lalu ampas kelapa ini akan dimasak dan dibumbui dengan beberapa jenis sayur, setelahnya dikukus hingga matang? Yang itu 'kan?

Balas Komentar, Berbalas Komentar Lagi

Sumber: detik.net
Sumber: detik.net

Ya, namanya dunia media sosial, dari yang awalnya membalas komentar, eh, komentarnya dibalas lagi. Namun, ada logika yang bisa diambil pertama kali dalam masalah ini. 

Bagi orang yang merokok, maka itulah kenikmatannya. Mau dikritik seperti apapun, kalau memang sudah kecanduan, dia akan tetap menghisap barang yang dikatakan Taufik Ismail, tuhan sembilan senti itu. Bahkan, ada status WA teman saya yang memang perokok, "Berpikir untuk berhenti merokok, tetapi untuk berpikir pun butuh rokok!"

Orang yang tidak merokok atau tidak suka rokok memang tidak akan merasakan "kenikmatan" pada perokok itu. Kenapa ya, para perokok itu rela menghabiskan uang demi membeli sesuatu yang notabene merusak tubuh tersebut? Kalau dipikirkan secara logika, buat apa coba? Sudah diberikan kesehatan dan tubuh yang prima oleh Allah, lha kok dirusak dengan rokok? Begitulah pemikiran orang yang tidak merokok. 

Saya pernah kok berdebat dengan teman saya yang perokok. Ketika itu masih satu kantor, dan sekarang saya tidak tahu, dia berkantor di mana lagi? Hem, mungkin kamu tahu orangnya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun