Mohon tunggu...
Erkata Yandri
Erkata Yandri Mohon Tunggu... Konsultan - Praktisi di bidang Management Productivity-Industry, peneliti Pusat Kajian Energi dan pengajar bidang Efisiensi Energi dan Energi Terbarukan pada Sekolah Pascasarjana, Energi Terbarukan, Universitas Darma Persada, Jakarta.

Memiliki pengalaman lebih dari 20 tahun sebagai Manajemen Productivity-Industry dan Energy sebagai Technical Services Specialist dengan menangani berbagai jenis industri di negara ASEAN, termasuk Indonesia dan juga Taiwan. Pernah mendapatkan training manajemen dan efisiensi energi di Amerika Serikat dan beasiswa di bidang energi terbarukan ke universitas di Jerman dan Jepang. Terakhir mengikuti Green Finance Program dari Jerman dan lulus sebagai Green Finance Specialist (GFS) dari RENAC dan juga lulus berbagai training yang diberikan oleh International Energy Agency (IEA). Juga aktif sebagai penulis opini tentang manajemen dan kebijakan energi di beberapa media nasional, juga berhasil mempublikasikan hasil penelitiannya tentang efisiensi energi dan energi terbarukan di berbagai jurnal internasional bereputasi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Fishbone Untuk Mahyeldi

18 September 2021   08:54 Diperbarui: 26 September 2021   23:13 3144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Target pembangunan jalan toll Sumatera di wilayah Sumbar masih jauh dari harapan penyelesaian. Salah satunya terkendala oleh pembebasan lahan yang tak kunjung selesai. Teman-teman saya di WAG Chiex Thiego banyak yang gerah. Mereka resah. Gelisah. Apalagi ada yang mengompori. Kemajuan di propinsi lain jauh lebih pesat. Ya, sudahlah! Anggap saja, masalah di Sumbar ini mungkin cukup rumit. Pelik. Mangantak-ngantak banak!

Seorang teman menyarankan saya untuk bagaimana mengajarkan Mahyeldi soal Fishbone. Ini yang membuat saya sedikit garuk-garuk kepala. Sepertinya teman itu nge-fans sekali dengan Fishbone. Dia sering menyinggung soal Fishbone ini dalam beberapa kali diskusi. Sebenarnya saya malas membahas soal Fishbone ini. Biasa saja saya pikir. Tidak begitu spesial lagi. Soalnya, ini sudah menjadi rutinitas pekerjaan saya sehari-hari sebagai seorang konsultan. Tepatnya, sebagai implementer di bidang produktivitas industri. Tanpa Fishbone, rasanya belum lengkap senjata yang saya berikan ke client saya. Tanpa Fishbone, agak berat rasanya menyelesaikan masalah operasional di lapangan. Saya serasa bekerja sendiri. Padahal tidaklah elok jadi Super-Man. Super-Team bagusnya. Tapi tak apalah, anggap saja ini demi teman saya itu dan Fishbone-nya. Supaya dia enjoy and  happy. “Smile”!

Saya yakin, diantara anda ada yang bertanya, “Fishbone itu apa sih, Bosque?”

Baiklah. Fishbone, atau tepatnya Fishbone diagram. Itu Bahasa Inggris ya Gaes. Artinya, diagram tulang ikan. Mengapa namanya begitu? Ya, karena bentuk diagramnya yang seperti tulang ikan. Itu disebut juga Diagram Ishikawa. Soalnya yang pertama kali memperkenalkannya adalah Ishikawa. Nama lengkapnya, Kaoru Ishikawa. Seorang professor dari Fakultas Teknik, Universitas Tokyo, Jepang. Berkat Fishbone temuannya ini, Profesor Ishikawa menjadi terkenal sekali dalam hal inovasi manajemen mutu.

Pemakaian diagram Ishikawa yang paling umum adalah untuk mencegah defect atau cacat produk dalam mengembangkan kualitas produk. Disebut juga sebagai Cause and Effect Diagram karena dapat membantu mengidentifikasi faktor-faktor yang signifikan memberi efek terhadap sebuah kejadian mengenai kualitas suatu produk. Dalam menganalisa masalah produksi, secara umum ada 4M yang menyusun tulang besar ikan tersebut. Lengkapnya yaitu; Man (manusia atau operator produksi), Machine (mesin produksi), Material (bahan produksi), dan Method (metoda kerja). Ada lagi yang menambahkan “M” yang lain seperti: Measurement (pengukuran) dan Mother nature/Environment (lingkungan), ya tidak apa-apa. Terserah saja.

Dalam peningkatan kualitas, Fishbone biasanya tergabung ke dalam “QC 7 tools”. Artinya, 7 alat-alat dalam pengontrolan kualitas. Apa saja itu? Ya, selain Fishbone tadi, ada lagi Check Sheet (lembar pemeriksaan), Scatter Diagram (diagram pencar), Pareto Chart (diagram pareto), Flow Chart (bagan arus), Histogram (diagram batang), Control Diagram (diagram kendali). Karena fokusnya sekarang ke Fishbone, maka yang lainnya mungkin akan saya bahas di kesempatan yang lain saja.

Dalam konteks ini, saya merasa orang yang cukup beruntung. Lulus kuliah, diterima kerja di perusahaan Jepang, kemudian langsung dikirim ke negaranya Isihikawa tadi untuk mempelajari sistem produksi.Ya, diajari Fishbone, termasuk yang QC 7 tools tadi juga ya, Bosque. Walaupun saya sudah pindah kerja kemana-mana, itu tools masih saya pakai sampai sekarang. Mantab deh pokoknya!

Lalu, kebali ke permasalahan yang dimaksudkan oleh teman saya tadi. Apa hubungannya Fishbone yang berbau “manajemen kualitas” itu dengan Mahyeldi di “manajemen pemerintahan” sebagai Gubernur Sumbar dalam permasalahan pembangunan jalan toll tadi? Mari kita berpikiran positif saja. Mungkin maksud teman saya itu begini. Fishbone itu perlu dipakai, khususnya di masalah yang cukup rumit tentang jalan toll yang tak kunjung selesai, atau secara umum dipakai untuk masalah pembangunan Sumatera Barat yang perlu dipercepat agar jangan sampai ketinggalan dibanding propinsi lain.

Yang jadi permasalahan sekarang, seriuskah itu Fishbone tadi bisa menyelesaikan masalah pemerintahan tersebut? Ya, namanya juga alat, Bro. Fishbone itu tergantung oleh siapa dan bagaimana memakainya. Kalau dipakai asal-asalan saja ya hasilnya juga akan asal-asalan. Kalau dipakai dengan benar, sampai detail membahas permasalahan ke tulang-tulang halus ikannya. Sampai ketemu akar permasalahannya, atau “root-cause” kata teman saya itu. Lalu diikuti dengan tindakan yang fokus dan serius. Jeger …. tentu hasilnya akan lain, Bro. Sebenarnya, inti dari Fishbone ini adalah melatih kebersamaan (teamwork) dalam proses pemecahan masalah untuk mendapatkan peningkatan hasil yang berkelanjutan (continuous improvement atau kaizen).

Bro, main-main Fishbone begini apa tidak makan waktu? Apa tidak beresiko secara politik bagi seorang Mahyeldi dalam mewujudkan kinerjanya dengan irama manajemen pemerintahan yang lima tahunan? Sebentar itu, Bro! Bagi saya, Fishbone merambah ke pemerintahan ya fine-fine saja. Tidak ada salahnya juga. Terus terang, saya juga belum punya pengalaman memakai si tulang ikan ini dalam menyelesaikan masalah di pemerintahan. Jangankan untuk tingkat propinsi bahkan nasional, di tingkat kampong saja belum pernah. Saya tetap konsisten. Semuanya  tergantung dari siapa dan bagaimana memakainya. Si Fishbone ini!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun